Harga Tembakau Disesuaikan dengan Kualitas

Pemprov Justru Klaim Petani Untung

Dinas Pertanian Lombok Timur mengakui adanya  keluhan petani tembakau soal ini. Ini disebabkan karena masih terjadi ketimpangan dalam pola kemitraan selama ini. Masing-masing pihak tidak menjalankan skema kemitraan dengan baik seperti apa yang telah disepakati baik itu yang berkaitan dengan penetapan harga, penentuan grade, termasuk juga prosedur jual beli tembakau. “Mereka ini masih belum sepenuhnya memahami regulasi kemitraan.  Soalnya itu penting untuk bisa menjaga kesinambungan yang akan datang,” kata Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Lotim Assairul Kabir, Senin (22/10).

Persoalan yang terjadi saat ini disebabkan karena ada dari kedua pihak yang tidak menjalankan kemitraan itu sesuai dengan ketentuan. Inilah yang menyebabkan terjadinya masalah. Ia mencontohkan, ada petani yang menjual tembakau ke perusahaan lain yang bukan mitra karena mengejar harga tinggi. Tapi ketika perusahaan itu tidak berjalan lagi, petani ini kembali menjual ke perusahaan mitra.

Karenanya untuk mencegah terjadinya hal seperti itu dibutuhkan koordinasi yang baik serta juga pengawasan baik oleh pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi maupun pusat. Namun ia mengaku sejauh itu hal itu masih belum terlakasana dengan maksimal. Selama ini hanya Pemkab Lotim saja yang intens turun memberikan pembinaan termasuk melakukan pengawasan. Sedangkan Pemerintah Provinsi NTB dianggap belum maksimal. Padahal Pemprov yang punya kewenangan penuh untuk melakukan penindakan dan menyelesaikan  berbagai persoalan  yang ada.” Ini perlu menjadi evaluasi kita bersama. Apakah kemitraan itu sudah berjalan dengan baik atau seperti apa ,” ujarnya.

Di Lotim ada 14 perusahaan resmi yang terdata di dinas. Dari jumlah itu hanya 50 persen atau sekitar 7 perusahaan yang biasa melakukan rapat harga   sebelum mulai pembelian. Selain sudah menjadi ketentuan, rapat harga ini juga sebagai upaya untuk menjalin komunikasi antara pihak perusahaan dengan petani  menyangkut berbagai hal. Baik itu berkaitan dengan penentuan harga, kualitas dan jumlah tembakau. “Dari sana akan tercapai kesepakatan. Baik itu kesepakatan harga disesuaikan dengan grade tertentu. Namun sejauh ini tidak semua perusahaan melakukan itu. Meskipun itu perusahaan besar, ada juga sampai hari ini tidak melakukan rapat harga itu,” lanjutnya.

Baca Juga :  Gaprindo Komitmen Tingkatkan Produksi Tembakau

Kabir mengatakan, dari pantauan dilapangan, proses pembelian tembakau di awal memang sangat bagus. Bahkan ada juga perusahaan yang membeli melebihi dari harga yang telah disepakati. Salah satunya perusahaan Djarum. Harga pembelian sangat tinggi, bahkan sampai Rp 49 ribu per kilogram untuk kualitas bagus.

“Kalau regulasi sudah lengkap, sekarang tinggal pelaksanannya. Makanya perlu pengawasan dan pembinaan lebih baik lagi dari pemerintah. Baik itu kabupaten terlebih provinsi,” pungkasnya.

Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Husnul Fauzi mengakui sempat ada persoalan dalam proses jual-beli tembakau di Lombok Timur. Namun secara umum para petani tahun ini mendapatkan untuk yang lumayan besar. “ Petani mendapat penghasilan kotor Rp 80 juta per hektar, dikurangi kost (biaya) produksi Rp 45 juta. Maka pendapatan bersih petani Rp 35 juta per hektar, bahkan banyak jg 100 juta per hektar,” terangnya kepada Radar Lombok, Senin (22/10).

Tahun ini, kata Husnul, harga dan propitas hasil rata-rata Rp 40.000 per kilogram dan 2 ton per hektar. Hasil tersebut sangat baik  dibandingkan 5 tahun terakhir. Mengingat, rata-rata hasil sebelumnya hanya 1,7 dan 1,9 ton per hektar dengan harga Rp 35.000/kg. Perkiraan produksi tembakau Virginia tahun ini, diperkirakan 38.000 ton. Padahal sebelumnya rata-rata 28.000 ton. “Harga yang sangat baik, kualitas rata-rata baik. Ini patut kita syukuri,” katanya.

Terkait dengan pemantauan kecurangan pembelian tembakau di salah satu mitra, Husnul menyebut kejadiannya di CV Budi Jaya Santosa yang berada di Sikur. “Petani memang ada yang kurang menerima harga Rp 41.000 per kilo, yang mestinya menurut petani Rp 42.000 per kilo. Tapi alhamdulillah tidak berlanjut kepada petani lain,” ucap Husnul mengakui. 

Baca Juga :  Dewan Lotim Dukung Langkah KPPU

Apa yang menimpa petani, dipastikan tidak terjadi di petani lain. Mengingat, pada keesokan harinya petugas yang bersangkutan telah diganti. “Bulan Oktober sampai Desember masih terjadi pembelian walaupun sebagian perusahaan buka tutup pembelian, kami sarankan ke beberapa perusahaan agar membeli seluruh hasil petani tembakau sampai ke gred yang paling rendah Rp 15.000/per kg, yang tahun lalu hanya 5-7000/per kg,” ujarnya. 

Selain itu, petani juga protes karena kurang transparan dalam hal penentuan grade. Para petani ingin ada monitor besar agar semua orang bisa melihatnya. Pemprov sendiri telah menyarankan kepada pihak perusahaan untuk merealisasikan permintaan petani tersebut. 

Hal yang harus dipahami, persoalannya bukan pada petani yang dilarang melihat secara langsung. “Jadi bukan grade yang tidak boleh dilihat, wong grade itu disaksikan oleh semua orang yang ada di sekitar,l. Hanya monitor yang menghadap ke pencatat, namun ada saksi petani bisa kontrol walau menghadap pencatat timbangan berat, berat diatas 70 kilogram akan diturunkan sisanya dan akan dicampurkan ke grade berikutnya. Saya saksikan transaksi, sehingga petani merasa terbantu dan yakin itulah harga yang paling pantas. Tidak ada protes lagi,” jelas Husnul. 

Jumlah perusahaan mitra saat ini sebanyak 21 perusahaan. Adapun tata cara pembelian dan pembinaan pertembakauan NTB, telah diatur melalui Perda dan Pergub menjadi referensi di wilayah Indonesia. “Pemasok pabrik rokok hingga 80 persen dari Lombok,” tutup Husnul. (wan/lie/zwr) 

Komentar Anda
1
2