Intervensi Elite Tak Mampu Menangkan Jokowi-Ma’ruf di NTB

Agus, M.Si
Agus, M.Si (IST FOR RADAR LOMBOK)

MATARAM — NTB masih menjadi lumbung suara Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019. Hasil quick count sejumlah lembaga survei menempatkan pasangan 02 itu menang telak dari pesaingnya Jokowi-Ma’ruf dengan raihan suara rata-rata di atas 70 persen. Hasil ini nampaknya tidak jauh berbeda dengan Pilpres 2014. Waktu itu Prabowo-Hatta unggul di atas 70 persen melawan Jokowi-JK di NTB.

Banyak pihak yang memprediksi suara pasangan 01 akan melonjak, karena di NTB Jokowi-Ma’ruf didukung mantan Gubernur NTB, TGB Muhammad Zainul Majdi, termasuk dukungan dari sejumlah ormas besar di NTB. Bahkan sejumlah kepala daerah menyatakan mendukung. Namun nyatanya, pasangan nasionalis religius itu keok di NTB.

Pengamat Politik NTB, Agus, M.Si mengungkapkan, terjadi perubahan perilaku pemilih di NTB khususnya di Pilpres. Pemilih cukup independen dalam menentukan calonnya. Pemilih menentukan presiden atau wakil presiden sesuai hati nurani. “Saya melihat mereka memilih dengan sangat emosional. Artinya mereka sangat fanatik pada paslon presiden pilihannya,” ungkap akademisi Universitas Islam Negeri Mataram ini, kemarin.

Dalam kondisi psikologi pemilih yang demikian, maka intervensi elite menjadi tidak efektif. Dirinya pun menilai pengaruh TGB dan kepala daerah termasuk tokoh agama lainnya dalam menentukan pilihan masyarakat hampir tidak ada.

BACA JUGA: Bawaslu NTB Rekomendasikan Pemilihan Ulang di 16 TPS

Baca Juga :  Pendukung Jokowi-Ma’ruf Dipersilakan Hadiri YES 2019

Mantan Anggota KPU NTB ini menilai, ada beberapa penyebab runtuhnya perat elite dalam memengaruhi perilaku pemilih. Pertama, kampanye relatif panjang telah berhasil membentuk imajinasi pemilih terhadap paslon pilihannya. Kedua, secara sosiologis ini menandakan masyarakat NTB sudah sangat rasional dan semakin cerdas dalam kehidupan politik. Ciri rasionalitas politik tersebut, lanjutnya, pemilih tidak lagi tergantung pada peran elite seperti Tuan Guru, Gubernur, Bupati dalam menentukan pilihan.

Perubahan perilaku politik masyarakat dalam pemilu ini menurut Agus, menjadi catatan penting untuk dicermati para aktor politik di NTB. “Pengganti peran Tuan Guru dan elite dalam memengaruhi perilaku pemilih saat ini adalah peran media massa dan media sosial,” ungkapnya.

Sementara itu, pengamat politik lainnya, Ihsan Hamid mengatakan, ada beberapa faktor penyebab kekalahan paslon 01. Pertama, jika dilihat berdasarkan institusi politik, parpol pendukung 01 lebih serius menggarap pencalegan dibanding mengurus pilpres. Hampir semua caleg parpol pendukung fokus pada pencalegan. “Apalagi caleg tidak ada paksaan untuk mendapatkan jumlah suara tertentu untuk paslon capres cawapres,” ucapnya.

Kedua, jika dilihat dari irisan ormas, jemaah nahdiyin di NTB semakin rasional dalam menentukan pilihan capres cawapres. Mereka sejak awal memilih berdasarkan keyakinan dan kesukaan terhadap figur capres tersebut.

Baca Juga :  Rakernas Mantapkan Strategi Pemenangan Jokowi-Ma’ruf

Mereka paham ajakan ormas yang harus diikuti atau tidak, jadi doktrin sami’na waato’na tidak bertaji. Maka wajar dukungan NW dan NU tidak berpengaruh banyak terhadap raihan suara paslon 01. Ketiga, dilihat dari unsur kepala daerah yang mendukung paslon 01, misal Bupati Loteng, Lombok Timur, Lombok Utara, Lombok Barat dan lainnya, hanya sebatas memberikan dukungan lisan tanpa melakukan kerja-kerja politik yang serius bagi kemenangan paslon 01 sehingga tidak memberikan pengaruh bagi raihan suara.

Keempat, dari unsur tokoh kunci sekelas TGB sekali pun tidak mampu mendongkrak raihan suara paslon 01. TGB efek sudah luntur bahkan cenderung hilang. Itu karena TGB sudah tidak menjabat lagi menjadi kepala daerah. “Sehingga relatif publik cukup jenuh dengan sikap politik TGB tersebut,” imbuhnya.

Ke lima, faktor yang paling mendasar dan krusial adalah karakter pemilih 02 yang sangat militan di NTB. Karakter masyarakat di NTB suka pemimpin yang terkesan tegas, pemberani, dan mandiri. Sikap itu ditunjukkan paslon 02. Belum lagi keberhasilan paslon 02 memainkan politik identitas, seperti sentimen isu agama yang sangat susah dilawan paslon 01. “Isu ini bekerja dengan baik karena ditunjang mayoritas pemilih di NTB adalah muslim,” lugasnya. (yan)

Komentar Anda