Kades Hasbi dan Perjuangan Melawan Stunting

Kepala Desa Kuripan, Hasbi.

Di Lombok Barat, Desa Kuripan Kecamatan Kuripan masuk di zona merah kasus stunting (kondisi anak yang tinggi badannya lebih rendah dari standar usianya). Ada 281 kasus hingga tahun ini. Kondisi lingkungan menjadi penyebab utamanya.Prilaku hidup tidak bersih memang bisa disaksikan setiap hari di kampung ini. Mulai dari buang sampah hingga BAB sembarangan. Hasbi, yang dulunya pentolan LSM dan ‘rajin’ demo pemerintah daerah, terpilih menjadi Kades Kuripan dan ditantang mengentaskan stunting dan menyehatkan pola hidup warga.

“Kita memang masuk zona merah stunting” ungkap Hasbi kepada Radar Lombok saat ditemui di ruang kerjanya di kantor Desa Kuripan, Kamis (26/9). Ruangannya penuh dengan oleh foto-foto aktivitasnya seperti foto pelantikan, foto bersama tokoh daerah dan lain-lain. Sejak dilantik, Hasbi memang fokus di desa. Tidak lagi seperti dulu saat dirinya berkecimpung di dunia LSM yang saban hari menyelami data kasus.

Berdasarkan data yang ada, jumlah kasus stunting di Desa Kuripan mencapai 281 kasus, paling tinggi diantara desa-desa lainnya. Dari jumlah ini, kasus terbanyak ada di Dusun Karang Rumak dengan 60 anak penderita, baru disusul Dusun Kuripan I yang mencapai 48 orang. Pemkab Lombok Barat menetapkan Kuripan masuk zona merah stunting yang butuh pendampingan khusus. Lombok Barat sendiri masuk sebagai daerah pilot penanganan stunting nasional oleh pemerintah pusat.

Kuripan memang sejak dulu masuk kawasan lingkungan kurang sehat. Di Dusun Karang Rumak misalnya, masih banyak rumah warga berdempetan langsung dengan kandang ternak mereka. Kotoran hewan ternak yang merupakan sumber penyakit berdekatan langsung dengan tempat keluarga. Masalah lainnya, masih ada ditemukan warga BAB sembarangan, tidak di jamban.

Hasbi mengaku telah memetakan persoalan-persoalan yang ada. Ia juga sadar bahwa faktor lingkungan yang tidak sehatlah yang membuat banyak penyakit datang, diantaranya stunting ini. Ada beberapa pendekatan yang dilakukannya.

Pertama pendekatan anggaran. Ia menargetkan tahun depan Kuripan bebas stunting. Total Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) yang dikelolanya tahun ini sekitar Rp 2 miliar. Sebagian dana ini dianggap cukup untuk menyukseskan program lingkungan. Tahun ini dari dana desa diambilkan sekitar Rp 200 juta untuk program gizi masyarakat, pemenuhan sarana, program Posyandu dan lain-lain. Jumlah ini tentu tidak sedikit, karenanya butuh tambahan dana “luar”. Misalnya saja, Kuripan mendapat bantuan dana dari Pemkab untuk program jambanisasi bagi KK yang anggotanya penderita stunting. Mereka dibuatkan jamban dengan gratis agar tidak BAB sembarangan.

Problem sampah juga harus ditangani. Warga tidak bisa lagi membuang sampah sembarangan. Harus ada sistem persampahan yang dibangun. Saat ini Pemdes Kuripan sedang membangun sarana TPS sampah. Lokasinya persis di bawah jembatan di perbatasan sebelah timur desa ini. Pemkab Lombok Barat memberikan hibah tanah seluas 10 are sebagai lokasi TPS. Saat ini sedang dikerjakan jalan menuju TPS. Jika sudah jadi, Pemkab juga telah berjanji akan membantu pengadaan alat pencacah sampah dan kendaraan angkut. “TPS ini nantinya juga sebagai aktivitas ekonomi warga, terutama memilah sampah yang bisa diolah menjadi barang ekonomis. Nanti dikelola oleh BUMDes,” ungkapnya.

Kedua, pendekatan gerakan. Diantaranya menghidupkan kembali Gerakan Jumat Bersih. Asal tau saja, Gerakan Jumat Bersih pernah booming di Lombok Barat pada era Bupati H. Lalu Mujitahid, putra Kuripan. Gerakan Jumat Bersih juga dulu diawali di desa ini. Spirit sejarah itu yang diambil. Setiap Jumat warga diajak bergotong-royong membersihkan lingkungan baik itu pekarangan, selokan, lahan masjid maupun jalan raya. 

Ia juga berkomitmen menekan kasus merariq kodeq (pernikahan dini). Secara langsung maupun tidak langsung pernikahan dini menjadi penyebab stunting. Minimnya pengetahuan tentang gizi menyebabkan pasangan nikah usia dini tidak memperhatikan nutrisi anak. Di Lombok Barat kasus pernikahan dini masih ada. Itu sebabnya ada Peraturan Bupati Lombok Barat nomor 30 tahun 2018 tentang pencegahan pernikahan usia dini, juga sebagai landasan daerah menjalankan Gerakan Anti Merariq Kodeq (Gamaq). “ Pokoknya warga kami yang nekat nikah di bawah umur tidak kita restui dan tandatangani,” ungkap Hasbi.(git)

Komentar Anda