Jaksa Tempuh Kasasi Vonis Bebas Ketua PHDI NTB

illustrasi

MATARAM – Jaksa penuntut umum (JPU) menempuh upaya hukum kasasi terhadap vonis bebas terhadap Ida Made Santi, terdakwa kasus UU Informasi Transaksi dan Elektronik (ITE).

Pemohon kasasi ialah Hendro Sayekti selaku perwakilan penuntut umum dan termohon ialah Ida Made Santi. Soal permohonan kasasi dari JPU ini, dibenarkan Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram Kelik Trimargo. “Iya benar, JPU melakukan permohonan kasasi,” kata Kelik, Jumat (10/2).

Saat ini, JPU hanya baru menyatakan sikap kasasi saja. Untuk memori kasasi, belum diserahkan ke PN Mataram. “Baru menyatakan sikap kasasi saja,” katanya.

Terdakwa yang juga selaku Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB mendapat vonis bebas dari majelis hakim PN Mataram, yang diketuai Muslih Harsono, dengan anggota Catur Bayu Sulistiyo dan Mahyudin Igo.

Dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung Kamis 26 Januari lalu di PN Mataram itu, majelis hakim menilai terdakwa sama sekali tidak memiliki niat menyebarkan berita bohong dan menyesatkan. Sehingga, unsur kebohongan atau menyesatkan tidak terbukti secara sah.

Majelis hakim mengatakan demikian, dengan melihat fakta-fakta di persidangan. Tidak ada fakta yang ditemukan bahwa terdakwa terbukti menyebarkan berita kebohongan dan menyesatkan pada postingan pelelangan objek dan tidak ada yang dirugikan.

Baca Juga :  Terpidana Korupsi Asrama Haji Ajukan PK

Sebelumnya, jaksa penuntut menyatakan terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.

Sehingga, jaksa penuntut menjatuhi terdakwa tuntutan penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.

Untuk diketahui, dalam kasus ini Made Santi terjerat kasus ITE yang dilaporkan oleh salah seorang mantan suami kliennya. Masalah ini bermula ketika Made Santi menjadi kuasa hukum dari seorang wanita berinisial NS, untuk masalah pembagian harta gono gini pasca-perceraian dengan suami kliennya berinisial GG.

Persoalan pembagian gono-gini sudah diputuskan dibagi dua. Hal ini sesuai keputusan peninjauan kembali (PK) dan Mahkamah Agung RI. Objek gono-gini waktu itu ada 9, salah satunya adalah Hotel B di Cakranegara. Karena gono-gini berupa benda material, sehingga tidak bisa langsung “digergaji” dan akhirnya diajukan lelang, sesuai dengan prosedur.

Permohonan lelang kemudian diajukan ke PN Mataram dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hal itu juga melibatkan tim appraisal independen yang menilai estimasi harga objek gono-gini tersebut. Pengumuman lelang untuk Hotel B juga sudah diumumkan PN dan KPKNL, termasuk di iklan media.

Baca Juga :  Kerugian Negara Kapitasi Puskesmas Babakan Dibeberkan

Waktu itu pandemi covid-19 gelombang awal, sehingga penjualan lelang Hotel B terkendala. Menurut taksiran tim appraisal, harganya mencapai Rp 20 miliar. Laku terjualnya Hotel B cukup lama, sehingga pelelangan diumumkan melalui FB. Dalam unggahan status FB Made Santi waktu itu menuliskan, “Barang siapa berminat dengan hotel ini, bisa hubungi saya dan mendaftar ke kantor KPKNL Mataram”. Postingannya disertai foto Hotel B dan sejumlah dokumen seperti hasil appraisal dan dokumen pengumuman KPKNL Mataram.

Atas dasar postingannya tersebut, Made Santi dilaporkan ke Polda NTB oleh mantan suami kliennya dengan kasus ITE. Dengan alasan memposting objek tanpa seizin GG, mantan suami kliennya.

Pada Maret 2021, Made Santi dipanggil penyidik Polda untuk diklarifikasi. Kasus ini kemudian berlanjut hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada awal Februari 2022. Pasal yang menjeratnya adalah Pasal 28, ayat (1), Undang-Undang ITE, terkait penyebaran berita bohong. Namun akhirnya Made Santi divonis bebas. (cr-sid)

Komentar Anda