Inspektorat Tangani Dugaan Korupsi JPS Gemilang

H Ibnu Salim AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK

MATARAM – Kasus dugaan korupsi pengadaan ikan teri kering untuk program Jaring Pengaman Sosial (JPS) Gemilang yang ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati), telah diserahkan ke Inspektorat Provinsi NTB. Program untuk pemberdayaan UMKM dan membantu masyarakat itu, diduga ada upaya mengeruk keuntungan pribadi oleh oknum tertentu.

Dugaan praktik korupsi tersebut menimbulkan kerugian negara. Kejati NTB meminta Inspektorat untuk melakukan audit. “Ya, Inspektorat akan menindaklanjuti sesuai ketentuan,” ucap Inspektur Inspektorat Provinsi NTB, H Ibnu Salim kepada Radar Lombok, Rabu (30/9).

Ikan teri hijau mulai disalurkan pada JPS tahap II sebagai pengganti telur. Pengadaannya dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTB, dan dipercayakan ke PT Gerbang NTB Emas (GNE).

PT GNE membeli seharga Rp 75 ribu per kilogram. Padahal harga di pasaran jauh lebih rendah. Selanjutnya ikan teri hijau yang dibagikan ke masyarakat beratnya seperempat kilogram. “Kita tindaklanjuti dengan pemeriksaan sebagaimana yang dilakukan oleh APIP selama ini,” ujar Ibnu. 

Pada JPS Gemilang tahap II, anggaran yang dikucurkan sebesar Rp 2,8 miliar. Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggandeng sekitar 20 UKM/IKM untuk memproduksi ikan teri kering jenis lore. Harga perkemasan 250 gram senilai Rp 19 ribu. Produknya disiapkan sebanyak 125 ribu paket sesuai dengan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM). 

Untuk tahap III, Dinas Kelautan dan Perikanan NTB menggandeng enam penyedia ikan teri kering jenis ijo dari kalangan perusahaan swasta. Dengan kesiapan anggaran Rp 2,4 miliar, harga beli per kemasan ukuran 250 gram senilai Rp 15 ribu.

Lalu bagaimana hasil audit Inspektorat? Ibnu mengaku, audit belum dimulai saat ini. Pasalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang melakukan pemeriksaan. “Saat ini pemeriksaan pendahuluan oleh aparat ekternal yaitu BPK sedang berlangsung. Jadi APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, red) menyesuaikan,” katanya. 

Setelah BPK menyelesaikan pemeriksaan, barulah Inspektorat akan masuk melakukan audit tentang pengadaan teri dalam JPS Gemilang. “BPK sudah masuk duluan. Memang ketentuan dalam penataausahaan pertanggungjawaban penanganan Covid-19 ini, dilakukan pemeriksaan setelah semua selesai (post audit). Pertimbangannya adalah solus populi supremi lex esto,” ucap Ibnu Salim. 

Apabila hasil audit nantinya ditemukan kerugian negara atau praktik korupsi, maka uang harus dikembalikan dalam jangka waktu 60 hari. Jika tidak dikembalikan, barulah diseret ke penegak hukum. 

Asisten Bidang Intelijen (Asintel) Kejaksaan Tinggi NTB, Munif sebelumnya menyampaikan, kasus pengadaan teri masih dalam tahap pengumpulan data (puldata) dan pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Sejauh ini, pihaknya sudah meminta keterangan berbagai pihak terkait, baik itu dari pihak pemerintah yang dalam hal ini adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB, maupun para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM).

Berdasarkan keterangan yang diperoleh, pihaknya menemukan adanya indikasi dugaan kerugian keuangan negara. “Kita tidak langsung menaikkan ke penyelidikan, kita serahkan ke Inspektorat dulu untuk dilakukan audit,” terangnya. 

Lebih lanjut disampaikan, apabila nanti hasil audit memang benar terjadi kerugian keuangan negara, maka biasanya pihak instansi atau pun rekanan akan diberikan batas waktu untuk mengembalikannya. Namun apabila tidak ada itikad baik untuk mengembalikan atau mengganti kerugian keuangan negara, maka barulah pihak kejaksaan akan menindaklanjuti persoalan tersebut ke tahap penyelidikan. “Kita utamakan penyelamatan kerugian keuangan negara, karena masyarakat sekarang tidak peduli seberapa banyak orang yang dipenjara. Tetapi bagaimana mereka bisa makan dan bagaimana menikmati pembangunan,” ujarnya. (zwr) 

Komentar Anda