Kades Dasan Borok Ngantor Dirumah Warga

SEWA RUMAH: Inilah rumah warga yang disewa untuk dijadikan kantor desa sementara Desa Dasan Borok, setelah lahan kantor desa masih sengketa dan disegel warga karena belum dibayar tanahnya (GAZALIE/RADAR LOMBOK)

SELONG—Sengketa lahan Kantor Desa Dasan Borok, Kecamatan Suralaga, Lotim, hingga kini masih belum berakhir. Kantor Desa ini disegel sekelompok warga sejak 13 Februari lalu, dimana kondisi ini menyebabkan aktifitas di Kantor Desa menjadi lumpuh total. Kepala Desa (kades) setempat yang baru terpilih, terpaksa menyewa rumah warga untuk dijadikan kantor sementara.

Penyegelan dilakukan, lantaran lahan kantor desa seluas 11,5 are itu masih belum dilakukan pembayaran. Lahan tersebut diketahui milik mantan Kades sebelumnya, Rafi’i yang gagal terpilih pada Pilkades serempak beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, pihak desa diberikan tenggat waktu sampai 13 Februari untuk melunasi pembayaran lahan, dengan nilai sekitar Rp. 650 juta. Namun sampai batas tenggat waktu, pembayaran tak kunjung dilakukan.

“Saya masih baru. Infomasinya sih penyegelan karena lahannya belum dibayar. Tanah itu milik pribadi mantan Kades, Pak Rafii,” jelas  Kades Dasan  Borok, Angga Sarimah, Senin (6/3).

Dikatakan, Desa Dasan Borok merupakan desa pemekaran. Syarat untuk bisa mekar, harus menyiapkan lahan (kantor desa), sehingga bisa terbentuk desa definitif. Sehingga mantan Kades sebelumnya menggunakan lahan pribadinya untuk dijadikan lokasi tempat dibangun kantor desa. Hal itu pun katanya diketahui oleh masyarakat setempat.

“Masalah apakah belum dibayar atau sudah, ini kan masih sedang diaudit Inspektorat. Kalau saya tidak berani berspekulasi mengatakan ini sudah dibayar atau belum,” akunya.

Sejak resmi menjabat sebagai Kades, persoalan lahan kantor desa tentu menjadi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan. Mereka pun telah mulai melakukan komunikasi dengan semua unsur  terkait di desanya agar tetap aman dan kondusif. Baik itu dengan pemerintah kabupaten, termasuk dengan unsur pemerintah desa maupun tokoh masyarakat setempat.

Baca Juga :  Sengketa Lahan Poltekpar, Pemprov Tegas Hadapi Warga

“Makanya kalau masalah tanah ini, kita akan tunggu dulu hasi audit yang dilakukan inspektorat. Karena dari BPD mengatakan sudah dibayar, sebagian lagi mengatakan belum. Ini yang perlu kita pastikan,” jawab dia.

[postingan number=3 tag=”lotim”]

Dijelaskan, penyegelan kantor desa saat itu dilakukan oleh masyarakat. Saat ini mereka pun terpaksa harus menyewa rumah warga untuk dijadikan kantor sementara. Ini dilakukan agar roda pemerintahan dan pelayanan masyarakat di desanya tetap berjalan normal seperti biasa. “Kalau akifitas sendiri, dan pelayanan tetap aman dan lancar.  Sama sekali tidak ada kendala,” akunya.

Untuk penyelesaian sengketa lahan Kantor Desa ini kata dia, pihaknya menyerahkan sepenuhnya ke kabupaten. Sebelumnya mereka sempat melakukan pertemuan di kabupaten dengan melibatkan semua unsur terkait. Pihak desa hanya diperintah untuk melakukan komunikasi dengan masyarakat.

“Kalau masalah kejelasan untuk pembayaran masih belum, karena butuh proses. Sebab, ini juga melibatkan pemerintah kabupaten. Intinya kita menunggu hasil audit,” jelasnya.

Terpisah, mantan Kades Dasan Borok, Rafi’i mengaku kalau lahan kantor desa kurang lebih seluas 12 are itu milik pribadinya. Lahan dijadikan sebagai tempat dibangunya kantor desa sejak desa ini mekar. Ketika itu dirinya sudah berulang kali melakukan pertemuan dengan semua unsur di desanya, untuk membuat surat jual beli, agar lahan itu dibayar ke dia.

Bahkan juga sempat dibentuk tim di tingkat desa supaya jelas ada pihak yang bertanggung jawab terkait pembayaran lahannya itu. Meski sudah ada kesepakatan, namun dirinya tak kunjung menerima uang pembayaran. “Sekitar tahun 2012 tanah ini akan dibayar, dengan harga Rp. 115  juta. Tapi sampai akhir 2012 tidak ada yang bayar,” tuturnya.

Baca Juga :  Yang Disegel Hanya Lahan Parkir Hotel Santosa

Setelah tahun 2012 lewat, pembayaran lahan makin tidak jelas. Dari itu semua unsur terkait desa kembali melakukan rapat, kemudian harga tanah itu naik sampai Rp. 400 juta lebih. Meski demikian uang pembayaran tak kunjung dia terima. “Karena tak digubris, akhirnya rapat lagi dengan BPD dan unsur desa lainnya. Didalam rapat harga tanah naik lagi sampai Rp. 880 juta,” terang Rafi’i.

Setelah tuntas Pilkades serentak akhir 2016 dan kalah,maka d ia pun kemudian meminta kejelasan ke pihak desa untuk segera melakukan pembayaran dari harga yang telah ditentukan. Bahkan pihak desa diberikan tenggat waktu sampai 13 Februari lalu. Jika tidak dibayar maka kantor desa akan disegel. “Itu ada kesepekatan. Bahkan saat penyegelan disaksikan Camat dan Kepolisian,” terang dia.

Sejak kantor itu disegel, dia pun telah melakukan pertemuan dengan pihak kecamatan. Pihak Camat meminta agar harga tanah yang sebelumnya telah disepakati Rp. 880 juta itu bisa diturunkan.  Saat itu dia meminta tenggat waktu untuk musyawarah dengan keluarganya.

Berselang beberapa hari kemudian, Kades kembali datang menemuinya . Dan Kades juga meminta agar harga tanah diturunkan dari harga semula. “Akhirnya setelah musyawarah dengan isteri saya. Harga turun menjadi Rp. 650 juta,” lanjut Rafi’i.

Untuk sementara, dirinya juga masih belum mendapatkan kepastian kapan tanahnya itu akan dibayar. “Katanya Kades rapat dulu. Tapi saya kasih batas sampai tanggal 25 April harus dibayar lunas,” tutup Rafi’i. (lie)

Komentar Anda