Jadi Temuan KPK, Biro Hukum Minta PKS Dishub dan KKB Dihentikan Sementara

GILI TRAWANGAN: Sebagai destinasi populer, Gili Trawangan di Gili Tramena, selalu ramai dikunjungi para wisatawan, baik wisatawan domestik hingga mancanegara. (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Pemprov NTB meminta agar perjanjian kerja sama (PKS) antara Dinas Perhubungan (Dishub) NTB dengan Koperasi Karya Bahari (KKB), terkait pemungutan retribusi di Gili Tramena dihentikan sementara. Permintaan ini disampaikan Kepala Biro Hukum Sekretariat NTB, Lalu Rudy Gunawan, setelah pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan PKS tersebut, tidak memiliki payung hukum yang jelas.

“Kalau saran kita ya hentikan dulu. Kita belum tau bagaimana tata cara kerja samanya, tata cara pemungutannya, pembagian hasilnya bagaimana, kan belum diatur secara jelas. Betul kata KPK, harus diatur secara jelas, ada payung hukumnya,” kata Rudy, Selasa (20/8).

Menurut Rudy, dalam membuat perjanjian kerja sama dengan pihak ketiga, harus ada payung hukum yang mengatur secara rinci tata cara dan teknis pelaksanaan, yang biasanya diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub).

Meskipun sudah ada Peraturan Daerah (Perda) tentang retribusi, pelaksanaan teknisnya, termasuk pola kerjasama dengan pihak ketiga, perlu diatur lebih lanjut oleh Pergub. “Kesimpulan nya, yang memang PKS dengan Karya Bahari tersebut belum ada payung hukumnya, maka harus dibuatkan dulu payung hukumnya yaitu Pergub sesuai amanat UU,” katanya.

Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2024 tentang pajak daerah dan retribusi daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 tahun 2023 pasal 66 ayat 6 termaktub bahwa tata cara penyelenggaraan kerja sama atau penunjukan pihak ketiga diatur dengan Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya harus dengan Pergub.

“Kalau ada Perdanya secara global maka harus dirinci diatur oleh Pergub. Kalau tidak ada, ajukan dulu Pergubnya. Setelah ada Pergub, baru buat perjanjian kerjasama. Jadi jelas semua, kemana uang itu disetor. Jelas jumlah PAD nya, harus jelas pembagiannya,” tegas Rudy.

Rudy juga menyoroti bahwa perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh Dishub NTB dengan Koperasi Karya Bahari tidak melalui koordinasi dengan Biro Hukum maupun Biro Pemerintahan Setda NTB.

Secara aturan, dalam membuat perjanjian kerjasama harus diharmonisasi oleh Biro Hukum. OPD tidak boleh membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga tanpa melalui Biro Hukum atau Biro Pemerintahan Setda NTB. “Sekarang tentang perjanjian kerjasama itu kami tidak tahu. Tidak ada di kami Biro Hukum,” ujarnya.

Baca Juga :  Kasus PMK Tembus 75.799 Kasus, 151 Ekor Mati

Dari perspektif hukum, hal ini menunjukkan adanya kesalahan prosedur dalam pelaksanaan kerjasama tersebut. Seharusnya, setiap kerjasama yang dilakukan dengan pihak ketiga, terlebih jika melibatkan potensi pendapatan asli daerah (PAD), harus didasari oleh payung hukum yang jelas.

“Kesalahan prosedurnya kalau dari Biro Hukum. Kalau ada Perda itu kemudian membuat kerjasama dengan pihak ketiga maka harus ada payung hukum yang mengatur tata cara penarikan retribusi,” tegasnya.

Saat ini, Pemprov NTB masih menunggu pengajuan Pergub dari Dishub NTB, yang hingga kini belum ada permintaan resmi untuk mengatur tata cara pemungutan retribusi dan kerjasama dengan pihak ketiga. Rudy juga menambahkan bahwa Pemprov tidak mengetahui kapan tepatnya perjanjian kerjasama tersebut dimulai, meskipun menurut informasi, PKS itu telah berjalan sejak Maret 2024. “Untuk pengajuan Pergubnya harus dengan OPD terkait. Tapi saya cek belum ada pengajuan,” ucapnya.

Inspektur pada Inspektorat NTB Ibnu Salim mengatakan audit terkait pengelolaan aset di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air (Gili Tramena), Lombok Utara masih terus berjalan. Saat ini Inspektorat tengah mengkaji dan melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait. Guna menghitung jumlah retribusi yang belum disetor dari pihak-pihak terkait. Termausk melihat pengelolaan pintu masuk kawasan destinasi wisata tersebut.

“Tim audit sedang berproses dalam pengumpulan data dan informasi terkait pengelolaan pelabuhan, pengaturan jasa tambat dan pola kerjasama para pihak. Baik itu Dishub NTB dengan easy booking serta koperasi setemoat (Koeprasi Karya Bahari,” timpalnya.

Sementara itu, Kepala Dishub NTB Lalu Mohammad Faozal mengungkapkan bahwa pihaknya telah menugaskan Koperasi Karya Bahari (KKB) untuk sementara mengelola parkir di Pelabuhan Bangsal, Lombok Utara, melalui Perjanjian Kerjasama (PKS). Langkah ini diambil murni karena ada kekosongan pada pengelolaan Pelabuhan Bangsal di KLU. “PP-nya ada, Perdanya ada. Pergubnya belum selesai untuk kita diatur mengenai pola kerjasama. Maka kita selesaikan dulu dengan PKS (Perjanjian Kerjasama),” ujarnya.

Faozal menjelaskan bahwa meskipun regulasi yang diperlukan, seperti Peraturan Gubernur (Pergub) tentang pajak dan retribusi daerah, belum selesai. Dishub NTB mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah ini sementara waktu dengan PKS.

Baca Juga :  62 Kasus Positif Baru, Empat Pasien Meninggal Dunia

Dia menegaskan bahwa PKS ini bersifat sementara dan akan dievaluasi lebih lanjut. Jika hasil audit dari Inspektorat merekomendasikan untuk menghentikan kerjasama dengan KKB, maka PKS tersebut akan berakhir secara otomatis.

“Tetapi apakah kita sekarang loss (hilang) pendapatan disitu. Sehingga kita tidak dapat apa-apa padahal kita ada potensi. Karena kita belum bisa membuat MoU, karena Pergubnya belum jadi. Apakah pilihannya itu (PKS dihentikan),” ucapnya.

Meskipun terdapat kendala dalam penyelesaian MoU karena belum adanya Pergub, Faozal memastikan bahwa pendapatan dari parkir tetap masuk ke kas daerah. Dia menjelaskan bahwa semua pendapatan dari parkir di Pelabuhan Bangsal telah memiliki kartu karcis yang dikeluarkan oleh Dishub dan Badan Pendapatan Daerah (Bappenda). Hasil pungutan tersebut disetorkan ke kas daerah setiap hari oleh KKB.

“Hari ini dia dapat pernarikan parkir. Maka hari besoknya itu dia harus setor ke kas daerah. Dan itu sudah bisa dibuktikan dengan bukti setornya tiap hari,” jelasnya.

Terkait adanya kemungkinan oknum juru parkir yang tidak menyetorkan pendapatan ke kas daerah, Faozal mengakui bahwa tidak semua kawasan di pelabuhan adalah aset milik pemerintah provinsi, sehingga pengawasan penuh terhadap seluruh area sulit dilakukan.

Dari kesepakatan antara Pemprov NTB dan KKB, Faozal menjelaskan bahwa terdapat dua orang juru parkir dan satu juru pungut parkir di Pelabuhan Bangsal setiap harinya. Pembagian pendapatan dari hasil parkir diatur dalam PKS dengan pembagian 60 persen untuk kas daerah, dan 40 persen untuk KKB.

“Jadi bagi-baginya itu 60:40 persen. Tapi karena kantongnya untuk menyetorkan kembalinya ke koperasi belum ketemu. Belum ada sistemnya untuk bisa mengembalikan 40 persen dari kas daerah maka koperasi setor bruto. Tetapi itu sangat bisa dibuktikan berapa besaran yang didapat dan yang disetorkan ke daerah. Sebab, semuanya menggunakan karcis di areal Pelabuhan Bangsal,” tutupnya. (rat)

Komentar Anda