Harga Ayam Anjlok Peternak Makin Tekor

Pasokan ayam yang melimpah dari Perusahaan besar diduga pemicu anjloknya harga ayam

MATARAM – Peternak ayam rakyat tengah menghadapi situasi sulit. Mereka mengeluhkan banyaknya integrator atau perusahaan raksasa di bidang peternakan yang masuk ke pasar tradisional, sehingga berdampak pada harga jual ayam yang anjlok dan tidak sebanding dengan modal produksi dikeluarkan peternak.

“Kondisi peternak ayam di NTB sudah semakin memprihatinkan. Sebagai informasi harga ayam hidup hari ini, di Lombok sekitar Rp16 ribu per kg dan Bima Rp11,500 per kilogram, sementara BEP peternak sudah di atas Rp 20 ribu harga hari ini,” kata Ketua Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyar Indonesia (Pinsar) NTB Faturahman kepada Radar Lombok, Selasa (21/2).

Faturahman menyebut keberadaan perusahaan integrator menjadi pemicu munculnya masalah di sektor peternakan. Pasalnya, selain berperan sebagai produsen bibit dan pakan ayam, dua perusahaan raksasa juga ikut beternak. Alhasil peternak ayam skala kecil bisa dipastikan kalah bersaing dengan para korporat multi nasional yang bermodal besar.

“Sebenarnya banyak masalah yang dihadapi peternak tapi masih bisa kami atasi. Yang tidak bisa kami atasi yakni keikutsertaan integrator beternak dan lemahnya kontrol untuk distribusi produk ayam dari luar daerah yang masuk ke NTB, dan penyelundupan daging ayam yang tidak pernah ditindak oleh aparat berwenang,” bebernya.

Dikatakannya, populasi ayam tidak terkontrol. Tahun ini saja diperkirakan kenaikan populasi ayam mencapai 300 persen.Kondisi pasar yang kelebihan pasokan tersebut mengakibatkan harga ayam menjadi jatuh di tingkat peternak. Belum lagi kemudahan regulasi dan pengawasan dari Pemerintah membuat para korporasi mampu melakukan penetrasi dan secara terselubung bisa mendikte harga di pasar. Perusahaan besar tersebut memiliki rantai pasok. Akibatnya mereka dengan mudah bisa mengendalikan harga di pasar.

“Dari sisi harga jelas peternak tidak bisa bersaing. Bibit dan pakan petani beli dipabrik yang ikut beternak. Jadi merekalah barometer harga di NTB, karena populasi mereka terbanyak, jadi semua ikut harga mereka,” ujarnya.

“Kami sudah jenuh dengan Pemerintah, karena tidak pernah ada solusi. Mereka tidak pernah tahu kondisi peternak di lapangan, melihat langsung kondisi peternak,” ucapnya.

Senada, peternak ayam di Kabupaten Lombok Utara Ade Putra membenarkan bahwa harga ayam potong di tingkat peternak anjlok dan membuat mereka merugi. Kondis demikian sudah terjadi hingga berbulan-bulan lamanya.

“Pakan naik, tapi harga ayam masih anjlok. Kalau kita jual rugi tapi kalau dipelihara sampai nunggu harga normal biaya operasional tinggi, serba salah,” ujarnya. (cr-rat)

Komentar Anda