MATARAM – Sekretaris Komisi I DPRD Provinsi NTB, H Rumaksi mendorong persoalan hukum sertifikat pribadi di hutan lindung Sekaroh Lombok Timur segera dituntaskan.
Menurutnya, saat ini satu-satunya solusi atas keberadaan puluhan warga yang mengantongi sertifikat pribadi di lahan hutan lindung yaitu keputusan pengadilan. Sengketa sertifikat pribadi di hutan lindung Sekaroh sejak lama telah ditangani oleh aparat penegak hukum. “Sekarang kita harus dorong dan desak penegak hukum untuk secepatnya memutuskan masalah ini, jangan biarkan masyarakat kebingungan dan tidak tahu mana yang benar,” kata Rumaksi kepada Radar Lombok Kamis kemarin (20/10).
Menurutnya, perbedaan sikap yang kontras antara Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi NTB dengan Dinas Kehutanan NTB, terkait status sertifikat tanah pribadi di kawasan hutan lindung Sekaroh membuat publik bingung. Hal tersebut dinilai sangat memalukan. Rumaksi sangat menyesalkan hal seperti itu terjadi. “Ini kan sama-sama instansi pemerintahan, kok sikapnya berbeda sekali. Jelas membingungkan masyarakat dan sangat memalukan,” ujarnya.
Rumaksi mengingatkan dua instansi pemerintah yang seharsnya bisa bersinergi dan meningkatkan koordinasi malah terlihat sebaliknya. Saling klaim dan mencari pembenaran lanjut Rumaksi , tidak akan pernah menemukan solusi apapun. Terlebih lagi kedua belah pihak sama-sama ngotot merasa dalam posisi yang benar dan sesuai aturan. Menurut Rumaksi, apabila ada warga yang tinggal di kawasan hutan, pemerintah daerah (pemda) memang berkewajiban mengeluarkan masyarakat. Namun tentunya dengan cara-cara yang tidak merugikan pihak manapun. “Keluarkan saja masyarakatnya, terus peruntukan hutan itu silahkan diatur oleh pemda,” sarannya.
Dinas Kehutanan sendiri meminta agar BPN mencabut atau membatalkan sertifikat pribadi yang ada di Sekaroh. Pasalnya, sekitar 34 sertifikat pribadi tersebut sudah jelas-jelas berada di Kawasan Hutan Sekaroh (RTK 15) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan Nomor 8214/Kpts-II/2002 tanggal 9 September 2002.
Pihak BPN NTB sampai saat ini tidak mau mencabut sertifikat pribadi di kawasan hutan lindung Sekaroh. Alasanya semua sertifikat pribadi yang diklaim masuk kawasan hutan lindung Sekaroh telah memenuhi semua unsur Undang-Undang (UU) dan berbagai aturan yang ada. Puluhan sertifikat yang saat ini menjadi sengketa tersebut dinilai berada di luar kawasan hutan lindung Sekaroh. “Sekarang saya minta kedua belah pihak menunggu saja keputusan pengadilan, apapun hasilnya harus ditaati. Makanya penegak hukum harus bisa lebih cepat menuntaskan masalah ini,” harap Rumaksi.
Sementara itu, Kepala Desa Sekaroh H Muhammad Mansur dalam surat pernyataannya menegaskan, semua sertifikat pribadi yang saat ini masih menjadi sengketa berada di dalam Kawasan Hutan Lindung Sekaroh RTK 15. Pasalnya, sertifikat-sertifikat tersebut terletak di Pantai Pink, Temeak dan sekitarnya. “Lokasi tersebut memang berada di dalam Kawasan Hutan Lindung,” tegasnya.
Selain itu, semua dokumen sertifikat (pemilikan dan sproradik – red) yang pernah diterbitkan sudah dibatalkan dan ditarik kembali pada tahun 2014. Hal itu dilakukan sesuai dengan instruksi Bupati Lombok Timur nomor 522.5/822IHUTBUN/2013. “Semua sertifikat tanah pribadi itu sudah tidak terdaftar lagi di kantor desa Sekaroh,” ungkapnya. (zwr)