Kasus Shelter Tsunami, Kadis Perkim Akui Diperiksa KPK

Sadimin (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali fakta terkait dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Tempat Evakuasi Sementara (TES) atau Shelter Tsunami di Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Dalam penyelidikan yang semakin intensif ini, KPK telah memeriksa 12 saksi, termasuk diantaranya adalah Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB, Sadimin, yang juga mantan Kabid Cipta Karya Dinas PUPR NTB.

Terkait pemeriksaan KPK itu, Sadimin ketika dijumpai mengaku hanya menjawab pertanyaan sesuai dengan tanggung jawabnya. “Kami hanya ditanya sesuai dengan tanggung jawab kami. Yang lain-lain saya tidak mengerti,” ungkapnya saat dikonfirmasi Radar Lombok di Kantor Dinas Perkim NTB, Kamis (8/8).

Menurut Sadimin, semua pihak yang terkait dengan proyek dari Kementerian PUPR tersebut, dipanggil oleh KPK, termasuk peserta lelang yang baru mendaftar. “Semua yang terkait, ada Pokja, ada peserta lelang, ada panitia, semua dipanggil,” tambahnya.

Proyek pembangunan Shelter Tsunami merupakan program dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggungan Bencana (BNPB). Realisasi pekerjaan dilaksanakan melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya NTB.

Sadimin sendiri terkesan enggan berbicara banyak mengenai hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK. “Saya tidak berani memberikan keterangan lebih lanjut, takut salah,” ujarnya.

Sadimin menyebut pemanggilan oleh KPK di gedung BPKP pada Selasa (6/8), hanya merupakan koordinasi semata. “Sebagai Kepala Bidang Karya Cipta, saya hanya menerima laporan terkait proyek tersebut. Pengerjaannya dilakukan oleh pihak lain,” jelasnya.

Baca Juga :  Warga Asal Lotim Dibunuh KKB di Papua

Ia menegaskan bahwa seluruh proyek di NTB, terutama yang berasal dari Kementerian PUPR, selalu berkoordinasi dengan Dinas PUPR setempat. “Setiap kegiatan dalam proyek tersebut, pasti dilaporkan ke Bidang Cipta Karya Dinas PUPR sebagai perwakilan Gubernur di daerah,” tambah Sadimin.

Penyelidikan proyek pembangunan shelter ini sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Pada tahun 2015, KPK sempat melakukan pemeriksaan di Polda, namun kasus tersebut terhenti karena belum ada temuan signifikan. Baru pada tahun 2021, kasus ini kembali mencuat saat Sadimin masih berada di Biro Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Setda NTB.

Proyek ini dikabarkan merugikan negara hingga Rp 19 miliar. Sadimin mengungkapkan bahwa dirinya hanya menjalankan tugas sesuai tanggung jawabnya, dan melaporkan segala hal yang terkait. “Semua yang terkait, bahkan yang hanya mendaftar lelang pun dipanggil untuk dimintai keterangan,” jelasnya.

Sebelumnya Tim penyidik KPK telah memeriksa sejumlah saksi terkait penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan Shelter Tsunami di Kabupaten Lombok Utara.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika membeberkan 12 saksi yang diperiksa itu, ada dari pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek berinisial AN, kemudian 5 orang saksi dari panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP), masing-masing berinisial YS selaku ketua, IJ selaku sekretaris, dan inisial SHT, MS dan KS selaku anggota.

Baca Juga :  Pemprov Optimis Bayar Utang 2021

Saksi lainnya ada dari kelompok kerja (Pokja) sebanyak 3 orang, inisial DJM selaku ketua, AH selaku sekretaris dan satu orang lagi sebagai anggota Pokja berinisial IRH. “Tiga saksi lainnya dari konsultan manajemen kontruksi, masing-masing berinisial DJI, WP dan SKM,” sebut Tessa.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, para saksi tersebut, yakni Staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB, Darwis, Kepala Kantor BPBD Lombok Utara tahun 2015, R. Tresnadi, Kepala BPKAD Kabupaten Lombok Utara periode tahun 2014–2015, Kholidi Holil.

Selanjutnya Direktur Utama PT Utama Beton Perkasa (NTB), Roby, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) NTB, sekaligus mantan Kabid Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB, Sadimin, dan perwakilan PT Indra Agung, Muhammad Taufik.

Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp 19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.

Pekerjaan proyek pembangunan Shelter Tsunami di Lombok Utara ini berada di bawah Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi NTB, pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (rat)

Komentar Anda