Harga Tembakau Anjlok, Dewan Desak Pemprov Rampungkan Perda

PETANI TEMBAKAU: Para petani tembakau di Lombok Timur terlihat sedang panen. Hanya saja akibat cuaca yang tidak menentu (buruk), hasil panen tidak bagus, yang berakibat pada anjloknya harga tembakau tahun ini. (SIGIT SETYO/RADAR LOMBOK)

MATARAM—Sejumlah petani tembakau di Lombok mengeluh dengan turunnya harga pembelian dari perusahaan. Bahkan ada diantara petani yang kecewa, sampai membakar tembakau hasil panennya. Anjloknya harga jual ini lantaran hasil panen tembakau kualitasnya menurun, yang diakibatkan faktor cuaca.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi NTB Muhammad Riadi mengatakan, untuk petani tembakau yang bermitra dengan perusahaan tidak ada persoalan. Namun yang bermasalah ini adalah petani tembakau swadaya. Faktanya tahun ini karena dampak cuaca membuat kualitas hasil daun tembakau, terutama daun bawah hasilnya tidak bagus. Dibandingkan dengan daun tengah dan atas masih normal.

“Ukuran tahun lalu kalau di jual daun bawah Rp 8.000- Rp 12.000. Tahun ini hanya bisa dijual Rp 4.000- Rp 8.000 dengan kualitas yang jelek. Tapi ingat, daun bawah ini hanya 12 persen yang jelek,” sebut Muhammad Riadi kepada Radar Lombok, Senin (13/9).

Artinya, kata Riadi, misalnya dari tembakau 100 kg hanya 12 kg yang hasilnya tidak bagus. Sebenarnya petani tidak rugi, modal tetap kembali, hanya saja keuntungannya yang berkurang dibanding tahun lalu. Hal tersebut dinilai petani merugi, padahal tidak, karena masih ada untung yang didapatkan.

“Mereka rugi bukan dari investasi pengusaha, dia tetap untung. Cuma keuntungannya tidak sebesar tahun kemarin. Karena kendala cuaca awal tanam itu,” tuturnya.

Dikatakan, dari awal rencana pembelian perusahaan mitra itu turun dibanding tahun lalu. Tetapi luas areal tanam juga turun dibandingkan tahun lalu. Yang masih bergejolak ini perusahaan-perusahaan bermitra dengan petani swadaya. Sementara itu, ada pengepul-pengepul yang membawa truk fuso dan menyewa ruko mereka yang melakukan pembelian sekarang ini.

“Pembelian dilakukan saya cek di beberapa titik, sebenarnya tidak disenangi juga sama perusahaan mitra karena mengganggu mereka. Jatuhnya yang bagus-bagus aja dibeli, dan daun bawah ini tidak di beli sama pengepul,” ungkapnya.

Hal tersebut yang membuat harganya jatuh di petani. Di sisi lain untuk pembelian sudah dilakukan oleh perusahaan. Ada sebanyak 22 perusahaan akan membeli hasil panen petani tembakau, dan dari jumlah itu baru 7 perusahaan sudah mulai melakukan pembelian.

“Ada 7 perusahaan sudah menentukan harga. Sisa yang 15 perusahaan itu belum. Nah itu kita surati supaya segera menetapkan harga dan membuka gudang,” terangnya.

Baca Juga :  Jaksa Usut Gaji Stafsus Zul-Rohmi

Berdasarkan data Distanbun Provinsi NTB, untuk realisasi pembelian tembakau oleh perusahaan tahun 2021 ini sebanyak 21.429,49 ton. Sedangkan rencana realisasi pembelian 18.415,75 ton. Sementara realisasi sampai dengan pembelian sampai 8 September 2021 sebanyak 1.583,28 ton.

Terpisah, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) NTB Sahminuddin mengatakan, tembakau di Indonesia termasuk Lombok ada dua gangguan yang dialami. Pertama adalah gangguan alam atau cuaca yang tidak semua petani hasil panennya bagus, dan kemudian persoalan pupuk yang harganya tinggi. Hal tersebut membuat kuantitas dan kualitas tembakau jauh melorot harganya.

“Ada yang membeli harga tertinggi Rp 47.000 per kg, ada Rp 41.500 per kg. Ada juga Rp 25.000 per kg. Dari tahun 2019 harga tembakau menurun, karena gangguan dari kebijakan tidak berkadilan,” ujarnya.

Dikatakan, karena pemerintah menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) itu melihat dari pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi terkoreksi, otomatis daya beli rokok itu turun. Disatu sisi, harga rokok dinaikkan oleh pemerintah.

“Pada 16 Agustus 2021 pemerintah mengumumkan kenaikan CHT 11,29 persen, dengan target diterima 2022 itu sebesar Rp 203,92 triliun. Tetapi cukai rokok mana dinaikkan. Apakah sama seperti tahun 2021 atau berbeda,” ungkapnya.

Anjloknya harga beli tembakau itu juga menjadi perhatian serius pihak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB. Seperti disampaikan Anggota DPRD NTB, yang juga Juru Bicara Fraksi Partai NasDem, H. Bohari Muslim, dimana setelah melihat kondisi dilapangan pihaknya cukup prihatin. “Tenu kita sangat prihatin akibat tak kunjung membaik tata kelola niaga tembakau di NTB ini,” ungkapnya.

Khusus yang berkaitan dengan harga tembakau, sambung politisi asal Lombok Timur ini, seharusnya ada atensi khusus dari Pemprov NTB soal harga tembakau. Apalagi dengan adanya revisi Perda NTB Nomor 4 tahun 2006 tentang Usaha Budidaya dan Kemitraan Perkebunan Tembakau virginia di NTB, agar dapat secara diundangkan.

“Hingga saat ini petani tembakau kita masih menangis. Meski kita sudah ada revisi Perda Nomor 4 tahun 2016, namun sampai hari ini belum juga diundangkan. Sehingga perlu ada atensi khusus tentang harga tembakau saat ini,” ujarnya.

Baca Juga :  Bulldozer Bandara Mogok, Empat Pesawat Gagal Mendarat

Meski tahun ini petani tembakau lebih sedikit menanam, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetapi harga masih saja carut-marut. Demikian pembelian yang dilakukan pengusaha-pengusaha yang berjumlah sekitar 15 perusahan.

“Ada empat perusahaan yang mampu membeli disitu, seperti Djarum,  Bentoel, Sadhana dan ada satu lagi perusahaan. Rata-rata mereka mampu membeli hanya 4 ribu ton setiap tahun, sementara jumlah produksi kita kurang lebih 45 ribu ton. Maka sisa tembakau ini yang kemudian membuat sengsara petani tembakau kita,” tuturnya.

Karena itu, dengan adanya revisi Perda NTB Nomor 4 tahun 2006 tentang Usaha Budidaya dan Kemitraan Perkebunan Tembakau virginia, Bohari berharap dapat segera diundangkan, untuk memberikan perlindungan terhadap para petani tembakau disaat kondisi seperti ini. “Jadi kita minta kepada Pemprov NTB supaya revisi Perda Nomor 4 tahun 2006, yang kita buat itu dapat segara diundangkan,” tandasnya.

Menanggapi masukan Anggota DPRD NTB itu, Asisten II Setda Provinsi NTB, Muhammad Husni menyampaikan terkait dengan tata kelola niaga tembakau di NTB, dapat dijelaskan bahwa revisi Perda NTB Nomor 4 tahun 2006 tentang Usaha Budidaya dan Kemitraan Perkebunan Tembakau Virginia di NTB sedang dalam proses fasilitasi oleh Biro Hukum Kemendagri. “Hingga saat ini masih menunggu proses tersebut rampung,” jelasnya.

Sebelumnya, Gubernur NTB, Dr H Zulkieflimansyah yang dikonfirmasi soal anjloknya harga tembakau mengatakan, bahwa komoditas apapun kalau jumlah suplay (penawaran) lebih banyak dari demand (permintaan), maka harga pasti akan terpengaruh.

Terlebih pada masa pandemi Covid-19 tentu masalah harga juga berpengaruh, meski harga rokok untuk ekspor tidak berpengaruh. “Hal ini setiap tahun terulang kembali. Kalau dia (petani) bekerjasama dengan perusahan besar, (pasti) ada jaminan untuk kestabilan harga. Tapi kan selalu ada yang mencari untung yang lebih besar. Dan ketika harga anjlok baru menyalahkan yang lain. Sebenarnya sudah ada mekanisme untuk menjaga kestabilan harga,” terangnya.

Lantas, apa intevensi yang dilakukan Pemprov NTB terkait persoalan itu? Kembali Gubernur menyampaikan kalau pihaknya tetap mencoba bicara dengan pengusaha tembakau, agar mengajak para petani tembakau masuk menjadi petani plasma (mitra) perusahaan. “Kita akan tetap coba menjembatani lah. Tapi karena situasi tidak biasa, kalau orang mengatakan recofusing-recofusing, repot kita,” tutupnya. (dev/sal)

Komentar Anda