Kasus LCC Potensi Seret Empat Tersangka

Enen Saribanon (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali memasang plang penyitaan aset di Lombok City Center (LCC), yang berada di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lobar. “Iya benar, kemarin ada pemasangan plang penyitaan aset yang kami lakukan” terang Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera, Selasa (7/1).

Penyitaan aset dilakukan terkait perkara dugaan korupsi dalam kerjasama operasional (KSO) antara BUMD PT Tripat dengan PT Blis pada Lombok City Center (LCC). Memasang plang penyitaan aset di pusat perbelanjaan itu sudah dua kali dilakukan Kejati NTB.

Pemasangan plang penyitaan pertama kali dilakukan Senin (9/12/2024). Sedangkan yang kedua kali ini Jumat (3/1/2025). “Sudah dua kali pemasangan plang penyitaan aset. Pertama itu pemasangan penyitaan berkaitan dengan lahannya, terus yang kedua pemasangan plang penyitaan terkait gedungnya,” katanya.
Kasus yang ditangani ini masih berproses pada tahap penyidikan. Kejati NTB belum menetapkan tersangka dan belum menerima hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari auditor. “Kerugian negara belum keluar, dan belum penetapan tersangka juga,” ujarnya.

Kepala Kejati NTB Enen Saribanon sebelumnya mengatakan, ada empat orang yang berpotensi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. “Potensinya ada empat orang mungkin yang bertanggung jawab terhadap itu,” sebut Enen Saribanon, (9/12).

Namun mantan Wakil Kepala Kejati NTB itu masih enggan mem-publis. Perkara dugaan korupsi dalam KSO antara BUMD PT Tripat dengan PT Blis ini masih menunggu hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari akuntan publik.
Untuk sementara, Enen menaksir kerugian negara yang timbul mencapai Rp 36 miliar. Angka itu muncul dihitung dari harga jual lahan LCC seluas 36.079 meter persegi, yang dijadikan agunan ke Bank Sinarmas.
“(Potensi) Kerugian negara sebesar Rp 36 miliar. Dimana, aset (tanah) berupa sertifikat milik BUMD itu telah digadaikan pada PT Sinarmas Rp 500 miliar dan saat ini sudah kolektibilitas 5 dan sudah macet,” katanya.

Baca Juga :  Direksi ITDC Disarankan Gunakan Jalur Kekeluargaan

Nilai lahan pusat perbelanjaan yang berada di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Lobar itu senilai Rp 36 miliar. Sertifikat aset tersebut digunakan sebagai agunan untuk mengambil kredit ke bank sebesar Rp 500 miliar. “Jaminannya tidak hanya lahan itu (LCC), ada lain lagi. Ada aset-aset yang lainnya yang bukan milik Pemda Lobar (jadi jaminan). Yang milik pemda itu yang Rp 36 miliar,” ujarnya.
Dikatakan, dalam pengambilan kredit yang mengagunkan sertifikat milik pemerintah merupakan suatu perbuatan melawan hukum.

“Karena memang dalam aturannya itu, aset Pemda itu tidak boleh diagunkan ke bank. Saat ini kredit itu macet total. Kalau istilah perbankan itu kolektibilitas 5 yang memang sudah diambil alih, dan sudah bisa dilakukan pelelangan oleh Sinarmas,” ucap dia.
Dari pantauan Radar Lombok, sejumlah saksi telah diperiksa beberapa waktu lalu.

Mulai mantan Bupati Lobar Zaini Arony, H Moh Uzair selaku mantan Sekda Lobar, dua mantan Kepala Kantor Aset Pemkab Lobar Burhanudin dan Mahdan.
Kemudian ada nama L Gde Ramadhan Ayub selaku Kabid Pengelolaan Aset Lobar. Kemudian Syarif Hidayatullah mantan Kabag Ekonomi Pemkab Lobar, Lale Prayatni istrinya Sekretaris Daerah (Sekda) NTB Lalu Gita Ariadi. Lale dipanggil atas jabatan yang pernah diemban dahulu, sebagai Kabag Pembangunan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lobar.

Selanjutnya, Abdul Manan selaku mantan Camat Narmada, Kabid Pengelolaan Keuangan Pemda Lobar bernama Muh Adnan, mantan Kabag Ekonomi Pemda Lobar Aisyah Desilina Darmawati. Serta mantan PT Tripat Lalu Azril Sopandi.

Baca Juga :  Kasus Ceramah Ustadz Mizan Naik ke Penyidikan

Sebagai informasi, Kejati pernah mengusut dugaan korupsi di LCC. Waktu itu, dua orang yang menjadi tersangka, yaitu mantan Direktur PT Patut Patuh Patju (Tripat) Lombok Barat, Lalu Azril Sopandi dan mantan Manager Keuangan PT Tripat Abdurrazak.

Di pengadilan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama sehingga menimbulkan kerugian negara. Terhadap Lalu Azril Sopandi dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain itu juga ia juga dibebankan membayar uang pengganti sebesar Rp 891 juta subsider 2 tahun penjara.

Sedangkan vonis untuk Abdurrazak, 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 4 bulan kurungan. Abdurrazak juga turut dibebankan membayar uang pengganti senilai Rp 235 juta subsider satu tahun penjara.
Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014.

Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa lahan strategis di Desa Gerimak, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun kerja sama dalam pengelolaan LCC, dengan pihak ketiga yakni PT Bliss.

Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menyebut perjanjian kerjasama PT Tripat dengan PT Bliss merupakan pelanggaran hukum. Sebab selain klausul mencantumkan periode kerja sama yang tanpa batas waktu, juga tertutupnya peluang adendum. Pelanggaran hukum lainnya yaitu, lahan yang tidak boleh diagunkan tetapi ternyata diagunkan juga. (sid)