SELONG—Penanganan kasus dugaan korupsi pembangunan SDN 7 Terara, sejauh ini belum ada kemajuan yang cukup signifikan. Bahkan sejauh ini pihak kejaksaan belum memiliki bukti yang kuat untuk menetapkan tersangka. Sehingga penanganan kasus ini berpeluang untuk di SP3-kan (dihentikan,red).
Penanganan kasus ini sendiri dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Kejaksaan membidik kasus ini karena diduga kuat telah terjadi penyimpangan. Bahkan sejumlah pihak terkait telah diperiksa, mulai dari pejabat di Dikpora, pihak sekolah, termasuk anggota DPRD Lotim yang diduga kuat ikut terlibat.
Selain itu, kejaksaan juga telah turun bersama tim ahli untuk melakukan cek fisik pengerjaan pembangunan sekolah itu. “Kita masih akan pertimbangkan untuk di SP3-kan,” ungkap Kajari Selong, Tri Cahyo Hananto, Senin kemarin (5/12).
Diakuinya, hasil penyidikan selama ini, pihak penyidik sendiri belum memiliki alat bukti yang lengkap untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi dalam proyek pengerjaan itu. Termasuk juga menyangkut kerugian negara, hal itu juga sejauh ini belum ditemukan. “Pertimbangan akan dihentikan, karena kurangnya alat bukti,” lanjut Cahyo.
Disisi lain, proyek pengerjaan gadung sekolah telah tuntas dilakukan sesuai dengan konstruksi dan perjanjian kontrak. Namun lanjutnya, persoalan yang muncul dalam pengerjaan sekolah ini disebabkan karena adanya miskomunikasi antara pihak panitia dan pihak lainnya yang terlibat didalamnya. “Namun saat ini permasalahan itu telah diselesaikan. Begitu juga dengan bangunan fisik gedung, juga telah tuntas dikerjakan,” sebutnya.
Melihat semua itu, kejaksaan untuk sementara berkesimpulan jika dugaan penyimpangan kasus SDN 7 Terara sejauh ini masih belum cukup bukti untuk diproses lebih lanjut. “Selain itu tidak ditemukan juga kerugian negara, karena adanya bukti fisik gedung yang telah dibangun,” jelas Cahyo.
Pembangunan SDN 7 Terara sendiri dibangun dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaharaga (Dikpora) Lotim. Namun dalam perjalanannya, pengerjaan gedung sekolah dengan anggaran sekitar Rp. 600 juta itu bermasalah. Bahkan proses pengerjaanya pun sempat mangkrak.
Persoalan ini pun menjadi sorotan sejumlah pihak, termasuk Inspektorat dan kalangan Dewan Lotim sendiri. Sementara di awal penanganan proses hukum di kejaksaan, saat itu pihak kejaksaan begitu optimis akan membuktikan dugaan tindak pidana korupsinya. (lie)