Hentikan Wacana Penundaan Pemilu 2024!

Lalu Aksar Anshori (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM–Wacana penundaan Pemilu 2024, yang disampaikan sejumlah elite menuai polemik di masyarakat, pasalnya penundaan itu bertentangan dengan aturan yang ada. Apalagi sampai memperpanjang masa jabatan Presiden RI.

Ketua Jaringan Relawan Demokrasi Indonesia (JADI) NTB Lalu Aksar Anshori mengatakan, sebaiknya wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden dihentikan. Pasalnya, wacana itu memberikan ketidakpastian terhadap proses penyelenggaraan Pemilu 2024. “Wacana ini membuat gaduh dan kecemasan. Karena akan menimbulkan ketidakpastian terhadap penyelenggaraan pemilu, sebagai dampak dari hal tersebut,” ungkap mantan Ketua KPU NTB tersebut, Senin (28/2).

Menurutnya, wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tidak produktif dan tidak mendidik dalam konteks kontitusi, karena konstitusi sudah mengatur bahwa penyelenggaraan pemilu digelar setiap lima tahun sekali agar tidak terjadi kekosongan pemerintahan.

Baca Juga :  Ucapan Selamat Sukiman Jadi Ketua DPD Demokrat NTB Hoaks

Apabila terjadi penundaan Pemilu 2024, kemudian perpanjangan masa jabatan presiden, maka itu dinilai tidak ada dasar yuridis. Akibatnya bisa menimbulkan chaos. Situasi negara bisa jadi tidak menentu. “Sebaiknya wacana ini dihentikan, lebih banyak mudarat,” pungkasnya.

Sementara itu, terkait wacana ini, Anggota DPD RI dapil NTB Achmad Sukisman Azmy mengatakan, sejauh ini DPD RI secara kelembagaan belum mengambil sikap politik terkait hal tersebut. “Secara kelembagaan DPD RI belum mengambil sikap politik apapun,” kata mantan Ketua PWI NTB ini kepada Radar Lombok, kemarin.

Meski demikian, apapun nanti keputusan DPD RI terkait wacana penundaan Pemilu 2024, tentu akan didasarkan kepada suara dan kepentingan daerah. “DPD RI akan mendengar dan menyerap aspirasi secara kelembagaan dari masyarakat dan daerah terkait hal tersebut,” ucap pria asal Rumbuk, Lombok Timur itu.

Baca Juga :  PDIP Kota Mataram Rekrut Kader dari NU dan Muhammadiyah

Namun ia mengingatkan kepada para pengambil kebijakan agar berpikir jernih dan bebas dari konflik kepentingan. Kebijakan apapun nanti diambil negara tidak boleh melanggar konstitusi. Jika kemudian setelah melalui kajian mendalam ditemukan fakta-fakta dan alasan logis mengenai penundaan pemilu, maka yang berikutnya, adalah kajian yuridis dari pakar. Hal itu bertujuan supaya usulan tersebut dapat diformalkan secara konstitusional. “Prinsipnya, kebijakan apapun nanti diputuskan negara, tidak boleh melanggar konstitusi,” tandasnya. (yan)

Komentar Anda