
MATARAM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram masih memeriksa sejumlah saksi untuk kebutuhan penghitungan kerugian keuangan negara, pada kasus dugaan korupsi pokok pikiran (pokir) sejumlah Anggota DPRD Kota Mataram.
Pemeriksaan saksi-saksi itu berdasarkan petunjuk yang diberikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembanguan (BPKP) Perwakilan NTB, selaku auditor.
“Terakhir kegiatan kita sudah ekspose di BPKP, cuman kan mereka (BPKP) belum berangkat untuk periksa (penghitungan kerugian negara), karena masih nyuruh kita ada beberapa perlu dicek lagi, periksa (saksi) lagi,” ungkap Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Mataram, Mardiono, Rabu (23/4).
Dengan masih pemeriksaan saksi-saksi, BPKP Perwakilan NTB belum membentuk tim untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara. “Belum ada tim untuk audit. Kita sudah paparan ke sana (BPKP Perwakilan NTB), minta diperiksa ini-ini (saksi),” katanya.
Kasi Intel Kejari Mataram Muhammad Harun Al Rasyid sebelumnya mengatakan, dugaan korupsi yang diusut tersebut tahun 2022. Penanganan sudah tahap penyidikan.
Sejumlah saksi-saksi telah diperiksa. Mulai dari dinas yang menyalurkan dan penerima manfaat. Tak terkecuali Anggota DPRD Kota Mataram selaku pemilik pokir. “(Yang sudah diperiksa) Dari kalangan dinas dan penerima. Penerima itu kelompok. Sebagian sudah diperiksa,” ujar Harun.
Dikatakan, sejumlah saksi-saksi yang sudah dimintai keterangan saat proses masih berjalan di tahap penyelidikan, sebagian besarnya sudah diperiksa pada penyidikan ini. Pokir DPRD Mataram yang disalurkan ini sumbernya dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT). Besarannya belasan miliar. “Sumbernya dari DBHCHT yang disalurkan ke beberapa dinas. Bukan satu dinas, tapi di beberapa dinas,” sebutnya.
Sebanyak empat dinas yang menyalurkan pokir sejumlah Anggota DPRD Mataram tersebut. Salah satunya Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram. Nilainya sekitar Rp 6 miliar. Harun hanya menyebut, pokir yang disalurkan tersebut bentuknya berupa bantuan usaha dan penerimanya merupakan dari kalangan kelompok usaha.
“Para kelompok usaha itu mengajukan proposal ke dinas, cuman dia melalui anggota dewan. Dan dari anggota dewan diteruskan ke OPD (organisasi perangkat daerah) terkait. Dan OPD yang memverifikasi pemohon-pemohon tersebut,” ucap dia.
Penyidik telah menemukan indikasi perbuatan melawan hukum pada kasus tersebut. Namun, belum mau dijelaskan. (sid)