Hanya Jadi Komoditas Politik, Dam Mujur tak Jelas

Bupati Loteng Ingatkan Pemprov tak Lepas Tanggungjawab

HM. Suhaili FT
HM. Suhaili FT (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM –  Realisasi pembangunan Dam Mujur di Lombok Tengah sangat dinanti masyarakat. Dam ini tentu saja akan mengatasi problem kekeringan terutama di wilayah selatan. Sayang pembangunan  Dam Mujur tidak jelas. Saling lempar tanggungjawab pembebasan lahan antara Pemprov NTB dan Pemkab Lombok Tengah terjadi. Dam ini hanya menjadi komoditas politik saja.

Pembangunan Dam Mujur dan Jalan Tol BIL – Kuta di Lombok Tengah terkendala pembebasan lahan. Pemerintah Provinsi NTB menilai Pemkab Lombok Tengah belum bisa melaksanakan kewajiban terkait pembebasan lahan. Sikap Pemerintah Provinsi NTB yang  menyudutkan Pemkab Lombok Tengah mendapat tanggapan dari Bupati Lombok Tengah HM. Suhaili FT. “Jangan hanya bisa menyalahkan terus pusat itu. Pemprov juga jangan main lempar,” ungkapnya saat berada di Kota Mataram, Rabu (12/12).

Menurut Suhaili, sangat tidak etis pembebasan lahan hanya dibebankan kepada Lombok Tengah, baik untuk pembangunan Dam Mujur maupun jalan tol BIL-Kuta. Ditegaskan, proyek-proyek tersebut bukanlah rencana Pemkab Lombok Tengah, namun merupakan proyek pusat. “ Dan kami gak mampu, harus sharing. Itu yang kami tunggu, beban kami berapa. Kalau Pemprov juga nunggu, ini pusat yang rencanakan. Bukan kabupaten,” ucapnya. 

Baca Juga :  Komisi V DPR RI dan Kementerian PUPR akan Kunker Spesifik Pembangunan Bendungan Mujur

Suhaili tidak ingin Pemprov main lempar. Seharusnya Pemprov yang mengajak Lombok Tengah berunding mencari solusi. Apalagi sudah jelas Pemprov adalah perpanjangan tangan pemerintah pusat. 

Hingga saat ini kata Suhaili, pemerintah pusat maupun Pemprov tidak pernah memberikan kejelasan atau arahan. “ Loteng itu bekerja tergantung petunjuk, gak mungkin kami yang di bawah lebih besar. Mungkin kami 20 persen, kan aman kalau begitu,” harapnya. 

Biaya pembahasan lahan untuk proyek tersebut menurut Suhaili mencapai Rp 600 miliar. Bagi daerah, tentu saja itu uang yang sangat besar.” Yang punya kewenangan untuk bangun konstruksi itu memang pusat. Tapi gak mungkin Rp 600 miliar kita siapkan untuk pembebasan lahan, diborgol kita nanti. Habis uang daerah, gak ada untuk gaji pegawai,” katanya. 

Apabila proyek-proyek tersebut ingin segera terealisasi, seharusnya ada sinergi yang baik. Suhaili sendiri sangat berkomitmen untuk memperlancar realisasinya. Namun tentu saja sesuai dengan kemampuan dan kewenangan kabupaten. 

Sebagai bentuk komitmennya, Suhaili bahkan siap mencari dana untuk pembebasan lahan dengan cara berhutang. “ Kalau ada sharing dana, misal kami 20 atau 25 persen, siap kita berhutang,” tegasnya. 

Baca Juga :  Dituding Politisasi, HBK: Pembangunan Dam Mujur Murni Demi Petani

Persoalannya, sharing anggaran itulah yang belum ada kejelasan. Pemkab Lombok Tengah menunggu arahan Pemprov NTB. Sementara Pemprov sendiri menunggu ajakan Pemkab Lombok Tengah. “ Intinya jangan main lempar. Atau, kalau memang mahal, buat saja saluran air dari Pandandure ke Loteng. Sumber air di Loteng banyak, tapi tumpah ke Lobar, ke Lotim. Kita buat saja dulu saluran dari Pandandure ke Loteng, simpel,” kesalnya.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi NTB H. Ridwan Syah mengatakan, untuk tahun 2019 tidak ada anggaran khusus bagi Lombok Tengah. Baik untuk sharing anggaran pembebasan lahan Dam Mujur, maupun pembangunan jalan tol BIL-Kuta. 

Tidak dianggarkannya bantuan tersebut, menurut Ridwan Syah karena pihak Lombok Tengah sendiri yang belum ada kejelasan terkait komposisi sharing anggaran. “ Kita kan tunggu Lombok Tengah. Karena pembebasan lahan itu, kan kewajiban daerah,” tandasnya.(zwr)

Komentar Anda