Kades Mambalan Didakwa Sengaja Pungli

Kades Mambalan Didakwa Sengaja Pungli
PUNGLI PRONA: Terdakwa Lalu Ahmad Yusni, terdakwa dalam kasus dugaan pungli prona Desa Mambalan saat mengikuti sidang pembacaan dakwaan, kemarin (12/2). (ALI MA’SHUM/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Sidang perdana kasus dugaan pungutan liar (pungli) penerbitan sertifikat program pemerintah tentang proyek operasi nasional agraria (Prona) Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Lombok Barat, dimulai.

Sidang dengan agenda pembacaan dakwaan dengan terdakwa Kepala Desa (Kades) Mambalan nonaktif Lalu Ahmad Yusni digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Mataram. Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Ida Ayu Made Yustika Dewi dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram mengatakan, terdakwa dijerat dengan dua dakwaan. Yaitu melanggar pasal 12 huruf e UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan subsidair.

Selain itu, terdakwa juga didakwa melanggar pasal  8 UU No. 20/2001 tentang perubahan atas UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP sesuai dakwaan primair. ‘ Ini dua pasal yang didakwakan kepada terdakwa,’’ sebutnya dalam sidang yang dipimpin oleh AA Putu Ngurah Rajendra di Pengadilan Tipikor PN Mataram, senin kemarin (12/2).

Dalam perkara ini, Desa Mambalan mendapatkan 200 alokasi prona sesuai keputusan kepala kantor pertanahan Lombok Barat tahun 2016. Selain itu, Desa Mambalan juga mendapatkan sebanyak 110 sertifikat alokasi lintas sektor (linsor). Kemudian, dari 310 pemohon prona, sebanyak 258 pemohon sudah melakukan pembayaran kepada perangkat desa dari bulan Januari sampai Agustus 2016.

Selain itu, ada juga yang melakukan pembayaran tanggal 9 Janjuari 2017 dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 11.557.000. Sedangkan sisa pemohon yang belum membayar oleh kepala desa (terdakwa) disebut sebagai utang . “Di mana hal tersebut dikatakan sendiri oleh terdakwa pada saat sehari setelah penyerahan sertifikat kepada staf Desa Mambalan dengan mengatakan bagi pemohon yang belum membayar alas hak kepada pihak Desa Mambalan. Maka biaya tersebut menjadi utang,’’ katanya.

Baca Juga :  Isteri Diduga Dihamili Tetangga, Suami Lapor Polisi

Pungutan prona dan linsor sebesar Rp 11.557.000 oleh peserta prona dan linsor tidak pernah mengetahui secara pasti perihal peruntukan atau pengeluaran sebagaimana yang telah digunakan oleh terdakwa. Baik untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Pemerintah Desa Mambalan juga tidak memiliki buku kas umum dan buku kas desa. Tapi diterima langsung dari pemohon dan tidak dimasukkan sebagai penerimaan pendapatan desa. ‘’Hanya dicatat dalam potongan kuitansi penerimaan dan untuk pembelanjaan dicatat dibuku dan kertas. Sedangkan buku dan kertas tersebut saat dipenyidikan tidak ada,’’ jelasnya.

JPU juga menyebut, terdakwa mengetahui aturan yang tidak memperbolehkan dilakukannya pungutan terhadap pemohon prona. Terdakwa juga mengetahui pasti tentang alokasi dana pelaksanaan kegiatan pronayang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis (juknis) kegiatan. Namun terdakwa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya tetap melakukan pungutan prona dan linor kepada masing-masing peserta prona. ‘’Bahwa perbuatan terdakwa menetapkan pungutan prona kepada peserta prona tahun anggaran 2016 untuk biaya-biaya operasional yang muncul selama pengurusan prona. Hanya merupakan dalih terdakwa untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Karena biaya-biaya yang muncul dalam tahapan-tahapan prona sudah dibiayai dalam DIPA masing-masing kantor pertanahan atau kota (lokasi Prona),’’ terangnya. (gal)

Komentar Anda