Kasus Dugaan Pidana Pemilu Kepala Bapenda Dihentikan

Deny Hartawan (DERY HARJAN/RADAR LOMBOK)

TANJUNG – Bawaslu Kabupaten Lombok Utara (KLU) menghentikan penanganan dugaan pidana pemilu yang melibatkan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) KLU Ainal Yakin.

Seperti diketahui, Ainal Yakin sebelumnya diklarifikasi oleh Bawaslu lantaran ada pemasangan alat peraga kampanye (APK) secara gratis untuk paslon Bupati-Wabup KLU Danny Karter Febrianto-Zaky Abdillah di papan reklame yang disewakan pemda di Puskesmas Pemenang.

Ketua Bawaslu KLU Deny Hartawan mengatakan bahwa pihaknya sudah mengklarifikasi sejumlah pihak. Mulai dari tim paslon, hingga beberapa pejabat Bapenda. Salah satunya Ainal Yakin. Hanya saja dari hasil klarifikasi tidak ditemukan unsur pidana.

“Mereka sudah jelaskan alasan memberikan izin pemasangan APK untuk paslon. Itu ternyata tidak hanya bagi satu paslon tetapi semua paslon diberikan izin dengan dasar adanya surat pengajuan. Jadi itu tidak memenuhi unsur menguntungkan salah satu paslon,” jelasnya.

Kemudian terkait tidak dipungutnya pajak atau biaya dari pemasangan APK juga sudah dijelaskan oleh Ainal Yakin. Di mana memasuki tahapan kampanye, biaya pajak dari pemasangan APK dibebaskan sesuai diatur Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Yakni reklame dalam rangka kegiatan politik, sosial dan keagamaan yang tidak disertai iklan komersial dikecualikan untuk ditarik pajaknya. “Jadi sesuai ketentuan yang ada di internal mereka memang itu tidak berbayar. Itu sudah kita minta jelaskan dan didengar juga oleh jaksa dan polisi,” bebernya.

Selain itu, Bapenda sudah punya iktikad baik untuk meminta tim paslon menurunkan begitu ada teguran dari Bawaslu. “Ini cukup jadi pelajaran agar hati-hati dalam bertindak,” tegasnya.

Deny pun memperingati pejabat di jajaran Pemda KLU agar tidak membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Di mana pada Pasal 71 ayat 1 ditegaskan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, pejabat ASN, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Sanksi pidana sendiri tercantum dalam Pasal 188 Undang-Undang 10 Tahun 2016 itu yakni pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta. (der)