Kasus Bidikmisi yang Ditangani Kejari Diduga Tebang Pilih

Taufan MH (ISTIMEWA/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pengusutan kasus dugaan penyelewengan penyaluran beasiswa Bidikmisi gempa tahun 2018 gencar dilakukan Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram. Sayangnya, fokus hanya di Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) sesuai aduan masyarakat.

Padahal berdasarkan temuan Ombusdman beberapa waktu lalu, ada lima perguruan tinggi di NTB terindikasi melakukan penyelewengan terhadap Bidikmisi gempa tersebut.

Adapun kasus UMMAT ini sudah naik tahap penyidikan sesuai Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Mataram Nomor: Print-02/N.2.10/Fd.1/06/2022 tanggal 29 Juni 2022.

Taufan Abadi, Dosen Hukum di Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram) mengatakan, pada dasarnya, dalam hukum pidana ada delik biasa dan delik aduan. Delik biasa yaitu tidak perlu adanya pengaduan atau laporan. Sedangkan delik aduan harus ada pengaduan dari pihak yang berkepentingan secara langsung atau korban.

Dalam hal dugaan penyelewengan dana Bidikmisi gempa tahun 2018 oleh lima perguruan tinggi, maka hal pertama yang harus diurai adalah delik atau perbuatan pidana yang dilakukan, dalam hal ini yaitu tindak pidana korupsi. Dalam tindak pidana korupsi, bukan sebagai delik aduan. “Sehingga, tidak disyaratkan adanya pengaduan atau laporan,” kata Taufan kepada Radar Lombok, Kamis (14/7).

Baca Juga :  Reskrimum Polda NTB Terbitkan DPO Pelaku Dugaan Penipuan

Untuk sampai ke sana, lanjutnya, tentu memerlukan fakta-fakta. Di antaranya melihat dari pemberitaan media, penelusuran lembaga lain salah satunya Ombudsman. Itu salah satu dasar gerak penelusuran penegak hukum. Namun perlu diingat, tugas Ombudsman hanya sebatas pada bidang layanan publik, tidak menyentuh delik atau pelanggaran hukum pidana, namun setidak-tidaknya memberikan tanda-tanda kejanggalan.

Setelah adanya laporan, pemberitaan media atau hasil lembaga lain, maka ada tahap penyelidikan dan tahap penyidikan. Pada tahap penyelidikan, penegak hukum memdalami fakta, apakah ada ketentuan pidana (delik) yang dilanggar. Jika ada, maka akan dilanjutkan dengan proses penyidikan. Jika tidak, maka penegak hukum mengeluarkan surat pemberitahuan perkembangan penyelidikan yang menyatakan bukan sebagai tindak pidana, berdasar pendalaman fakta, alat bukti dan penyesuaian pasal.

“Yang menjadi pertanyaan, apakah perguruan tinggi lainnya sudah dilakukan penyelidikan atau tidak? Kalau melihat kondisi, seharusnya sudah dilakukan penyelidikan dan hasilnya bisa disampaikan ke publik. Jika memang tidak ada upaya penyelidikan terhadap kampus lainnya, maka tidak berlebihan ada anggapan tebang pilih,” imbuhnya.

Baca Juga :  Lima Kader PMII Jadi Tersangka Penganiayaan

Ditambahkan, walaupun pihak Ombusdman tidak melakukan pelaporan terhadap temuannya tersebut, sedikit tidak Kejari Mataram minimal melakukan penyelidikan jika ada temuan atau kejanggalan layanan publik. Terlebih lagi jika kasusnya menjadi perhatian publik. “Kalau penyelidikan itu minimal diperiksa dan dimintai keterangan,” cetusnya.

Jika Kejari Mataram hanya melakukan pengusutan atas dasar adanya aduan, menurutnya hal tersebut tidak tepat. Karena dalam tindak pidana korupsi, laporan bukan satu-satunya dasar penegak hukum bergerak mengambil sebuah tindakan. “Jika ada indikasi seperti kasus dugaan penyelewengan ini, seharusnya dilakukan penelusuran di semua kampus yang menerima dana. Itulah fungsinya penyelidikan, untuk dilakukan pendalaman, mencari data dan fakta. Karena sebelumnya ada indikasi dari Ombudsman dan pemberitaan beberapa media. Setidaknya itu dasar, karena delik korupsi bukan delik aduan, tidak perlu ada laporan resmi korban,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Kejari Mataram saat dihubungi oleh koran ini untuk dimintai klarifikasi, tidak memberikan tanggapan. (cr-sid)

Komentar Anda