
PRAYA – Puluhan massa yang tergabung dalam Dewan Pimpincan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Revoblik Indonesia (GMPRI) Lombok Tengah menggelar aksi demonstrasi untuk menyuarakan kasus dugaan penyalahgunaan biaya pengganti pengolahan darah Unit Tranfusi Darah Dinas Kesehatan (UTD Dikes) oleh RSUD Praya.
Massa mendatangi kantor Dinas Kesehatan (Dikes) Lombok Tengah dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Tengah. Di kantor Dikes, masa aksi terlibat aksi saling dorong dengan aparat kepolisian bahkan masSa sampai melempar telur ke kantor dikes. Hal ini dilakukan karena massa ingin ditemui Plh Kepala UTD dan pejabat berwewenang lainnya. Beruntung aksi saling dorong tidak berlangsung lama karena pihak terkait menemui mereka.
Koordinator Umum, Iqra Hafiddin menegaskan, jika menyebut soal UTD maka hal pertama yang muncul di benak masing-masing adalah kemanusiaan dan pertolongan kepada masyarakat. Ironisnya malah tidak disangka bahwa UTD saat ini diisi oleh tangan-tangan keji yang coba mengotorinya dengan perilaku-perilaku koruptif. “Sangat kuat dugaan kami bahwa pengelolaan dan operasional UTD Dikes Lombok Tengah dipenuhi dengan permasalahan yang sangat pelik. Maka kami meminta kejaksaan untuk menuntaskan penanganan kasus UTD ini paling lambat akhir Oktober. Jika tidak maka kami akan aksi lebih besar lagi dan meminta Kejati untuk mengambil alih semua penanganan kasus yang kami duga lamban penanganannya,” ungkap Iqra Hafiddin saat berorasi, Senin (18/10).
Kata Iqra, operasional atas aktivitas pelayanan di UTD sepenuhnya dibiayai melalui APBD. Jumlahnya sangat fantastis, bahkan setiap tahunnya cendrung mengalami kenaikan. Pada tahun 2018 berjumlah Rp 1,5 miliar, tahun 2019 Rp 1,4 miliar, tahun 2020 naik signifikan menjadi Rp 2,3 miliar. Dari kenaikan tersebut, tentu diharapkan tiap tahunnya akan terjadi peningkatan pelayanan kepada masyarakat. “Nyatanya masyarakat sering kali kesulitan saat membutuhkan pelayanan, mulai dari harus mencari donor pengganti dan lain sebagainya,” terangnya.
Ia menegaskan, dengan anggaran dari APBD yang diperuntukan bagi UTD yang sangat fantastis setiap tahunnya. Maka pihaknya mempertanyakan untuk apa peruntukan dana sebesar itu apabila masih ada klaim jasa pelayanan yang dilakukan. Karena diketahui bahwasanya UTD setiap tahunnya melakukan kelaim penagihan kepada RSUD Praya atas darah yang disalurkan peserta BPJS. “Konon untuk jasa pelayanan dan biaya pengganti kantong darah. Bagaimana halnya dengan pasien umum, apakah beban biyaya tersebut dibebankan kepada masyarakat. Kemana uang rakyat yang miliaran jumlahnya itu digunakan. Perlu diingat bahwa UTD bukanlah BULD yang artinya tidak boleh menerima pendapatan dari pelayanan yang dilakukan. Jangan sampai ada kesan UTD sedang berbisnis dengan produk darah mereka,” terangnya.
Iqra kembali menegaskan, kekosongan posisi kepala UTD yang saat ini sama sekali tidak menjadi alasan bagi seorang pelaksana tugas harian (Plh) untuk mengambil keputusan strategis terlebih terkait anggaran. Tugasnya hanyalah memastikan aktivitas dan pelayanan UTD tetap berjalan hingga ada kepala definitif. Baginya bahwa tindakan penyalahgunaan wewenang secara nyata dilakukan oleh Plh UTD dengan melakukan penagihan kepada RSUD Praya. “Kami meminta kepada Plh Kepala UTD untuk segera mengundurkan diri dari jabatannya. Jika tidak maka kami akan menyegel kantor UTD Dikes Lombok Tengah dengan massa yang lebih banyak,” terangnya.
Plh Kepala UTD Moh Munazir menegaskan bahwa produksi darah di UTD Dikes maupun UTD di tempat lainnya memiliki sumber yang sama yakni dari seorang atau sekelompok pendonor. Di mana jenis pendonor yang layak dan aman yakni untuk donor sukarela yaitu seseorang atau kelompok orang yang menyumbangkan darahnya dengan kesadarannya sendiri tanpa ada tekanan ataupun paksaan dari pihak lain yang dilakukan baik itu gedung UTD ataupun di tempat lainnya. “Mekanisme pemberian stok darah kepada pasien yang membutuhkan dari rumah sakit berdasarkan beberapa ketentuan seperti berdasarkan kadar hemoglobin darah pasien. Semakin rendah hemoglobin pasien maka mempunyai prioritas untuk diberikan stok darah lebih dulu dari pada pasien yang hemoglobinnya lebih tinggi,” terangnya. (met)