Hakim PT Mataram Kuatkan Putusan Tiga Terdakwa Korupsi RSUD KLU

SIDANG: Empat terdakwa korupsi pengadaan ruang operasi dan ICU RSUD KLU menjalani sidang di PN Tipikor Mataram beberapa waktu lalu. (DOK/RADAR LOMBOK)

MATARAM — Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Mataram menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, terhadap tiga terdakwa korupsi pengadaan ruang operasi dan ICU Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Lombok Utara (KLU) tahun anggaran 2019.

Ke tiga terdakwa itu,yaitu E Bakri selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), rekanan Darsito dan konsultan pengawas Sulaksono. Berdasarkan penelusuran Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Mataram, untuk terdakwa E Bakri, majelis hakim banding yang diketuai Miniardi dengan beranggotakan Bambang Sasmito dan Rodjai S. Irawan, memutus perkaranya tertanggal 20 Desember lalu. Putusan banding dengan Nomor 17/PID.TPK/2022/PT MTR.

Dalam amar putusan banding menyatakan, menerima permintaan banding dari penuntut umum dan permintaan banding dari terdakwa melalui penasihat hukumnya.

“Menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Mataram, tanggal 24 Oktober 2022 Nomor 18/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Mtr yang dimintakan banding,” bunyi amat putusan banding dikutip dari laman resmi SIPP PN Mataram, Senin (23/1).

Dengan kata lain, terdakwa E Bakri akan tetap menjalani hukuman penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan. “Menetapkan agar terdakwa tetap ditahan,” katanya.

Sedangkan terdakwa Sulaksono, majelis hakim yang sama dengan terdakwa E Bakri memutus perkaranya pada Senin (19/12) kemarin dengan nomor putusan banding 16/PID.TPK/2022/PT MTR.

Amar putusan bandingnya menyatakan, menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Mataram tanggal 24 Oktober 2022 Nomor 17/Pid.Sus-TPK/2022/PN Mtr. Dengan demikian, terdakwa Sulaksono juga akan menjalani hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan. “Menetapkan agar terdakwa  tetap ditahan,” juga bunyi amar putusan banding terdakwa Sulaksono.

Baca Juga :  Husnul Fauzi Mengaku tak Pernah Terima Fee

Sementara untuk terdakwa Darsito, majelis hakim yang memutus putusan bandingnya diketuai I Gede Mayun, beranggotakan Bambang Sasmito dan Mahsan. Putusan bandingnya dibacakan Rabu (21/12) lalu, dengan nomor putusan banding 14/PID.TPK/2022/PT MTR.

Majelis hakim dalam amar putusan bandingnya, menyebutkan menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram nomor 16/Pid.Sus-TPK/2022/PN.Mtr tanggal 24 Oktober 2022 yang dimohonkan banding.

Akan tetapi, dalam amar putusan banding terdakwa Darsito yang dicantumkan SIPP PN Mataram, tidak disertakan penetapan agar terdakwa tetap ditahan.

Dengan dikuatkannya putusan PN Tipikor Mataram, terdakwa Darsito akan menjalani hukuman penjara selama 7 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan. Selain itu, pada putusan PN Tipikor Mataram juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,7 miliar. Apabila tidak mampu untuk membayar, maka diganti kurungan badan selama 2 tahun.

Dalam putusan majelis hakim PN Tipikor Mataram, para terdakwa dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer.

Dalam dakwaan primer, para terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1  KUHP.

Putusan majelis hakim PN Tipikor Mataram, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut. Dimana jaksa menuntut terdakwa Darsito  pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Darsito juga turut dibebankan untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1,3 miliar.

Baca Juga :  Antisipasi Omicron XBB, Pengawasan BIZAM Diperketat

Sedangkan untuk terdakwa E Bakri dan Sulaksono, dituntut pidana penjara selama selama 7,5 tahun dan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Humas PN Mataram Kelik Trimargo yang dikonfirmasi tidak memberikan komentar panjang lebar, terkait apakah petikan putusan banding sudah diberikan ke jaksa penuntut dan para penasihat hukum masing-masing terdakwa. “Besok ya, masih libur hari ini, tidak bisa ngecek ke petugas yang urus itu,” singkatnya melalui pesan WhatsApp.

Diketahui, perkara yang ditangani pihak Kejati NTB ini berawal dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB. Muncul catatan kekurangan pekerjaan proyek dengan nilai kerugian Rp212 juta.

Kerugian itu muncul dalam status pekerjaan yang sudah diserahterimakan atau Provisional Hand Over (PHO) berdasarkan berita acara Nomor: 61 PPK-Konstruksi/RSUD.KLU/II/2020, tertanggal 24 Februari 2020, dari pihak pelaksana proyek kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.

Pihak kejaksaan pun menindaklanjuti temuan BPK tersebut ke tahap penyelidikan. Sampai pada proses penyidikan, pihak kejaksaan memperoleh hasil audit inspektorat dengan nilai kerugian negara sedikitnya Rp1,57 miliar.

Proyek tahun 2019 ini dikerjakan oleh PT Apro Megatama yang berdomisili di Makassar, Sulawesi Selatan. Pengerjaan proyek tersebut menelan dana APBD Kabupaten Lombok Utara dengan nilai Rp6,4 miliar. (cr-sid)

Komentar Anda