Hibah Pakaian Muslim untuk Konstituen DPRD KLU Bermasalah

Nasrudin (HERY MAHARDIKA/RADAR LOMBOK)

TANJUNG–Sejumlah Anggota DPRD Lombok Utara mengalokasikan sebagian dana pokok-pokok pikiran (pokir) untuk pengadaan pakaian muslim kepada konstituen.

Sayangnya pokir dengan total Rp 1,4 miliar itu tidak dapat direalisasikan karena terbentur dengan regulasi. “Iya, benar ada sejumlah anggota yang memasukkan pokirnya untuk pengadaan pakaian muslim yang semestinya dapat direalisasikan menjelang Idulfitri. Namun, pemerintah daerah tidak berani merealisasikan,” ungkap Ketua DPRD Lombok Utara Nasrudin kepada Radar Lombok, Senin (24/5).

Diungkapkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memperbolehkan sehingga Bagian Kesra dan BPKAD tidak dapat memenuhi keinginan anggota DPRD untuk realisasi pakaian muslim untuk konstituen.

Adapun pengusulan pakaian muslim ini dilakukan pada saat pembahasan APBD 2021 di akhir tahun 2020. Pada saat itu sudah diingatkan tidak bisa terealisasi, sehingga sebagian anggota dewan juga urung menganggarkan. “Termasuk saya tidak mengalokasikan pokir ke situ, karena memastikan tidak bisa terealisasi,” terangnya.

Baca Juga :  KLU Diminta Siapkan Rumah Produksi Hortikultura

Karena anggaran tidak bisa dieksekusi, maka anggaran akan digeser pada APBDP 2021. “Kalau pakaian muslim termasuk memberikan hadiah maka termasuk korupsi. Untung saja belum dieksekusi, kalau dieksekusi bisa berbahaya,” tegasnya.

Salah satu Anggota DPRD Lombok Utara, Lalu Muhammad Zaki mengakui ikut serta dalam mengalokasikan pokirnya ke pengadaan pakaian muslim. Berawal dari salah satu anggota dewan yang sudah lima tahun mengalokasikan pokirnya untuk pengadaan pakaian muslim itu, namun dipihakketigakan.

Sementara berbeda dengan sejumlah anggota dewan yang pertama kali mengusulkan ini, malah membentuk kelompok. Lalu kelompok dibuatkan buku rekening untuk ditransferkan uang karena masuk dalam hibah. Kelompok dipersilakan membelanjakan. “Sehingga kami bingung, kelompok-kelompok yang sudah kita buatkan buku rekening protes,” ungkapnya.

Baca Juga :  Kejati Didesak Tahan Tersangka Korupsi Proyek RSUD

Masing-masing anggota dewan mengusulkan pakaian muslim bervariasi, ada Rp 50 juta sampai Rp 200 juta. Bentuk pakaian muslim ini seperti mukena, sarung dan perlengkapan salat lainnya. “Jadi, sekarang tidak bisa dieksekusi,” katanya diamini kawan lainnya.

Sementara itu, Penjabat Sekda Lombok Utara Raden Nurjati menerangkan, pemberian hibah bansos harus dalam bentuk kelompok. Sedangkan untuk pakaian muslim seperti mukena, peci, sarung, yang dianggarkan ini diterima perorangan. Di aturan sendiri tidak ada sehingga Bupati tidak berani mengeluarkan SK untuk merealisasikan hibah tersebut. “Pak Bupati belum mengeluarkan surat keputusan karena harus ada persyaratan-persyaratan yang harus dilengkapi,” terangnya.

Untuk lebih pasti, pihaknya akan mengonsultasikan ke BPKP karena tumben dilakukan. “Nanti kita akan mengajak Inspektorat untuk menanyakan kepastian hukum,” katanya. (flo)

Komentar Anda