Jabatan Kades Delapan Tahun Masih Abu-abu

Ahmad Nur Aulia (RATNA/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) belum bisa mengimplementasikan revisi Undang-undang (UU) Desa Nomor 06 Tahun 2014 pasca disahkan pada 28 Maret 2024. Dimana salah satu poin UU ini adalah mengatur masa jabatan kepala desa (Kades) menjadi 8 tahun, maksimal dua periode.

“Undang-undang itu nanti akan ada ketentuannya yang akan mengatur lebih detail, karena akan banyak yang perlu didetailkan,” kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DPMPD-Dukcapil) Provinsi NTB, Lalu Ahmad Nur Aulia kepada wartawan, Jumat kemarin (19/4).

Aulia mengatakan jika UU Desa tersebut sudah keluar, hal itu akan menjadi pedoman dalam pemerintahan. Sebab, nantinya akan ada penyesuaian-penyesuaian di desa sebagai konsekwensi dari lahirnya regulasi tersebut.

Sementara untuk saat ini masih ada beberapa catatan yang memang perlu pengaturan lebih detail, sehingga itu juga yang diminta petunjuknya ke pusat. Misalnya terkait dengan pemberlakuan masa jabatan Kades di seluruh Indonesia, termasuk di NTB. Hal itu mengharuskan ada aturan teknis dibawah UU sebagai pedoman pemerintah daerah dalam membuat kebijakan.

“Misalnya akan ada Kades yang habis masa jabatannya di tahun ini, apakah dia otomatis (diperpanjang, red), nanti kita lihat aturannya dulu. Kita akan diskusikan secara khusus itu ya. Saya belum berani kementar,” ujar Aulia.
Untuk diketahui, Ketua Baleg DPR Supratman Andi Agtas sudah menyampaikan poin-poin perubahan di revisi UU tersebut. Dia mengatakan ada 26 angka perubahan dalam revisi UU itu. Setidaknya ada tujuh poin garis besar yang kini diatur dalam revisi UU itu.

Dalam RUU ini, jabatan kepala desa telah disepakati oleh DPR dan pemerintah menjadi 8 tahun maksimal 2 periode secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Ketentuan Pasal 39 UU Desa Nomor 6 Tahun 2014 ini berkurang dari kesepakatan rapat pleno pengambilan keputusan di Baleg pada Juli 2023 lalu, yang mengusulkan supaya masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun, paling banyak dua kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Namun dibandingkan UU Nomor 6 Tahun 2014, ada penambahan masa jabatan. Sebab, dalam ketentuan lama Pasal 39 itu berbunyi masa jabatan kepala desa hanya selama 6 tahun, meski dapat menjabat paling banyak 3 kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.
Selain Kades, RUU baru ini juga menetapkan masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa menjadi 8 tahun untuk 2 periode, dari sebelumnya hanya selama 6 tahun untuk 3 periode, sebagaimana tertuang dalam Pasal 56.

Dalam Pasal 118 RUU Desa juga telah ditetapkan bahwa ketentuan kepala desa dan anggota Badan Permusyawaratan Desa yang telah menjabat selama 2 periode sebelum Undang-undang ini berlaku dapat mencalonkan diri 1 periode lagi berdasarkan Undang-undang ini.
Kepala Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa yang masih menjabat pada periode pertama dan periode kedua menyelesaikan sisa masa jabatannya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini dan dapat mencalonkan diri satu periode lagi.

Ketentuan RUU ini juga menetapkan baik Kades, maupun Perangkat Desa, menerima penghasilan tetap setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan,dan mendapatkan tunjangan purnatugas 1 kali di akhir masa jabatan sesuai kemampuan keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Anggota Badan Permusyawaratan Desa juga mendapatkan tunjangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang bersumber dari alokasi dana Desa dan besarannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota; mendapatkan jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan; dan mendapatkan tunjangan purnatugas 1 kali di akhir masa jabatan sesuai kemampuan keuangan Desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Namun, tetap tidak ada ketentuan pemberian penghasilan tetap. (rat)