MATARAM — Kasus dugaan korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC), antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dengan PT Lombok Plaza, hingga kini belum dilimpahkan ke pengadilan.
Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih menyiapkan berkas dakwaan milik dua tersangka, yang terjerat kasus tersebut, yaitu mantan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Rosiady Husaenie Sayuti, dan mantan Direktur PT Lombok Plaza Doli Suthajaya.
“Belum dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa Penuntut Umum (JPU) masih merapikan berkas dakwaan,” ungkap Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kasi Pidsus Kejari) Mataram, Mardiyono, Minggu (4/5).
Jaksa Penuntut Umum menyusun berkas dakwaan ke dua tersangka, setelah menerima pelimpahan kedua tersangka dan barang bukti dari penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB. “Sudah diserahkan ke JPU oleh Penyidik (tahap dua). Tapi saat ini JPU masih merapikan dakwaan, belum dilimpahkan ke pengadilan,” jelas Mardiyono.
Ke dua tersangka saat ini ditahan. Dimana untuk penahanan mantan Sekda Rosiady dititipkan di Rutan Kelas IIB Praya, Loteng. Sedangkan Doli dititipkan penahanannya di Lapas Kelas IIA Kuripan, Lobar.
Kasus yang menyeret dua orang tersangka ini ditangani Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati NTB. Kepala Kejati NTB Enen Saribanon sebelumnya menyebutkan peran dari masing-masing kedua tersangka tersebut.
Doli Suthajaya selaku Direktur PT Lombok Plaza, waktu itu melakukan penandatanganan terhadap kerja sama dengan Pemprov NTB, untuk membangun NCC di lahan milik Pemprov NTB yang berada di Jalan Bung Karno, Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram.
“Dimana dalam melakukan kerja sama itu, ada untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan aset di Pemprov NTB. Dan kemudian di dalamnya terjadi penyimpangan,” katanya.
Sementara untuk peran Rosiady Husaenie Sayuti, melakukan penandatanganan dan menerima aset pemerintah berupa pengganti gedung Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) dari PT Lombok Plaza senilai Rp 6,5 miliar lebih, yang sebelumnya berdiri di lahan seluas 31.963 meter persegi tersebut. Seharusnya gedung pengganti yang diterima oleh pemerintah sebesar Rp 12 miliar.
“Untuk pembangunan NCC ini harus merelokasi beberapa gedung (yang sebelumnya sudah ada), seperti ruislag (tukar guling atau tukar menukar yang didasarkan atas persetujuan pemerintah) lah. Kemudian Labkesda, (termasuk) farmasi di dalamnya itu dilakukan pembangunan sebelum itu. Yang memang dalam pembangunan (Labkesda) itu adalah disebutkan nilainya Rp 12 miliar. Ternyata faktanya, yang dibangun itu gedung itu hanya senilai Rp 6,5 miliar lebih,” ungkapnya.
Pembanguan Labkesda senilai Rp 6,5 miliar lebih itu juga memiliki kekurangan, tidak sesuai spesifikasi. Kendati tidak sesuai perjanjian, gedung baru tersebut tetap diterima oleh Rosiady Husaenie Sayuti.
“(Labkesda baru) itu diterima oleh (mantan) Sekda NTB dalam keadaan yang memang seharusnya belum memenuhi persyaratan. Akibatnya, sekarang Labkesda yang seharusnya dibangun Rp 12 miliar itu, yang hanya dibangunkan Rp 6,5 miliar itu tidak sesuai dengan peraturan Permenkes. Itu bahwa tidak memenuhi standar, tidak bisa digunakan,” ujarnya.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (sid)