PRAYA — Tiga tersangka kasus dugaan korupsi proyek jalan menuju Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak, Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah (Loteng), kini bisa menghirup udara bebas, setelah gugatan praperadilan mereka diterima di Pengadilan Negeri (PN) Praya. Sehingga langsung dikeluarkan dari Lapas Kelas II A Mataram.
Namun demikian, para tersangka belum bisa bernapas lega. Pasalnya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Loteng akan tetap melanjutkan proses penyidikan terhadap kasus tersebut. Dan saat ini pihak Jaksa akan melanjutkan peroses penyidikan dengan membuat surat perintah penyidikan (Sprindik) yang baru, dan tim penyidik akan segera kembali menetapkan tersangka.
Sesuai putusan pengadilan, Jaksa telah mengeluarkan tiga tersangka, yakni FS selaku Direktur PT Indomnie Utama yang merupakan pelaksana pembangunan proyek TWA Gunung Tunak, SM selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan MNR selaku konsultan teknik pembangunan jalan tersebut.
Kasi Intel Kejari Lombok Tengah, Anak Agung Gede Agung Kusuma Putra menegaskan bahwa tim penyidik menghormati putusan Praperadilan terhadap tiga orang tersangka yang dilakukan di PN Praya. Sehingga tim penyidik juga sudah mengeluarkan tiga orang tersangka ini dari Lapas Kelas II A Mataram, Jumat 7 Juli, setelah sebelumnya dilakukan penahanan.
“Tim penyidik menghormati putusan Praperadilan Nomor: 2/Pid.Pra/2023/PN Praya tanggal 6 Juli 2023 terhadap pemohon SM dan pemohon MNR alias Hok, serta putusan Praperadilan PN Praya nomor 3/Pid.Pra/2023/PN Praya tanggal 6 Juli 2023 terhadap pemohon FS. Maka pada Jumat 7 Juli 2023, Penyidik mengeluarkan tiga orang tersebut dari Rutan Mataram,” ungkap Agung kepada Radar Lombok, Sabtu (8/7).
Pihaknya menegaskan, dengan adanya putusan praperadilan terhadap proses penyidikan tiga tersangka dalam kasus penyimpangan pekerjaan konstruksi pembangunan jalan akses TWA Gunung Tunak pada Dinas PUPR NTB tahun anggaran 2017 tersebut, Tim Penyidik tetap melanjutkan proses penyidikan dengan Sprindik yang baru. “Dan tim penyidik akan segera kembali menetapkan tersangka,” tegasnya.
Dijelaskan juga, bahwa dengan putusan praperadilan tersebut, tidak menggugurkan pokok perkara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung (MA) RI nomor 4 tahun 2016, yang menetapkan bahwa putusan Praperadilan yang mengabulkan permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka tidak menggugurkan kewenangan penyidik untuk menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka lagi. “Hal ini setelah memenuhi paling sedikit dua alat bukti baru yang sah, berbeda dengan alat bukti sebelumnya yang berkaitan dengan materi perkara,” tambahnya.
Sebelumnya, dalam dua sidang dengan agenda putusan terhadap praperadilan kasus korupsi proyek jalan menuju TWA Gunung Tunak, majelis hakim mengabulkan permohonan para tersangka. Majelis hakim menyatakan penetapan para tersangka tidak sah, dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan memerintahkan kepada Jaksa untuk mengeluarkan tersangka dari Lapas Kelas II B Mataram.
Dalam amar putusan tersangka inisal FS selaku Direktur PT Indomnie Utama, majelis hakim mengabulkan permohonan praperadilan tersangka dan menyatakan rangkaian tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Jaksa terhadap tersangka FS adalah tidak sah, serta menyatakan surat perintah penyidikan yang dilakukan Jaksa tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sehingga menyatakan penetapan tersangka FS dengan nomor :Print-68/N.2.11/Fd.1/06/2023 pada 8 Juni tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan kepada Jaksa untuk menghentikan penyidikan terhadap tersangka FS.
Begitu juga putusan Praperadilan tersangka SM dan MNR oleh majelis hakim juga mengabulkan permohonan kedua tersangka dan meminta agar mereka juga dikeluarkan dari Lapas.
Diketahui juga, tiga orang ditetapkan jadi tersangka dan ditahan Kamis (8/6) lalu, atas perkara pada tahun 2017 oleh Dinas PUPR Provinsi NTB telah melaksanakan kegiatan pembangunan jalan akses TWA Gunung Tunak. Kegiatan tersebut bersumber dari APBD Perubahan Provinsi NTB tahun 2017 yang dituangkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran Perubahan Dinas PUPR Provinsi NTB kurang lebih Rp 3.000.000.000.
Atas kegiatan pembangunan jalan akses TWA Gunung Tunak tersebut, setelah dilakukan pemeriksaan oleh ahli bersama dengan tim teknis. Dimana terdapat di beberapa titik yang tidak sesuai dengan spesifikasi. Sehingga menimbulkan kerugian negara sekitar Rp 400 juta.
Para tersangka dikenakan pasal untuk Primer yakni Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Terkait diulangnya proses penyidikan Kejari Loteng melalui Sprindik yang baru, FS yang sebelumnya ditetapkan tersangka, melalui kuasa hukumnya Gilang Hadi Pratama, meminta pihak Kejari agar menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) terlebih dahulu. “Saya akan bersurat untuk meminta surat perintah penghentian penyidikan,” kata Gilang, Minggu (9/7).
Menurut Gilang, rencana Kejari Loteng yang akan melanjutkan proses penyidikan itu, baginya merupakan hak jaksa. “(Namun) harus dihentikan (SP3) dulu,” tegasnya. (met/sid)