IFSCA Latih Petani Jaga Kesehatan dan Keselamatan dalam Bekerja

IFSCA Latih Petani
DILATIH : Salah seorang petani menggunakan masker dan sejumlah alat keselamatan dalam bekerja saat mengikuti pelatihan IFSCA. (IFSCA KLU FOR RADAR LOMBOK)

TANJUNG – Universitas Mataram bekerja sama dengan Massey University-New Zealand dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) pada bidang East Indonesia Innovative Farming Systems & Capability for Agribusiness Activity (IFSCA) atau Inovasi Sistem Pertanian dan Kemampuan untuk Kegiatan Agribisnis Indonesia Timur.

Melalui IFSCA ini, masyarakat petani di KLU ditingkatkan kapasitas dan keterampilannya dalam budi daya hortikultura. Salah satu di antaranya adalah memberikan pelatihan kepada petani, bagaimana menjaga kesehatan dan keselamatan dalam bekerja.

BACA JUGA: Melalui IFSCA, Produk Hortikultura KLU Bisa Masuk Pasar Modern dan Perhotelan

Pelatihan dilaksanakan selama dua hari efektif (30-31 Juli 2018) yang diikuti oleh 57 orang peserta dari 28 anggota kelompok tani binaan IFSCA di KLU. Adapun 17 peserta merupakan perempuan.

Manajer IFSCA KLU Lukman Taufik menerangkan, program ini merupakan salah satu upaya pencegahan agar petani tidak mendapatkan luka atau cedera dalam bekerja. Sekaligus bagaimana agar lingkungan kerja aman dan bebas dari segala macam bahaya sehingga  memungkinkan petani menyediakan buah dan sayuran dengan kualitas tinggi, aman, dan berkelanjutan untuk pasar hotel maupun regional. “Sampai tahun ketiga ini implementasi program upaya pembelajaran kepada petani telah banyak kita lakukan dalam hal budi daya, penanganan hama dan penyakit tanaman, panen dan penanganan pascapanen berikut sistem pemasaran produk, termasuk menjaga kesehatan dan keselamatan dalam bekerja,” ujarnya kepada Radar Lombok, Rabu (1/8).

Pelatihan ini difasilitasi oleh Ikatan Dokter Idonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Perusahaan Pestisida dan Pupuk yang bekerja sama dengan Program IFSCA di KLU. Terkait dengan materi pelatihan, disarankan sedapat mungkin setiap peserta mengungkapkan kasus lapangan yang dijadikan sebagai bahan diskusi. Dengan demikian proses pembelajaran akan menjadi lebih efektif guna menjawab hal yang menjadi permasalahan dalam kesehatan dan keselamatan kerja.

Dijelaskan, esensi pengembangan hortikultura adalah mendukung kegiatan pariwisata di KLU dalam upaya peningkatan pendapatan petani. Namun demikian kesehatan dan keselamatan kerja menjadi hal yang harus menjadi perhatian segenap elemen. Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan pelatihan ini adalah peserta memiliki wawasan dan keterampilan dalam melakukan tindakan atau proses pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) di tempat kerja, dan peserta memiliki wawasan dan keterampilan dalam melakukan pertolongan pertama terhadap penyakit mendadak dan kecelakaan kerja yang muncul saat melakukan proses budi daya, penanganan hama dan penyakit tanaman, panen dan pascapanen tanaman hortikultura.

Baca Juga :  Pemda dan IFSCA Tentukan Kebijakan Recovery Ekonomi Bidang Pertanian

Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) KLU H. Melta yang diwakili Kabid Pertanian Lalu Muhammad mengatakan, pengembangan hortikultura menjadi bagian yang dirumuskan dalam dokumen RPJMD KLU tahun 2016-2021. Lebih teknis pengembangan hortikultura telah dituangkan ke dalam Rencana Strategi DKPP yang direncanakan akan dikembangkan dalam skala yang lebih luas ke daerah Bayan dan Kayangan dengan komoditas yang disesuaikan pada kebutuhan pasar.

Muhammad menekankan agar petani melakukan kegiatan budi daya dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja dengan menggunakan pestisida sesuai anjuran. Diyakini Muhammad, bahwa hal ini pasti bisa terwujud apalagi dimulai dengan niat agar produksi sayur dan buah yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi.

Narasumber dari IDI dr. Oksi menyampaikan, dalam proses pembelajaran tentang kesehatan dan keselamatan kerja harus membangun budaya SAFETY di area kerja. Sikap positif dalam mengembangkan keselamatan dan kesehatan kerja akan berdampak baik dalam mengurangi tingkat kecelakaan di area kerja. Lokasi kerja yang aman dan sehat akan meningkatkan produktivitas yang lebih baik. Untuk itu seyogyanya  diawali dengan mengatur tata letak perlengkapan kerja, identifikasi bahaya dengan baik dan benar.

Disisi lain, narasumber menekankan bahwa seyogyanya penerapan kesehatan dan keselamatan kerja dimulai saat melakukan aktivitas seperti saat mencampur atau mengaplikasikan bahan atau pestisida. Sebab dalam situasi ini petani langsung kontak dengan bahan yang memiliki kekentalan tinggi. Sebagai dampak terkena bahan beracun tersebut akan terjadi penumpukan dalam tubuh dan memicu terjadinya kanker, cacat pada keturunan, gangguan pertumbuhan maupun inteligensi.

Baca Juga :  Melalui IFSCA, Produk Hortikultura KLU Bisa Masuk Pasar Modern dan Perhotelan

Selain zat beracun, risiko dari lingkungan misalnya sengatan panas matahari dan dehidrasi juga bisa terjadi. Untuk itu penting menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).

Terkait dengan kasus lapangan tentang keselamatan kerja, isu yang banyak disampaikan peserta adalah tentang tanda-tanda keracunan, digigit ular, kalajengking berikut cara penanggulangannya. Sehubungan dengan hal tersebut, dr. Oksi menerangkan, bahwa keracunan pestisida dapat dikenali melalui dampak yang dirasakan seperti akan terasa kulit perih jika melalui kulit, pernapasan sesak bila melalui sistim pernapasan, perut terasa mulas dan muntah jika keracunan melewati makanan.

Sementara itu, narasumber lainnya dari PT Bayer Indonesia Andre Kusumahadi menegaskan, penggunaan pestisida harus secara benar dan bijaksana dengan residu minimum. Untuk memenuhi tuntutan dimaksud maka penerapan SOP merupakan hal yang perlu dilakukan di tingkat lapangan. Selain itu upaya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan perubahan sikap petani sayur dan buah menjadi bagian yang tidak bisa diabaikan.

Penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) merupakan alternatif terakhir. Sebab penggunaan yang tidak sesuai aturan dapat menyebabkan keracunan dan kematian, terjadi resistensi, pencemaran lingkungan serta residunya berdampak negatif bagi konsumen. Untuk memperkecil dampak negatif pestisida, seyogyanya menggunakan pestisida yang sudah terdaftar, mudah terurai, waktu aplikasi yang tepat, dosis dan konsentrasi tepat sasaran dan menggunakan alat aplikasi yang tepat. Akhir diskusi narasumber menaruh harapan banyak bahwa melalui pembinaan IFSCA Petani sayur dan buah KLU mampu melakukan kondisi serupa sembari memperhatikan agar sisa pestisida tidak dibuang di saluran air, sumber air, wadah bekas pestisida dikubur ditempat yang aman dan senantiasa mencuci peralatan sebelum disimpan.

BACA JUGA: Ajarkan Sistem Tumpang Sari & Plastic Tunnel Melalui IFSCA

Project Leader IFSCA Prof. Ir. M Taufik Fauzi, MSc, Phd mengharapkan petani senantiasa memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja sehingga produksi hortikultura yang dihasilkan diperoleh dengan cara yang aman dengan tingkat kecelakaan yang minim pada setiap area pengembangan hortikultura. (flo/adv)

Komentar Anda