Yang Hafal Dikirim ke UI, Cetuskan Orangtua Asuh

Aktivitas menghafal Alqur'an di Pulau Lombok maupun NTB semakin menggeliat. Pondok Pesantren (Ponpes) Thohir Yasin sangat mendambakan anak-anak NTB menjadi penghafal Alqur'an.

 


AZWAR ZAMHURI – LOMBOK TIMUR


 

 

Pada Sabtu malam kemarin (11/6), beberapa pria terlihat sedang asyik berdiskusi di sebuah Berugak di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Thohir Yasin yang berada di Desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik Lombok Timur. Sembari menikmati kopi yang telah dicampur dengan minyak obat hipziyah seribu hajat, diskusi tersebut semakin hangat. Minyak obat hipziyah seribu hajat memang telah melekat pada ponpes ini, ketenarannya telah mendunia sampai dimana-mana.

Fokus pembicaraan lebih kepada nasib puluhan santri yang ikut program Tahfidz. Beberapa diantaranya tidak lagi fokus menghapal ayat-ayat suci Alqur'an karena memikirkan biayanya. Pria yang sedang berdiskusi itu terdiri dari Ketua Lembaga Tahfidz Ponpes Thohir Yasin TGH Munawir Ismail LC, pengurus Ponpes Ustadz Ahmad Fatoni dan lain-lain-lain. "Sejak dua bulan terakhir, kami sedang gagas Gerakan Orangtua Asuh bagi anak-anak yang ikut program Tahfidz," kata Ketua Lembaga Tahfidz TGH Munawir, saat Radar Lombok ikut dalam diskusi tersebut.

Dituturkan, Lembaga Tahfidz berdiri di Ponpes Thohir Yasin baru pada tahun 2014 lalu. Hadirnya lembaga tersebut untuk mencetak para santri yang ada di Thohir Yasin menjadi Hafidz dan Hafidzah.

Tidak lama setelah adanya Lembaga Tahfidz, Tuhan memberikan pertolongan dengan adanya bantuan sebesar Rp 2,5 miliar untuk membangun gedung yang dikhususkan sebagai tempat melaksanakan program tahfidz. "Kami sangat ingin melihat banyak orang hafal Alqur'an," ujarnya.

Di Ponpes Tahohir Yasin terdamat Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA). Namun, untuk program tahfidz, para santri tidak dipaksa dan harus bergabung atas kemauan sendiri. "Menghafal Qur'an itu tidak bisa kita paksa, kita hanya berikan pemaham betapa pentingnya menghafal Alqur'an. Bagi yang berminat kita langsung gembleng mereka," terang Munawir yang merupakan lulusan Yaman.

Baca Juga :  Ponpes Nurul Hijrah NW Sugian Jaga Soliditas

Telah banyak santri yang bergabung, mereka saat ini ada yang sudah lulus MA. Bagi santri yang lulus MA tetapi belum menghafal 30 juz, maka Lembaga Tahfidz akan mengirim santri tersebut ke Jawa Tengah. Disana ada jaringan ponpes yang bisa menggodoknya dengan cepat sampai benar-benar menghapal Alqur'an secara keseluruhan.

Apabila para santri telah mampu menghafal Alqur'an, Lembaga Tahfidz siap mengirimnya ke perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia (UI). Menghafal Alqur'an diyakini akan mampu membuat masa depan jauh lebih baik. "Kami ingin banyak orang hafal Alqur'an, dan setelah hafal kami ingin memastikan juga bahwa mereka mendapatkan sesuatu yang layak untuk masa depannya," ucap Munawir.

Santri yang ikut program tahfidz saat ini ada yang masih MI, MTs dan MA. Setiap hari para santri diharuskan menyetor hafalan minimal satu lembar. "Disini setiap hari mereka nyetor dari Ashar sampai Isya, kecuali hari Jum'at. Metode yang kita gunakan murojaah dan nyetor itu," terangnya.

Dalam satu bulan, minimal para santri sudah menghafal satu juz. Namun ada juga santri yang hanya membutuhkan waktu beberapa hari sudah mampu menghafal satu juz. Semua itu tergantung dari kemampuan si santri itu sendiri.

Santri yang ikut program tahfidz diwajibkan tinggal di pondok. Mereka tidak diperbolehkan pulang pergi seperti santri yang tidak ikut program tersebut. Hal itu dilakukan untuk membuat para santri lebih fokus dan totalitas.

Persoalan yang seringkali terjadi ucap Munawir, beberapa santri yang awalnya sangat antusias dan termotivasi kini tidak lagi. Penyebabnya karena biaya mengikuti programtTahfidz, mereka harus mengeluarkan uang sebesar Rp 350 ribu setiap bulannya. "Biaya itu untuk makan-minum mereka disini, dan juga untuk memberikan honor ke pengajar tahfidz," terang Munawir.

Baca Juga :  Cetak Hafidz Sekaligus Ahli Kitab Gundul

Untuk tetap membuat anak-anak semangat, maka lahirlah ide membentuk Gerakan Orangtua Asuh. Para santri yang ikut dalam program tahfidz akan digratiskan dan tidak perlu lagi memikirkan biaya setiap bulan. Nantinya, orangtua asuh tersebut bertanggungjawab terhadap masalah finansial sang anak.

Untuk menjadi orangtua asuh, siapapun bisa menjadikannya ladang ibadah dengan cara membayarkan biaya santri tersebut. Orangtua asuh atau donatur bisa mendapatkan anak asuh satu orang dengan membayar Rp 350 ribu per bulan. "Masyarakat kita yang punya uang, sering bersedekah. Kenapa tidak mereka bersedekah tetapi juga investasi pendidikan, artinya dengan uang sedekah itu mereka lansung bisa membuat seseorang menghafal Alqur'an," kata Munawir.

Sampai saat ini, sudah ada 10 orangtua asuh di Ponpes Thohir Yasin. Ada yang mengambil satu anak, ada juga dua orang anak atau Rp 700 ribu perbulan seperti yang dilakukan Ketua Yayasan Al-Ansor H Mulyadi.

H Mulyadi mengaku dirinya termotivasi menjadi orangtua asuh karena manfaatnya sangat besar. "Coba bayangkan, hanya dengan uang Rp 350 ribu per bulan saya bisa membantu seorang anak menghafal Alqur'an. Sekarang mungkin si anak bukan siapa-siapa, tapi suatu saat nanti Tuhan pasti memberikan pertolongan, dia akan bisa membahagiakan orangtua dan keluarganya. Saya hanya ingin itu, jangan sampai semangat mereka hafal Alqur'an rusak gara-gara uang," terangnya.

Selama ini dirinya sangat sering memberikan santunan, tetapi hanya sebatas itu habis. Tetapi menjadi orangtua asuh tidak hanya investasi pahala tetapi juga membantu si anak untuk merubah masa depannya. "Gedung sudah ada, santri ada, gurunya ada. Kerjaan saya bersedekah, tapi manfaatnya luar biasa," tambah Mulyadi.(*)

Komentar Anda