Kasus KUR Jagung dan Tembakau, Giliran Bendahara HKTI NTB Diperiksa Jaksa

DIPERIKSA: Usai diperiksa jaksa, Bendahara HKTI NTB berinisial LIRA, digiring menuju mobil tahanan untuk dibawa ke Lapas Mataram. (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB kembali memeriksa tersangka kasus dugaan korupsi penyaluran bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) fiktif jagung di Lombok Timur (Lotim) tahun 2020-2021. Kali ini giliran tersangka inisal LIRA, Bendahara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB, yang diperiksa.

“Iya, hari ini tersangka LIRA yang diperiksa. Kalau kemarin (Rabu, red) kan AM (Mantan Kepala Cabang BNI Mataram, red),” kata Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera, Kamis (27/10).

Tersangka LIRA diperiksa di ruang penyidik pidana khusus Kejati NTB, untuk memberikan keterangan terkait tersangka AM, guna pemenuhan berkas perkara milik mantan kepala bank itu. “Diperiksa untuk pemenuhan berkas perkara AM. Begitu juga sebaliknya ketika AM diperiksa,” jelasnya.

LIRA mulai diperiksa sekitar pukul 10.00 WITA, dan selesai sekitar pukul 15.50 WITA. Selesai diperiksa, tersangka turun ke Loby Kejati NTB menggunakan rompi tahanan dengan dikawal jaksa. Selanjutnya masuk ke mobil tahanan jaksa untuk dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Mataram.

Kuasa hukum tersangka, Satrio Edi Suryo yang ditemui di Kantor Kejati NTB membenarkan terkait dengan pemeriksaan kliennya tersebut, sebagai saksi untuk tersangka AM. “Klien kami tetap bersikap kooperatif, dan siap mengikuti proses hukum ini,” ujarnya.

Untuk diketahui, kasus ini sebelumnya ditangani Kejati NTB, atas adanya laporan masyarakat. Terutama para petani yang menjadi korban pengajuan KUR fiktif di BNI. Permasalahannya yaitu para petani kesulitan untuk mendapatkan akses pinjaman di bank. Hal tersebut disebabkan karena para petani telah tercatat namanya sebagai penerima pinjaman KUR di BNI. Padahal para petani sama sekali tidak pernah menerima dana KUR tersebut.

Baca Juga :  Irjen Djoko Purwanto Resmi Jabat Kapolda NTB

Total jumlah petani tembakau yang tercatat sebagai penerima KUR fiktif ini sekitar 460 orang. Sebagian besar adalah petani tembakau di Kecamatan Keruak dan Jerowaru. Dari jumlah tersebut total pinjaman KUR fiktif yang menjual nama petani ini mencapai Rp 16 miliar lebih.

Kasus ini bermula pada Agustus 2020. Ketika itu, Dirjen salah satu kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, Dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.

Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit. Untuk petani jagung sekitar 622 orang yang tersebar di lima desa. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp 15 juta per hektare dengan total luas lahan mencapai 1.582 hektare.

Sementara petani tembakau yang tercatat sebagai penerima KUR ini sekitar 460 orang. Sebagian besar adalah petani tembakau di Kecamatan Keruak dan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan dana KUR mulai Rp 30 juta sampai Rp 50 juta per orang.

Baca Juga :  Diusulkan Jadi Pj Bupati Lobar, Jabatan Sekda Ibnu Salim tak Dipersoalkan

Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di lima desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker yaitu CV. Agro Briobriket dan Briket (ABB) serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR. Sementara untuk petani tembakau melalui BNI Cabang Praya.

Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau off taker, yaitu CV ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.

Namun persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjaman di BRI tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di BNI. Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp 15 juta hingga Rp 45 juta tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu. (cr-sid)

Komentar Anda