PRAYA — Mahalnya harga kamar hotel, hingga ribetnya pemesanan jelang event MotoGP Mandalika, viral di media sosial (Medsos) X (Twitter), setelah diunggah oleh akun pribadi @lucywiryono. Lucy Wiryono, merupakan pembawa acara MotoGP di salah satu televisi swasta dari tahun 2008 hingga tahun 2022 lalu. Unggahan tersebut, kini telah dibaca 1,2 juta orang, dibagikan oleh 1,1 ribu orang, hingga dikomentari 294 warganet dengan beragam komentar.
Dalam unggahannya, Lucy Wiryono mengaku telah memesan paket kamar hotel pada 13 Agustus 2024 di aplikasi Agoda, dengan harga Rp 6,8 juta untuk tiga malam. Namun pemesanan tersebut harus menunggu persetujuan dari pihak hotel. Lucy diminta menunggu selama 24 jam.
Ia juga telah melakukan charge kartu kredit sejumlah harga paket kamar hotel. Jika tidak disetujui hotel, maka Lucy harus menunggu 30 hari untuk dikembalikan uangnya. Namun selanjutnya pada 14 Agustus 2024, pesanan kamar tersebut, justru berubah harga menjadi Rp 8,2 juta.
Karena itu, Lucy menyebut jika memesan kamar hotel di Mandalika adalah bidding, dan bukan booking. “Logikanya, yang booking di tanggal 13/08/24 kaya gue.. ya mana mungkin di approve lah. Kalo harga 14/08/24 lebih mahal. Ya pasti (hotel) ambil yang lebih mahal dong. Gak tau kalo besok dinaikin lagi. Semacam bidding jadinya, bukan booking,” jelas Lucy dalam cuitannya.
Unggahan Lucy ini menuai beragam reaksi dari warganet. Banyak yang berkomentar dan mengeluhkan harga akomodasi yang melambung tinggi jelang MotoGP. Lucy Wiryono saat dikonfirmasi mengatakan, harga kamar saat MotoGP bukan hanya pada tahun 2024, pada MotoGP 2022- 2023 sudah melambung tinggi. Dirinya bersama tim memang tidak booking kamar langsung, melainkan melalui aplikasi pemesanan.
“Harga kamar yang naik sudah bertahun-tahun memang sudah seperti itu, dan memang sudah pasti begitu, harganya naik. Cuma saya rasa tidak ada satupun konsumen yang merasa nyaman kalau harganya tinggi (kamar hotel), untuk apapun ya,” ungkap Lucy Wiryono saat dikonfirmasi, Kamis (5/9).
Meski demikian, pihaknya mengaku tidak bisa menyalahkan pihak hotelnya, karena penyebab kenaikan harga kamar hotel, adalah okupansi kamar hotel sepanjang tahun yang tidak stabil, atau terkait persoalan supply and demand.
Jika dibandingkan dengan Bali, yang diketahui okupansi kamar hotelnya bahkan sudah overload turis masuk ke Bali. Sehingga jika ada kenaikan harga kamar hotel, maka tidak terlalu jauh atau melonjak tinggi.
“Artinya apa? Ekosistem pariwisata di Bali jalan sepanjang tahun, dan tidak hanya mengharapkan satu event tertentu. Kalau ada event tertentu misalnya, liburan akhir tahun atau libur lebaran, maka pasti naik, tapi kenaikannya masih normal. Tapi kalau di Lombok, naiknya luar biasa karena ada MotoGP, dan tidak ada pilihan, terutama hotel-hotel di dekat lingkar sirkuit. Tapi tidak bisa disalahkan hotelnya, tidak bisa kita bilang hotelnya harus punya nasionalisme demi Indonesia,” tambahnya.
Pihaknya mengungkapkan, ekosistem pariwisata yang baik merupakan peran dari pemerintah, terutama Pemprov NTB. Sehingga melalui dinas terkait perlu membuat banyak event supaya tingkat okupansi hotel tinggi, dan tidak hanya mengharapkan MotoGP semata. “Saya juga punya teman di Lombok. Ya memang Lombok sepi kalau tidak ada MotoGP. Lombok itu sepi sekali, bukan destinasi utama orang untuk pergi ke Lombok untuk liburan,” terangnya.
Karena itu, dia menyebut nonton MotoGP ke Mandalika perlu dipikirkan berkali-kali. Bukan hanya harga kamar hotel yang mahal, tapi melihat harga tiket pesawat yang mahal juga membuat malas ke Lombok. Disatu sisi, pihaknya mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang besar.
Misalkan ada penggemar MotoGP yang tinggal di Aceh ingin nonton MotoGP. Sementara penerbangan dari Aceh ke Lombok jauh lebih mahal dibandingkan Aceh ke Australia. “Mendingan dia pergi ke Sepang, Malaysia dari pada ke Mandalika, tentunya lebih murah juga. Jadi dari tiket pesawat juga perlu disoroti, bukan hanya hotel. Tiket pesawat juga mahal dari mana-mana pun ke Lombok. Ditambah kalau ada event seperti MotoGP, naik lagi harganya,” ujarnya.
Deputy General Manager The Mandalika, Mamit Hussein mengatakan, sebenarnya ada dua penyebab masyarakat enggan beli tiket MotoGP Mandalika 2024. Masyarakat yang dari luar Lombok seperti di Jawa, Jakarta dan lain sebagainya cukup trauma dengan mahalnya harga akomodasi kamar hotel dan pesawat pada MotoGP 2022 dan 2023. “Demikian flightnya tinggi (harganya). Sehingga penonton yang menggunakan pesawat itu cukup menurun. Itu yang membuat kami kesulitan untuk meyakinkan mereka membeli tiket,” jelasnya.
Pihaknya mengakui banyak menerima keluhan dari para penonton soal mahalnya harga akomodasi, yang akhirnya mengurungkan niat untuk membeli tiket MotoGP. Kemudian persoalan kedua, karena kebiasaan masyarakat yang suka membeli tiket MotoGP pada last minute, atau beberapa hari jelang MotoGP.
“Jadi saya diskusi dengan penyelenggara tiket dan festival, memang penonton itu tidak bisa cepat-cepat beli tiket. Makanya sekarang kita buat untuk promonya di awal-awal, kemudian harga tiketnya nanti kembali normal,” sambungnya.
Pihaknya juga mengaku telah melakukan push segala macam untuk mempromosikan tiket MotoGP, mulai dari paket-paket bundling dan lainnya. Jika dibandingkan dengan nonton MotoGP di Sepang Malaysia, sebenarnya jauh lebih murah dalam hal akomodasi. “Kita berharap agar adanya kolaborasi antara pengusaha hotel, maskapai dan penyelenggara MotoGP,” harap Mamit Husein.
Sementara Pj Gubernur NTB, Dr Hassanudin dalam Rakor lintas sektoral untuk membahas persiapan penyelenggaraan MotoGP 2024, menyampaikan masih minimnya promosi even MotoGP di daerah. Buktinya, beberapa spot strategis di NTB seperti Bandara, justru tidak terlihat promosi even balap bergengsi tersebut.
“Mulai besok, saya akan turun ke lapangan untuk mengecek secara menyeluruh di NTB. Tidak boleh ada kekurangan dalam hal promosi. Kita harus mengisi semua kekosongan ini,” tegas Hassanudin.
Pj Gubernur juga mengaku menerima sejumlah masukan dan saran dari pihak ITDC dan MGPA, selaku penyelenggara event. Karena itu, semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga telah diminta segera menindaklanjuti masukan-masukan tersebut, termasuk laporan. “Secara real time saya meminta laporan, sehingga tidak boleh miss (kesalahan),” ujarnya.
Demikian Rakor ini, merupakan bentuk komitmen dan tanggung jawab pemerintah untuk mensukseskan MotoGP 2024. “MotoGP bukan hanya ajang balap motor internasional, tetapi juga momentum penting bagi NTB untuk menunjukkan kepada dunia tentang potensi kita. Karena itu, kita semua harus memberikan pelayanan terbaik, dan menciptakan kesan positif bagi semua yang hadir,” tegasnya.
Selain aspek teknis, Pj Gubernur juga menyorot pentingnya partisipasi masyarakat lokal dalam penyelenggaraan MotoGP. “Kita harus mendorong produk-produk lokal dan budaya NTB juga bisa ditampilkan kepada dunia,” pinta Hassanudin.
Sedangkan Dirut MGPA, Priandhi Satria langsung merespon kritik minimnya promosi even MotoGP di Mandalika. Pihaknya menyatakan akan segera menindaklanjuti masalah ini, dan berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk Chairman MotoGP Mandalika 2024, Troy Reza Waroka, untuk menentukan kapan promosi akan dipasang di BIZAM. Selain itu, promosi masif juga akan dilakukan di Kota Mataram.
“Setahu saya, di Kota Mataram ada mobile promo ya. Ada LED untuk media promosi. Tentunya diluar daerah juga, seperti di Jakarta, ada billboard untuk menayangkan. Termasuk di berbagai media massa mainstream nasional,” ujar Priandhi.
Tahun ini, target jumlah penonton yang diharapkan hadir menyaksikan balapan MotoGP di Mandalika, mencapai 100 ribu orang. “Semua orang, semua institusi, kementerian, lembaga sudah tahu apa yang mesti dikerjakan. Sehingga koordinasi selama ini berjalan dengan benar, baik dan cepat,” pungkasnya. (met/rat)