Harga Penjualan Saham DMB Hanya Rp 484 M

Harga Penjualan Saham DMB Hanya Rp 484 M
HEARING : Konsorium Masyarakat NTB melakukan hearing dengan PT DMB terkait penjualans aham yang tidak jelas, di ruang komisi III DPRD Provinsi NTB, Selasa kemarin (8/8). (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Penjualan 6 persen saham pemerintah daerah (pemda) di PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) oleh perusahaan daerah PT Daerah Maju Bersaing (DMB) dipertanyakan.

Sejumlah massa dari  Konsorium Masyarakat NTB mendatangi DPRD NTB. Dalam hearing yang di ruang komisi III DPRD Provinsi NTB  itu, Direktur Utama PT DMB, Andi Hadianto  membeberkan soal penjualan saham itu. Ternyata, harga saham 6 persen milik PT DMB  hanya senilai R 484 miliar bukan Rp 718 miliar seperti yang diungkap Pemprov maupun sejumlah anggota DPRD NTB.

Andi Hadianto mengakui,  informasi yang menyebutkan harga saham Rp 718 miliar tersebut keliru dipahami oleh masyarakat.  Harga penjualan saham itu hanya Rp 484 miliar. Sisanya adalah dividen yang diterima Pemprov NTB, Pemkab Sumbawa Barat dan Sumbawa melalui PT DMB atas kepemilikan saham di PTNNT. Dividen dibayarkan PT Multicapital, perusahaan yang digandeng PT DMB membeli 6 persen saham PTNNT itu terdahulu. “Dividen yang dibayar itu bagian dari uang Rp 718 miliar itu. Kalau harga saham saja jadinya sekitar Rp 400-an,” ungkapnya pada hearing tersebut, Selasa kemarin (8/8).

Harga saham yang  hanya sekitar Rp 484 miliar saja tersebut jauh lebih rendah  dari prediksi sebelumnya. Apalagi, pembayaran dividen sendiri merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan.

Disampaikan, PT Multi Daerah Bersaing (MDB) perusahaan bentukan PT DMB dan PT Multi Capital, membeli saham 24 persen PTNNT dengan harga 867,23 juta dolar Amerika  atau setara dengan Rp 8,6 triliun. “Tapi kan dijual dengan harga Rp 4,6 triliun. Jadi ini menjual rugi atau untung,” ujarnya. Saham ini dijual ke PT Amman Internasional.

Berdasarkan hasil appraisal terakhir sebelum saham dijual, 24 persen saham tersebut nilainya sekitar 500 juta dolar Amerika. Apabila dirupiahkan nilainya mencapai Rp 6,5 triliun lebih. Sedangkan PT DMB memiliki 6 persen dari 24 persen tersebut, maka jumlah uang yang akan didapat PT DMB sekitar Rp 1,6 triliun.

Baca Juga :  BI Proyeksi Triwulan II Ekonomi Tumbuh Lebih Baik

Persoalannya, kesepakatan harga jual-beli saham jauh dari angka tersebut. PT MDB menjualnya hanya dengan harga Rp 4,6 triliun. Kemudian, PT DMB   hanya mendapatkan jatah Rp 484 miliar saja. “DMB itu sebenarnya tidak punya uang, kita hanya keluarkan Rp 500 juta saja dulu. Dan sekarang sudah jadi ratusan miliar kita dapat,” katanya.

Hingga saat ini, dari total Rp 718 miliar yang akan diterima PT DMB, baru ditransfer sekitar Rp 300 miliar. Lalu Rp 234 miliar telah disetor ke Pemprov NTB, Sumbawa Barat dan Sumbawa. Sedangkan sisanya dipegang oleh PT DMB.

Sementara untuk sisa hasil penjualan saham sekitar Rp 400 miliar yang belum juga dibayar, Andi memastikan lunas pada September mendatang. “Ini memng dicicil, kita maklumi saja. Yang jelas mitra kerja kita punya itikad baik,” ucapnya.

Nantinya, uang hasil penjualan saham akan digunakan untuk reinvestasi. Namun dalam RUPS beberapa waktu lalu, hanya dibahas secara umum saja. “Yang jelas, uangnya untuk reinvestasi. Uangnya apakah akan saya serahkan ke daerah atau pakai langsung, itu tergantung hasil RUPS,” ujarnya.

Terkait dengan jatah jabatan komisaris dan janji proyek ratusan miliar per tahun dari PT Amman Mineral Nusa Tenggara (PTAMNT), Andi mengaku akan tetap terealisasi. Hal itu telah diketahui juga oleh pihak DPRD NTB saat bertemu dengan PTAMNT beberapa waktu lalu.

Baca Juga :  20 IKM Kopi Ramaikan Gebyar Kopi Lombok Sumbawa

Komitmen PTAMNT yang akan memberikan jatah komisaris, diyakini akan terwujud setelah kondisi perusahaan stabil. Saat ini, AMNT sedang melakukan efisiensi. “Termasuk dengan janji proyek ratusan miliar per tahun itu, infonya akan kita dapat mulai tahun 2021,” ungkap Andi.

Perwakilan Konsorium Masyarakat NTB, Syawaludin menilai, banyak yang tidak beres atas penjualan 6 saham PTNNT  tersebut. Itulah yang membuat pihaknya meminta kejelasan. “Saham dijual sejak pertengahan tahun lalu, sampai sekarang kok belum juga lunas dibayar saham kita. Tapi penjual sudah kuasai barangnya,” katanya.

Dia melihat, saham yang dijual tersebut tidak ubahnya bisnis siluman. Apalagi, harga penjualan saham sangat merugikan daerah karena nilainya terlalu kecil. Padahal, saham tersebut sangat besar pengaruhnya bagi daerah, bukan hanya sebatas materi tetapi juga wibawa masyarakat NTB.

Hal yang harus dilakukan daerah seharusnya semakin memperbesar saham. Apalagi masih tersisa 7 persen divestasi saham PTNNT yang menjadi hak pemerintah sesuai keputusan arbitrase. “Ini malah mereka jual, bermasalah lagi. Ini tidak boleh dibiarkan cara-cara maling. Bilangnya harga saham kita kemarin Rp 718 miliar, nyatanya hanya Rp 400-an miliar. Dasar penjualan juga tidak jelas, prosesnya banyak langgar aturan. Makanya ini tidak boleh dibiarkan,” ucapnya.

Oleh karena itu, Konsorium Masyarakat NTB akan menggugat penjualan saham ke PTUN Mataram. Ia menilai, hanya pengadilan saja yang bisa membuktikan pelanggaran-pelanggaran tersebut. “Ini bukan ancaman, tapi pasti kami bawa barang ini ke PTUN. Kami kumpulkan dulu semua dokumen yang akan dikasi DMB dan dewan sesuai kesepakatan tadi, setelah itu lakukan gugatan. Kita buka-bukaan di pengadilan saja,” tandasnya. (zwr)

Komentar Anda