Janda, Lansia, dan Anak-Anak Pondok Perasi Masih Terlantar

TUNTUT KEADILAN: Warga Pondok Perasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan saat menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Wali Kota Mataram, Rabu (14/5). (SUDIRMAN/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Warga Lingkungan Pondok Perasi Kelurahan Bintaro Kecamatan Ampenan, terus gencar menyuarakan keadilan. Mulai dari turun ke jalan menggelar aksi demonstrasi sampai bersurat ke DPRD Kota Mataram.

Aksi demo yang dilakukan sebagai bentuk luapan kekecewaan warga selama ini meski pada akhirnya mendapatkan tindakan anarkis. Warga Pondok Perasi tetap berharap untuk mendapatkan perhatian. Karena di tengah kondisi saat ini, tempat tinggal yang layak sangat diharapkan. Sejak pengusuran tahun 2019 lalu, mereka masih bertahan di tempat sederhana menggunakan tenda. ‘’Kami bertahan juga karena kondisi ekonomi tidak jauh dari tempat bekerja utama sebagai nelayan. Banyak warga lanjut usia (lansia), janda, dan anak-anak yang tinggal di tenda. Ini patut jadi perhatian untuk mendapatkan tempat layak,’’ kata salah satu warga, Nurjanah kepada Radar Lombok, Kamis (15/5).

Lahan di Lingkungan Pondok Perasi telah dieksekusi PN Mataram tahun 2019 lalu. Pemiliknya salah satu pengushaa asal Jakarta atas nama Ratna Sari Dewi memenangkan lahan sengketa tersebut. Dan saat ini, dibiarkan begitu saja dan dipangar spandek. Warga Pondok Perasi yang tidak dapat pindah ke Rusunawa Bintaro bertahan di depan lahan tersebut dengan membangun tenda tempat berteduh. Selama tujuh tahun mereka tidur di tempat sederhana dan tak layak itu.

Nurjanah bersama warga tetap bersabar selama ini di tengah ancaman dari preman sampai yang mengatasnamakan pengacara untuk mengusir mereka. Dari segi dampak psikologis warga selama ini sudah sangat terganggu. ‘’Kami sebagai warga Kota Mataram mengharapkan kepedulian saat ini,’’singkatnya.

Anggota Komisi III DPRD Kota Mataram, Ismul Hidayat mengatakan, aduan dari warga selama ini sudah beberapa kali muncul di publik terkait dengan kondisi warga di Pondok Perasi. Bahkan Komisi III DPRD Kota Mataram sebelumnya sudah turun ke lokasi, termasuk di tempat hunian sementara (huntara) yang masih dihuni beberapa KK dari warga Pondok Perasi dekat Rusunawa Bintaro. Kondisi tempat tinggal sementara warga tersebut memang sangat miris. ‘’Sudah bertahun-tahun aspirasi dari warga. Kita sudah sampaikan dibutuhkan penanganan cepat, apalagi kawasan tersebut dekat dengan pantai,’’ katanya.

Baca Juga :  Pemkot Usulkan 685 Formasi CPNS dan PPPK

Selama ini, bencana alam tidak luput dari kawasan tersebut seperti abrasi pantai dan banjir yang terus mengintai. Dengan kondisi seperti ini, diharapkan ada langkah konkret dari pemerintah untuk warga Pondok Perasi mendapatkan tempat yang layak. Terutama perhatian bagi para lansia, janda, dan anak-anak di kawasan tersebut.

Asisten I Setda Kota Mataram, H Lalu Martawang sebelumnya menyampaikan, Pemkot Mataram telah menyikapi aksi dari warga Pondok Perasi yang menyuarakan melalui aksi demonstrasi. Persoalan lahan tersebut dinilai murni sengketa antara pemilik lahan dan warga setempat. ‘’Itu murni sengketa lahan,’’ katanya.

Di sisi lain, Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram menyesalkan pelibatan anak-anak dalam aksi demonstrasi warga Pondok Perasi, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan di depan Kantor Wali Kota Mataram, Rabu (14/5). LPA menyoroti aksi tersebut karena puluhan anak yang masih duduk di sekolah dasar (SD) dilibatkan. “Seyogyanya dalam hal-hal seperti ini anak-anak tidak dilibatkan,” ujar Ketua LPA Kota Mataram, Joko Jumadi, Kamis (15/5).

Dalam aksi tersebut, warga memprotes dugaan perampasan lahan yang ditempati puluhan tahun. Padahal faktanya lahan tersebut milik seseorang yang sudah berkekuatan hukum tetap dan saat ini tengah mengajukan upaya pengosongan lokasi atau eksekusi. Pada aksi tersebut, cukup banyak anak dilibatkan sambil membawa spanduk dan tulisan tentang aspirasi warga. “Ini sudah eksploitasi anak ya,” katanya.

Baca Juga :  Marc Marquez Pimpin Parade MotoGP

Mestinya, kata dia, anak-anak pada jam tersebut masih berada di sekolah untuk belajar, bukan malah diajak untuk demontrasi. Meski demikian, LPA tidak menyalahkan orang tua anak yang disebut tergoda bujuk rayu pihak tertentu. “Mungkin orang tuanya tidak tahu juga persoalannya itu. Tapi para pendampingnya inilah yang harus dimintai keterangan kenapa harus melibatkan anak-anak,” ungkapnya.

Joko mengatakan, banyak nilai minus yang akan diingat anak-anak ketika ikut aksi demontrasi. Seperti perkataan kasar yang memang tidak semestinya disengat oleh anak-anak. Lalu dari aksi demontrasi yang berakhir ricuh, tentunya akan mengganggu psikologis anak karena bisa trauma melihat dan mendengar kekerasan. “Anak-anak mendengar omongan kasar kan tidak baik. Ya tidak baik kah seperti itu,” terangnya.

Di akhir pernyataannya, Joko menyampaikan penting untuk menjaga mental sedari dini. Karena apa yang didengar dan dilihat bisa mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak. “Jangan sampai anak trauma juga ya,” pungkasnya.

Asisten I Setda Kota Mataram, H Lalu Martawang juga menyesalkan pelibatan anak-anak saat aksi demontrasi. Karena sesuai standar pelaksanaan aksi dengan tegas dilarang dan tidak membawa anak-anak. Pemkot Mataram disebutnya menyayangkan sampai terjadi pelibatan anak-anak. “Mari kita sama sama saling menjaga. Jangan saling menuduh dan kita tidak ada alasan menuduh. Mari menjaga lisan,” katanya. (dir/gal)