
MATATAM — Mantan Bendahara CV Agro Biobriket dan Briket (ABB), Baiq Dian Sasmita dihadirkan menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani di Lotim dan Loteng tahun 2020-2021, dengan terdakwa Amirudin dan Lalu Irham Rafiuddin Anum.
Dalam kesaksiannya di sidang yang merugikan Negara mencapai Rp 29,6 miliar itu, Dian membeberkan aliran uang KUR yang sudah dicairkan sebesar Rp 30,6 miliar. Dimana selain digunakan oleh mantan bosnya, Lalu Irham Rafiudin Anum untuk kebutuhan pribadinya, salah satu yang mendapatkan aliran dana KUR tersebut, adalah Krisbiantoro, dengan nominal mencapai Rp 4,7 miliar.
“Saya tidak tahu siapa dia, saya hanya disuruh oleh Pak Irham,” jawab Dian, saat ditanya siapa sosok penerima aliran dana itu.
Menurutnya, Krisbiantoro mendapatkan aliran dana KUR tersebut, secara bertahap, dan dengan nominal yang beragam. Saksi mentransfer uang tersebut, atas perintah terdakwa Lalu Irham. “Semua atas perintah Pak Irham, untuk apa uang itu, saya tidak tahu,” katanya.
Dana KUR itu terkuak juga digunakan oleh terdakwa Lalu Irham untuk melunasi mobil pribadinya jenis Innova Venturer Rp 102 juta. Juga untuk pembelian tiga unit truk dan satu unit pick up L300 secara kredit sebesar Rp 464,3 juta. “Info yang saya dapat, kalau untuk truk dan pick up sudah tidak ada,” ucapnya.
Selain Krisbiantoro, nama Abidin juga muncul dalam penerima aliran dana Rp 30,6 miliar tersebut, dengan nilai mencapai Rp 490 juta. Saksi juga tidak mengetahui uang itu peruntukannya untuk apa. “Saya hanya disuruh Pak Irham,” ungkapnya.
Kemudian saksi juga dalam keterangannya, pernah diperintah Lalu Irham untuk mentransferkan uang sebesar Rp 500 juta kepada Sugeng Widodo. Akan tetapi, uang itu dikembalikan lagi oleh Sugeng, sebanyak Rp 300 juta. “Dikembalikan Rp 100 juta dalam tiga kali. Lalu saya masukkan lagi ke rekening kantor,” tuturnya.
Peruntukan uang yang dikirim ke Sugeng, saksi tidak mengetahui. Namun semua itu atas perintah Lalu Irham. “Saya tidak tahu, saya hanya menjalankan perintah,” sebutnya.
Dari dana Rp 30,6 miliar itu, ada juga yang mengalir ke M Tani sebesar Rp 3,9 miliar; PT WBS Rp 55 juta; PT MUG Rp 25 juta; Kas Kantor, serta masuk ke rekening pribadi terdakwa Lalu Irham, dan lainnya. “Total terakhir saldo sebesar Rp 4 juta pertanggal 31 Agustus 2021. Semuanya atas perintah Pak Irham,” katanya.
Dalam perkara ini, ke dua terdakwa memiliki peran berbeda. Untuk terdakwa Amirudin yang merupakan mantan Kepala Cabang Bank BNI Mataram. Sedangkan Lalu Irham, adalah seorang Bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB, yang berperan sebagai pemilik CV ABB.
Dari dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam kasus ini pun telah muncul kerugian negara Rp29,6 miliar. Angka tersebut merupakan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.
Proyek penyaluran ini pun kali pertama muncul dari adanya kerja sama antara PT BNI Cabang Mataram dengan PT SMA dalam penyaluran dana KUR untuk masyarakat petani di Lombok.
Perjanjian kerja sama kedua pihak tertuang dalam surat Nomor: Mta/01/PKS/001/2020. Dalam surat tersebut PT SMA dengan PT BNI sepakat untuk menyalurkan dana KUR ke kalangan petani di Lombok Timur dan Lombok Tengah. Jumlah petani yang terdaftar sebagai penerima sebanyak 789 orang.
Dari adanya kesepakatan tersebut, PT SMA pada September 2020, menunjuk CV ABB milik terdakwa Lalu Irham untuk menyalurkan dana KUR kepada petani. Legalitas CV ABB melaksanakan penyaluran, sesuai yang tertuang dalam surat penunjukan Nomor: 004/ADM.KUR-SMA/IX/2020.
Keberadaan CV ABB dalam penyaluran ini pun terungkap karena ada rekomendasi dari HKTI NTB yang berada di bawah pimpinan Wakil Bupati Lombok Timur Rumaksi. (cr-sid)