MATARAM — Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) NTB, Dr. Drs. H. Lalu Syafi’i, MM menilai keberadaan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sangat dibutuhkan dalam pencegahan dan deteksi dini paham radikalisme dan terorisme.
Hal itu dikemukakan Syafi’i menyikapi munculnya petisi kepada BNPT RI yang mengatasnamakan oknum mantan napi teroris (Napiter) yang meminta agar lembaga negara bertanggung jawab dalam penanggulangan terorisme dibubarkan.
‘’Hanya kelompok teroris yang menginginkan BNPT dibubarkan. Dan yakinlah negara tidak akan kalah atas propaganda kelompok teroris. Oleh karena itu FKPT 32 Provinsi menolak BNPT dibubarkan,’’ kata Syafi’i kepada wartawan melalui siaran persnya, di Mataram Kamis (23/9).
Syafi’i mengajak seluruh elemen masyarakat, tidak terkecuali masyarakat NTB untuk bersatu padu menolak segala bentuk politik adu domba dan pecah belah oleh kelompok teroris. ‘’ BNPT sebagai kepanjangan FKPT di daerah sangat penting dalam program pencegahan dengan pendekatan persuasif kepada masyarakat.’’ tandasnya.
Dijelaskannya, berangkat dari permasalahan tersebut yang menjadi dasar paling kuat berdirinya BNPT, sebagai kepentingan yang sangat mendesak dan juga bersifat khusus.
BNPT melalui FKPT bersama stake holder daerah seperti gubernur bupati, walikota dan seluruh perangkatnya, bekerjasama melakukan pencegahan secara persuasif munculnya perilaku maupun kelompok intoleran, radikal dan terorisme
‘’Kami juga terus berkoordinasi dengan Kementerian Agama wilayah, Polda, Polres, Polsek, Babinkamtibmas, Kodam, Korem, Kodim, Babinsa , perguruan tinggi, ormas, tokoh agama, tokoh budaya, akademisi dan lain-lain,’’ jelasnya.
Lebih lanjut ia mengemukakan, BNPT adalah amananat UUD 1945 tercantum dalam UU No. 5 tahun 2018. Keberadaan BNPT adalah representasi seluruh elemen masyarakat Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melawan kejahatan kemanusiaan, aksis teror dan disintegrasi bangsa yang diakibatkan oleh kelompok teroris.
Dikatakannya terorisme adalah tindak kejahatan luar biasa yang menjadi perhatian dunia. Bukan sekedar aksi teror semata, namun pada kenyataannya tindak kejahatan terorisme juga melanggar Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat dalam diri manusia, yaitu hak untuk merasa nyaman dan aman ataupun hak untuk hidup.
Menurutnya, terorisme sebagai suatu kejahatan tidak terkait dengan agama tertentu, karena semua agama yang ada di Indonesia tidak ada satupun yang mengajarkan tentang terorisme. Semua agama mengajarkan kedamaian kepada umatnya. ‘’Jadi sekali lagi bahwa persoalan terorisme ini merupakan persoalan bersama semua komponen bangsa,’’ katanya.
Jika dilihat dari dampaknya, maka dampak terorisme pun tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan kerusakan pada harta benda, namun juga merusak stabilitas negara, terutama dalam sisi ekonomi, pertahanan, keamanan, sosial budaya, dan lain sebagainya.
Terorisme jelas menjadi ancaman bagi peradaban modern sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia, yang bahkan tanpa memandang suku, ras, agama dan negara. (tn)