Kades Sekotong Barat Jalani Sidang Perdana

PUNGLI PRONA : Terdakwa kasus Pungli Prona Nursimah, Kades Sekotong Barat, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Mataram, Kamis (23/2) (M.Haeruddin/Radar Lombok)

MATARAM-Kepala Desa Sekotong Barat, Nursimah, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor (PT) Mataram kemarin atas posisinya sebagai terdakwa  kasus pungutan liar (Pungli) sertifikasi tanah masyarakat lewat program Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria).

Sidang dimulai sekitar pukul 10.30 dipimpin oleh hakim ketua Anak Agung dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Budi Tridadi. Nursimah didakwa dengan tiga dakwaan yakni dakwaan primer, dakwaan subsider dan lebih subsider.

Dalam dakwaan primer, terdakwa didakwa bersalah sebagaimana diatur dalam pasal 12 huruf e Undang- undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi.

“ Perbuatan terdakwa juga dalam dakwaan subsider sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 11 Undang- undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,” ungkap Budi Tridadi  membacakan dakwaan.

Sementara dalam dakwaan lebih subsider perbuatan terdakwa dianggap melanggar pasal  12A ayat (2) jo pasal 12 hurup e Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

[postingan number=3 tag=”pungli”]

JPU membacakan awal mula kasus ini. Terdakwa selaku Kades Sekotong Barat periode 2013-2019 mendapat jatah program sertifikasi Prona dari BPN Lombok Barat. BPN mengundang terdakwa dan Kades lainnya yang mendapat program tersebut untuk diberikan arahan. ”Dalam arahan tersebut terdakwa diberikan sebanyak 426 sertifikat dan beberapa persyaratan- persyaratan yang harus dilakukan oleh pemohon,”ungkapnya.

Persyaratan bagi warga yang memohon sertifikat seperti bukti perolehan hak atas tanah  yaitu berupa kwitansi atau surat jual beli di bawah tanda tangan atau akta jual beli, termasuk surat waris bermaterai 6000, foto copy SPPT dan SPPT PBB, Surat Keterangan Tanah dari Kades bahwa tanah memang dikuasai oleh peserta atau pemohon, pernyataan dari peserta pemohon bahwa sudah memasang tanda batas dan memperoleh persetujuan dari pemilik tanah sandingan. Untuk menindaklanjuti hal itu, terdakwa melakukan sosialisasi dengan mengundang seluruh Kadus dan BPD, serta pejabat desa lainnya pada tanggal 25 Januari.

Dalam perjalanannya, warga yang mau mendapatkan sertifikat tanah diberikan syarat tambahan. Terdakwa memerintahkan Kadus memungut uang masing-masing Rp 500 ribu per pemohon. Pungutan tersebut bisa diselesaikan dua tahap, tahap pertama Rp100 ribu dengan alasan pembelian  materai, map dan lain-lain. Tahap kedua Rp 400 ribu dibayar setelah sertifikat jadi dan diterima pemohon (warga_red). Dimana dana terakhir Rp.300 untuk desa, sisanya Rp 100 ribu untuk Kadus.

Nursimah didakwa menguntungkan diri sendiri atau orang lain.”Padahal terdakwa mengetahui bahwa memungut uang dari masyarakat dalam kegiatan Prona dilarang dalam peraturan perundang-undangan karena program ini gratis,” ungkap jaksa.

Soal dakwaan ini, Nursimah lewat pengacaranya, Edi Rahman menyampaikan tidak keberatan dan selanjutnya sidang bisa dilanjutkan dengan agenda lanjutan.” Kami tidak keberatan dan bisa langsung ke pembuktian,” ungkap kuasa hukum.

Dalam data Radar Lombok, terdakwa kena OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh Tim Saber Pungli NTB pada tanggal 14 Desember 2016. Pada waktu itu petugas berhasil mengamankan uang Rp 10 juta yang diduga hasil Pungli, serta sejumlah dokumen.(cr-met)