MATARAM – Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Ungkapan ini layak disematkan kepada MAA (51), pria yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus prostitusi anak di bawah umur.
Kasus ini terkuak bukan dari laporan aparat, melainkan setelah seorang remaja melahirkan di RSUD Kota Mataram. Bayi yang lahir itu sekaligus membuka kenyataan pahit—bahwa sang ibu, AP (13) adalah korban perdagangan manusia yang dijual oleh kakak perempuannya ES alias M (22) kepada pria paruh baya, demi imbalan uang dan ponsel.
MAA, yang dikenal sebagai pengusaha berpengaruh, ternyata berusaha menutup jejak dosanya. Begitu mengetahui korban hamil, ia menyuruh korban untuk meninggalkan Pulau Lombok. “Disuruh tinggal di Surabaya,” ujar Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, Kamis (12/6).
Korban pun menuruti permintaan tersebut. Ia dibawa oleh kakaknya sendiri, ES, ke Surabaya dan diberikan uang sebesar Rp 5 juta oleh MAA sebagai “bekal”. Namun, uang itu tidak cukup untuk bertahan, terlebih lagi luka batin dan tekanan psikologis korban tidak bisa dibendung. Akhirnya, mereka kembali ke Lombok.
“Semenjak melahirkan, baru diketahui semua kejadian ini. Kalau seandainya masih di Surabaya, mungkin kasus ini takkan pernah terungkap,” ungkap Joko.
Yang lebih memilukan, pelaku yang menjual korban justru adalah kakak kandungnya sendiri, ES. Ia menjual adiknya kepada MAA dengan harga Rp 8 juta, dan menjanjikan korban sebuah ponsel agar mau melayani pria tersebut.
Kepala Subdirektorat Remaja, Anak, dan Wanita (Renakta) Reskrimum Polda NTB, AKBP Ni Made Pujawati, menjelaskan bahwa peristiwa itu terjadi pada Juni 2024. “ES membawa korban ke salah satu hotel bintang empat di Mataram. Di sanalah korban disetubuhi,” jelasnya.
Kini, kedua pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. MAA langsung ditahan, sementara ES tidak ditahan dengan alasan kemanusiaan karena masih menyusui anaknya.
MAA dan ES dijerat dengan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan/atau Pasal 88 juncto Pasal 76 huruf i Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara. (rie)