
MATARAM — Mantan pegawai Bank NTB Syariah, Puspa Parhiyanti tetap dijatuhi pidana penjara 8 tahun, dan pidana denda Rp 10 miliar, atas perkara pemalsuan laporan transaksi Bank Syariah terus-menerus sebagai perbuatan yang berkelanjutan.
Putusan itu setelah Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) NTB yang diketuai Abdul Kohar, dengan anggota I Ketut Sudira, dan Timur Pradoko, menerima banding terdakwa, Puspa Parhiyanti dan penuntut umum.
“Menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Mataram, Nomor 513/Pid.B/2023/PN Mtr, tanggal 29 November 2023, yang dimintakan banding tersebut,” kata Abdul Kohar dalam amar putusannya, seperti dikutip dari laman resmi sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Mataram, Jumat (26/1).
Putusan bandingnya Rabu, (241/) kemarin, dengan nomor putusan banding 220/PID/2023/PT MTR. Dalam putusan hakim, menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan. “Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ungkapnya.
Putusan Majelis Hakim PN Mataram yang dikuatkan Hakim PT itu, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja membuat pencatatan palsu dalam laporan transaksi suatu Bank Syariah, terus menerus sebagai perbuatan yang dilanjutkan.
Muslih Harsono selaku Ketua Majelis Hakim sidang tingkat pertama, dengan anggota Agung Prasetyo dan Mahyudin Igo, memvonis terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun, dan pidana denda Rp 10 miliar.
“Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan,” vonis Muslih Harsono.
Putusan Majelis Hakim itu lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa penuntut, yang menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama 13 tahun. “Menjatuhkan pidana terdakwa Puspa Parhiyanti dengan pidana penjara selama 13 tahun,” beber jaksa penuntut saat membacakan tuntutan, belum lama ini.
Jaksa penuntut menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana perbankan sebagaimana dakwaan pertama, yaitu Pasal 63 ayat (1) huruf a Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terdakwa juga turut dihukum pidana denda sebesar Rp 12 miliar, yang jika terpidana tidak membayar pidana denda tersebut, maka harus diganti pidana kurungan 8 bulan.
Diketahui, dalam perkara ini muncul kerugian sebesar Rp 12 miliar sesuai hasil audit internal bank. Aksi penggelapan dana nasabah diduga kuat dilakukan dalam kurun waktu antara tahun 2012 hingga tahun 2020. Caranya, uang nasabah dialihkan ke rekening lain dan diendapkan. Begitu ada komplain dari nasabah, uang baru ditransfer, namun menggunakan uang dari nasabah lainnya.
Total dana nasabah yang digelapkan Puspa ini sekitar 404 nasabah. Saat itu, Puspa selaku penyelia Transaksi Dalam Negeri (TDN) pada Bank NTB Syariah. Aksinya itu baru terbongkar setelah ia dimutasi dari jabatannya, namun Puspa masih enggan pindah ke tempat kerja barunya.
Sementara di sisi lain, pegawai pengganti Puspa menemukan banyak kejanggalan dalam pembukuan selama kurun waktu delapan tahun. Semua kejanggalan itu ditemukan sejak Puspa duduk di kursi posnya selama ini. (sid)