Johan Rosihan: Perusakan Kawasan Hutan Bisa Dikategorikan “Eco-Terrorism”

Anggota DPR RI Dapil Pulau Sumbawa Johan Rosihan (IST/RADARLOMBOK.CO.ID)

MATARAM–Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyebut saat ini sangat banyak kerugian negara akibat bencana yang disebabkan oleh perusakan kawasan hutan sehingga segala tindak kejahatan dalam bentuk pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan yang berlaku bisa dikategorikan sebagai Eco-Terrorism karena sebagai kejahatan terorganisir yang mengancam keselamatan lingkungan hidup kita semua.

Hal tersebut disampaikan Johan pada saat melakukan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Dirjen Palnologi Kehutanan dan Tata Lingkungan serta Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK di Gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (30/3/2021).

Politisi PKS ini menyebut Eco-Terrorism telah menyebabkan banyak terjadi bencana alam seperti banjir, erosi, dan tanah longsor sehingga pemerintah harus bersikap tegas dalam proses penegakan hukum agar memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan kehutanan di tanah air. “Selama ini sanksi yang diberikan lebih banyak bersifat administratif  berupa denda maka hal ini tidak memberi pelajaran akan dampak serius dari kejahatan kehutanan. Pelaku kejahatan kehutanan mesti diberi sanksi yang keras dan tegas agar lingkungan kita selamat dan hutan tetap lestari,” ujar Johan lewat ketarangan terlulis yang diterima Radar Lombok.

Legislator PKS yang berasal dari Pulau Sumbawa ini melihat berdasarkan data penegakan hukum pidana bidang kehutanan maka ditemukan semakin meningkatkannya jumlah kasus P21 setiap tahun, ia mencontohkan pada tahun 2019 terdapat 117 kasus dan meningkat drastis menjadi 159 kasus pada tahun 2020 lalu.

Johan minta strategi penegakan hukum bidang kehutanan memberi dampak keadilan bagi masyarakat luas karena masih sangat banyak kelakuan perusahaan raksasa yang telah merusak hutan dan mengganggu lingkungan serta konflik yang panjang hubungan industrial dan konflik lahan yang belum menunjukkan penegakan hukum yang adil buat semua. “Contohnya kerusakan hutan di Papua dan konflik dengan masyarakat adat belum ada keadilan hukum bagi masyarakat,” tutur Johan.

Johan juga mempertanyakan mengenai tindak lanjut pengenaan sanksi kepada pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan yang tidak melaksanakan kewajibannya, demikian juga dengan tindak lanjut proses penegakan hukum atas penggunaan dan pelepasan kawasan hutan yang tidak prosedural serta tindak kejahatan perusakan kawasan hutan lainnya. “Pemerintah harus lebih serius menghadapi kejahatan dalam bentuk Eco-Terrorism karena kejahatan kehutanan ini adalah kejahatan terorganisir rapi dan sering kali melibatkan mafia bisnis hutan yang telah merusak ekosistem hutan kita sehingga sejumlah tumbuhan dan satwa liar kita kian terdesak dan terancam dari habitatnya,”papar Johan.

Wakil rakyat dari Dapil Pulau Sumbawa, NTB ini menyebut luas pelepasan kawasan hutan selama periode 2004-2020 telah mencapai 2.953.256 Ha, yang hampir setiap tahun dalam periode tersebut selalu disetujui pelepasan kawasan hutan oleh pemerintah. “Saya mempertanyakan sejauh mana dampak kemanfaatan pelepasan kawasan hutan tersebut terhadap pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, harus ada analisa dan perhitungan cermat dari KLHK terhadap dampak pelepasan hutan tersebut, jangan sampai pelepasan hutan berdampak negatif terhadap lingkungan dan tidak memberi dampak signifikan untuk pembangunan yang bermuara pada kesejahteraan masyarakat kita,” tutup Johan Rosihan yang juga mantan Anggota DPRD Provinsi NTB ini. (*/sal)

Komentar Anda