Investasi Industri Manufaktur Masih Nihil

Ilustrasi Investasi
Ilustrasi Investasi

MATARAM–Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM-PTSP) Provinsi Nusa Tenggara Barat mencatat nilai investasi di semester I tahun 2017 sudah mencapai Rp 4,856 triliun lebih. Realiasi investasi yang tembus hampir Rp 5 triliun tersebut didominasi investasi padat modal, sementara investasi di sektor manufaktur/pengolahan justru nihil. Begitu juga realisasi investasi di sektor pertanian juga hampir nihil.

Tingginya realisasi investasi di Provinsi NTB baik itu Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di semester I tahun 2017 ini masih berkutat di investasi padat modal, yang belum bisa menjawab persoalan pengangguran dan kemiskinan di Provinsi NTB yang justru kian meningkat dan begitu juga ketimpangan ekonomi (gini ratio) yang kian melebar.

Kepala DKPM-PTPS Provinsi NTB, H. Lalu Gita Aryadi, Rabu kemarin (2/8) mengakui jika realisasi investasi di sektor manufaktur masih nihil. Hanya saja, Gita berdalih masih nihilnya realisasi investasi di sektor manufaktur/pengolahan karena masih di semester I. Kemungkinan realisasi investasi disektor manufaktur akan terdongkrak di semester II tahun 2017 ini. “Ingat ini masih semester I tahun 2017,” kata Lalu Gita Aryadi.

Gita mengatakan, pihaknya akan terus berupaya mendorong dan mempromosikan peluang investasi di NTB untuk sektor industri manufaktur/pengolahan di sejumlah daerah di Provinsi NTB. Salah satunya dengan cara, melakukan kaji mutu investasi, optimalisasi peran dari satgas investasi, promosi potensi manufaktur kepada investasi baik dalam negeri maupun luar negeri, sinergias usaha besar dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) dan industri rumah tangga serta percepatan mega agroindustri kawasan SAMOTA di Pulau Sumbawa.

Baca Juga :  Realisasi Investasi 2016 Tidak Capai Target

Berdasarkan data DPM-PTSP Provinsi NTB, bahwa di semester I tahun 2017 nilai investasi di NTB sebesar Rp 4.856.430.322.000, dengan rincian PMDN senilai Rp 4.294.306.320.890 atau 88 persen dan PMA sebesar Rp 562.124.001.110 atau 12 persen. Investasi di semester I masih didominasi PMDN seiring bergantinya kepemilikan saham PT AMNT yang sebelumnya bernama PT NNT.

Sementara itu realisasi investasi per sektor di semester I tahun 2017 ini adalah, Tambang Rp 4,182 trilun, pariwisata Rp 494,80 miliar, perdagangan Rp 121,61 miliar, jasa lainnya Rp 52,40 miliar, industri Rp 3,85 miliar dan perikanan Rp 840 juta.

Untuk negara investor di NTB antara lain, Perancis Rp 78,071 miliar, Australia Rp 73,547 miliar, Italia Rp 69,605 miliar, Rusia Rp 49,031 miliar, Selandia Baru Rp 48,729 miliar.

Sebelumnya pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi, Universitas Mataram (Unram), Dr. Firmansyah mengatakan, untuk memperluas lapangan pekerjaan dan menekan ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat semestinya pemerintah menggenjot investasi di sektor industri manufaktur/pengolaan. Karena persoalan ekonomi dan kemiskinan ini  tidak bisa dipisahkan dari investasi, peluang kerja dan pemerataan pendapatan.

“Kenapa perkotaan cukup tinggi ketimpangan ekonomi? Karena investasi mungkin lebih banyak di sektor perdagangan dan jasa, bukan di sektor manufaktur,” kata Firmansyah.

Menurut Firmansyah, kalau di urutkan bahwa investasi manufaktur justru yang paling banyak menyerap lapangan kerja, dari dampak langsung dari adanya investasi. Sementara itu, jika investasi di sektor tambang, pariwisata, seperti hotel, restauran dan lainnya, bisa berdampak terhadap perekenomian masyarakat, tapi kualifikasi sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan oleh sektor tersebut cukup tinggi.

Baca Juga :  NJOP Lahan Investasi Nganggur akan Naik Lagi

Akibatnya, penduduk di daerah pekotaan yang sebagiannya penduduk asli, tidak bisa terserap dan menikmati investasi yang begitu besar-besaran di daerah perkotaan,termasuk di Mall, ritel modern dan sektor perdagangan dan jasa lainnya.

Karena itu, lanjut Firmansyah, pemerintah daerah sangat penting dan perlu memikirkan dampak tidak langsung dari tingginya investasi sektor perdagangan dan jasa di daerah perkotaan dengan membangun bisnis lokal yang ikut menikmati adanya investasi tersebut.

Terlebih lagi di daerah perkotaan, seperti di Kota Mataram sudah banyak kawasan-kawasan unik untuk dijadikan pusat perdagangan rakyat. Seperti kawasan pantai Ampenan, pantai Loang Baloq, Pantai Gading. Hanya saja, tinggal bagaimana menata dan memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi penduduk setempat dan menciptakan daya tarik dalam menghidupkan ekonomi masyarakat lokal. Ketimpangan ekonomi itu bisa berkurang bila ruang-ruang pekerjaan untuk masyarakat luas lebih banyak.

Selain itu, pergerakan ekonomi harus mulai tersentral di perdesaan dan daerah penggiran yang ada di daerah perkotaan. Desa dan daerah pinggiran di perkotaan yang menjadi basis kemiskinan ini juga perlu jadi episentrum pertumbuhan ekonomi, dimana perlu jadi pusat produksi dan daerah perkotaan jadi muara pasar dari produksi yang dihasilkan penduduk perdesaan. (luk)

Komentar Anda