Ikuti Ritual Rebo Bontong, MUDA Jadi Ikon Kota

REBO BONTONG: Pasangan calon nomor urut 3, Makmur-Ahda (MUDA) saat menghadiri tradisi Rebo Bontong digelar masyarakat lingkungan Gapuk, Dasan Agung, kemarin. (Ahmad Yani/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Tradisi Rebo Bontong jadi ritual budaya biasa dilakoni suku Sasak di Pulau Lombok dalam minggu terakhir bulan Safar. Tak terkecuali warga Kota Mataram yang sudah melaksanakan ritual itu setiap tahunnya.

Di tengah era globalisasi yang ditandai dengan deras terpaan budaya luar dan informasi dari luar. Tradisi Rebo Bontong notabenenya adalah tradisi dan budaya khas masyarakat Lombok, harus tetap dirawat dan dipertahankan. Sehingga tradisi itu tidak akan tergerus dengan situasi dan perkembangan zaman.

Hal itu disampaikan calon wali kota Mataram nomor urut 3, Lalu Makmur Said didampingi calon wakil wali kota, Badruttaman Ahda di sela-sela menghadiri kegiatan Rebo Bontong di kelurahan Dasan Agung, kemarin. “Terlebih, perayaan Maulid Nabi Muhammad dengan tradisi Rebo Bontong berupa mandi bersama di sungai hanya ada di Pulau Lombok,” kata mantan Sekda Kota Mataram tersebut.

Menurutnya, tradisi Rebo Bontong jadi tradisi dan khas budaya melekat sejak lama bagi masyarakat di Pulau Lombok. Religi dan budaya adalah dua hal yang jadi citra dan identitas melekat bagi Kota Mataram.

Sebab itu, nilai-nilai religi dan identitas kebudayaan harus tetap dipegang teguh dan dijaga dalam kehidupan masyarakat. Sehingga itu jadi ciri dan simbol Kota Mataram yakni Mataram yang Maju, Religius, dan Berbudaya.“Jangan sampai kita meninggalkan nilai-nilai religi kita dan tradisi budaya sudah turun temurun,” terangnya.

Menurutnya, jika dikelola dengan baik, tradisi Rebo Bontong justru bisa menjadi batu mulia bagi citra Kota Mataram. “Selain maknanya yang cukup filosofis di masyarakat kita. Ini juga bisa jadi modal untuk pariwisata berbasis kebudayaan,” ungkapnya.

Sementara itu, Calon Wakil Wali kota Mataram, Badruttamam Ahda mengungkapkan,  tradisi Rebo Bontong tidak semata-mata dimaknai sebagai kegaitan mandi bersama di sungai untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad di rabu terakhir bulan Safar. Melainkan terdapat makna-makna lain seperti simbolisme penyucian diri dan kegiatan komunal sosial yang belakangan banyak ditinggalkan masyarakat karena beralih ke budaya virtual.“Di Kota Mataram tradisi ini masih banyak dilakukan di Dasang Agung dan beberapa daerah lain dengan mandi bersama di Sungai Jangkuk. Dengan majunya teknologi sekarang, harusnya pemanfaatannya sejalan dengan upaya kita mempertahankan budaya. Kita suarakan budaya kita ini ke luar, karena tidak ada yang punya selain kita,” ujar Ahda.

Menurut Ahda, tradisi Rebo Bontong juga membawa nilai lokal yang menjadi ciri khas muslim Sasak di Lombok. Khususnya di Kota Mataram yang mengusung semangat kemajuan dengan tetap mempertahankan religiusitas dan kebudayaan.“Selain menghidupkan kebudayaan, ini juga menjadi ladang ibadah bagi kita umat muslim sekalian. Insyaallah jika ini dipertahnkan terus, Mataram yang Maju, Religius, Berbudaya dan Siaga akan semakin kuat,” lugasnya.(adv/yan)

Komentar Anda