Kasus Kredit Fiktif, Jaksa Kantongi Bukti Peran Eks Bendahara Ditsabhara Polda

Bratha Hari Putra (ROSYID/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah (Loteng) mengaku telah mengantongi bukti kuat adanya keterlibatan mantan Bendahara Direktorat Sabhara (Ditsabhara) Polda NTB, IMS, yang diduga sebagai dalang dari kasus dugaan korupsi kredit fiktif Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Cabang Batukliang, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), yang menimbulkan kerugian negara sebanyak Rp2,38 miliar.

“Bukti keterlibatannya (IMS) sudah kami dapatkan,” tegas Kasi Pidsus Kejari Loteng, Bratha Hari Putra, Senin kemarin (3/10).

Alat bukti yang dikantongi tersebut, sesuai dengan yang terkandung dalam Pasal 184 KUHAP, yang mengatur terkait dengan pemenuhan alat bukti keterlibatan IMS. “Semua alat bukti keterlibatan yang bersangkutan sudah ada, sesuai dengan Pasal 184 KUHAP itu,” ujar Bratha.

Kendati sudah mengantongi alat bukti adanya keterlibatan mantan Bendahara Ditsabhara Polda NTB itu, Bratha masih enggan membeberkan secara rinci apa saja alat bukti dimaksud. Hanya saja dia menyebutkan alat bukti yang diperoleh mulai dari keterangan saksi, dokumen sitaan, dan keterangan ahli dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) NTB.

“Dengan alat bukti itu, sudah mendukung dalam penetapan tersangka,” beber Bratha.

Alat bukti lain didapatkan ketika adanya pengakuan dari IMS yang dihadirkan dalam persidangan dua terdakwa dalam kasus tersebut, yaitu Joh selaku “Account Officer” dan AF sebagai Kepala Pemasaran pada BPR Cabang Batukliang. Dengan begitu, diyakini semua alat bukti sudah dikantongi. “Alat bukti sudah kami kantongi semua,” imbuhnya.

Upaya jaksa dalam mengungkap peran orang lain ini akan terus dilakukan. Termasuk juga yang akan bertanggung jawab dalam memulihkan kerugian negara dalam kasus kredit fiktif yang mencapai Rp2,38 miliar tersebut.

Meskipun demikian, pihaknya belum bisa mengambil sikap lanjutan. Karena masih menunggu rencana koordinasi lebih lanjut antara Kejati dan Polda NTB. “Nanti kami lihat dari koordinasi itu, apakah akan dilakukan pemeriksaan lanjutan,” ucapnya.

Nama IMS muncul dalam kasus dugaan korupsi tersebut, sebagai pihak yang mengajukan kredit fiktif untuk 199 anggota polisi. Periode pengajuan itu berlangsung mulai tahun 2014 hingga 2017, yakni ketika IMS masih menjabat sebagai Bendahara Ditsabhara Polda NTB.

Selama mengemban jabatan tersebut, IMS melihat peluang adanya kerja sama pinjaman kredit antara Polda NTB dengan BPR. IMS bahkan mendapat perlakuan khusus dalam kerja sama antar lembaga tersebut. Sehingga dengan memanfaatkan kerja sama itu, IMS diduga mengajukan pinjaman kredit dengan mencatut nama 199 anggota Polri.

Peran IMS juga telah dikantongi jaksa ketika masih melakukan penyidikan terhadap dua orang tersangka, yang saat ini telah berstatus terdakwa. Dalam perkara tersebut, penyidik telah melayangkan pemanggilan terhadap IMS, namun tidak pernah diindahkan.

Dalam perkara ini, Joh selaku “Account Officer” menjadi terdakwa bersama AF yang menjabat sebagai Kepala Pemasaran BPR Cabang Batukliang. Ke duanya didakwa turut terlibat terkait munculnya kredit fiktif 199 anggota polisi, hingga menimbulkan kerugian Rp2,38 miliar. Kerugian itu muncul dalam periode pencairan kredit 2014-2017.

Karena itu, dalam dakwaan ke dua terdakwa didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31/2009 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (cr-sid).

Komentar Anda