MATARAM – Badan Pusat Statistik (BPS) RI merilis data Indeks Pembangunan Manusia (IPM) seluruh Provinsi di Indonesia. Hasilnya Provinsi NTB menempati urutan ke 29 dari 34 Provinsi di Indonesia, dengan tingkat capaian IPM hanya 68,65 atau lebih rendah dari standar IPM nasional yang mencapai 72,29.
Kepala BPS Provinsi NTB Wahyudin mengatakan rendahnya capaian IPM NTB dibanding daerah lain sejalan dengan tingkat pendidikan dan harapan hidup masyarakat NTB yang juga terbilang rendah .
“Posisi ini belum bergeser sejak beberapa tahun lalu, dimana ada dua indikator perlu ditingkatkan agar meningkatkan posisi IPM NTB, yakni pendidikan dan kesehatan. Dua indikator ini masih tertinggal jika dibandingkan dengan indikator ekonomi atau standar hidup layak yang terus membaik,” kata Wahyudin, Senin (23/5).
Menurutnya ada beberapa indikator penentu tinggi dan rendahnya capaian IPM suatu daerah. Di NTB, ada dua indikator yang perlu di tingkatkan nilainya. Pertama indikator Pendidikan, yakni angka rata-rata lama sekolah dan harapan lamanya sekolah. Kedua sektor kesehatan, yaitu usia harapan hidup manusianya.
Untuk indikator pendidikan, Wahyudin menyarankan agar mereka yang putus sekolah dapat mengikuti program sekolah paket ABC, sehingga rata-rata lama sekolah bisa ditingkatkan. Minimal usia sekolah dimulai dari umur 6 tahun hingga 25 tahun.
Dimensi pengetahuan pada IPM dibentuk oleh dua indikator, yaitu Harapan Lama Sekolah (HLS) penduduk usia 7 tahun ke atas dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) penduduk usia 25 tahun ke atas. Untuk indikator pendidikan bisa dilakukan dengan program paket.
Sedangkan pengaruh indikator kesehatan terhadap capaian IPM bisa dilihat dari Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH). Di mana UHH ini bisa merepresentasikan dimensi umur panjang dan hidup sehat masyarakatnya. UHH Provinsi NTB sepanjang tahun 2010 hingga 2021, telah meningkat sebesar 2,87 tahun atau rata-rata tumbuh sebesar 0,40 persen per tahun.
“Jangan sampai putus sekolah, agar harapan lamanya sekolah terus meningkat. Sedangkan untuk indikator kesehatan Umur Harapan Hidup saat lahir (UHH), agar bisa dijaga supaya jangan sampai kasus-kasus kematian bayi bertambah, termasuk juga mencegah pernikahan di usia dini,” ujarnya.
Untuk indikator ekonomi dari pengeluaran per kapita (PPP) dirasa cukup bagus. Di mana standar hidup layak masyarakat suatu daerah direpresentasikan oleh berapa pengeluaran per kapita atas dasar harga konstan 2012 yang disesuaikan. Pada tahun 2021, pengeluaran per kapita yang disesuaikan masyarakat NTB mencapai Rp10,38 juta per tahun, meningkat dibandingkan 2020 sebesar 0,25 persen.
“Pengeluaran per kapita yang disesuaikan Provinsi NTB 2020 mengalami penurunan dibanding 2019 sebesar 2,72 persen dan merupakan kali pertama sejak IPM dihitung,”
Ia merinci kabupaten/kota di NTB mengalami peningkatan IPM terbesar adalah Kabupaten Dompu. Sebaliknya Kota Mataram justru mengalami peningkatan IPM terendah. Pada tahun 2020, IPM Kabupaten Dompu mencapai 67,84 dan pada 2021 meningkat menjadi 68,45 atau meningkat sebesar 0,90 persen. Urutan IPM terendah masih ditempati oleh Kabupaten Lombok Utara sebesar 64,77, sedangkan urutan teratas masih di tempati Kota Mataram 79,14,”
Sebagai Informasi IPM NTB berada dibawah capaian IPM Maluku Utara, yakni sebesar 68,76 dan berada di atas IPM Kalimantan Barat 67,90. Terkait dengan IPM ini, menurut Wahyudi, tentu semua daerah ingin agar kondisi IPM semakin baik, termasuk daerah di NTB. Maka dari itu, penting agar semua indikator pencapaian IPM NTB yang masih rendah lebih ditingkatkan lagi. Termasuk sektor Pendidikan dan kesehatan ini perlu ditingkatkan agar kondisi IPM NTB semakin membaik.
“Capaian IPM pada suatu daerah tergantung pada kecepatan peningkatan IPM -nya. Untuk itu harus melihat dari sisi indikator mana yang kira-kira masih tertinggal di daerah tersebut. termasuk penyebab rendahnya IPM NTB,” tutupnya. (cr-rat)