Program tahfidz telah diterapkan di banyak pondok pesantren (ponpes) di NTB. Salah satu diantaranya yang menerapkannya yakni Ponpes Al- Ishlahul Ma’arif.
Janwari Irwan–Giri Menang
PONPES Al- Ishlahul Ma’arif berlokasi di Desa Montong Are Kecamatan Kediri Kabupaten Lombok Barat (Lobar), didirikan oleh TGH Khalaifi Ma’sum. Ponpes ini sebelumnya hanya menampung santri yang kurang mampu. Kemudian pada tahun 2007 TGH Khalaifi mendirikan madrasah yang secara khusus untuk orang orang yang kurang mampu dan untuk anak -anak yatim sebagai santrinya. Saat itu fokusnya mempelajari kitab kuning sebagai kegaiatan utamanya.
Pada tahun 2009 TGH khalaifi Ma’sum kemudian membuat lembaga tahfidz yang diberi nama Tahfidz Al- Ma’arif. TGH Khalaifi mempercayai salah seorang putranya bernama Ustadz H Ahmad Salehuddin sebagai pembina ponpes.
Ustadz H Ahmad Salehuddin lulusan dari Ponpes Islahuddiny, Kediri. Beberapa bulan kemudian, Ustadz H Ahmad Salehuddin diperintahkan oleh bapaknya untuk menuntut ilmu di Makkah. Ustadz H ''Ahmad Salehuddin menimba ilmu pada Syech Sayid Nagil al Gomri,'' jelas salah seorang pembina Ustadz Mus Muliadi, Jumat kemarin (1/7).
Lembaga Tahfidz Al- Ma’arif jelas Ustadz Muliadi, menerapkan metode hampir sama dengan metode yang digunakan oleh Ponpes Islahuddinny yang merupakan tempat dimana sang pendirinya belajar tahfidz. Ada tiga metode yang digunakan yaitu metode Takhsin Tilawah atau yang isinya perbaikan bacaan atau tajwid. Kedua yaitu Hibsul Mu’ayyam atau disebut dengan hafalan terbatas. Dan yang ketiga baru Morojjah. Hanya saja di ponpes ini diharuskan untuk menghafal Alqur'an dalam jangka tertentu. “Saya kan alumni Ponpes Islahuddiny, jadi yang diterapkan disini ya sama dengan metode yang saya dapatkan dari Islhuddiny,”jelasnya.
Dalam belajar menghafal Alqur'an, santri hanya belajar setelah pulang sekolah yang dimulai dari shalat Dzuhur. Kemudian istrahat dan dilanjutkan setelah Ashar. Istirahat lagi hingga shalat Isya. Masing- masing santri diharuskan menghafal Alqur'an dalam jangka waktu 3 tahun.”Jadi kita harapkan dalam setahun itu santri menghafal 10 juz,ketika tamat SMP atau MA santri sudah khatam,”jelasnya.
Selain itu, untuk mengetahui sampai sejauh mana hafalan santri, pembina biasanya menguji hafalan santri di dalam kelas pada hari yang telah ditentukan oleh pembina. Hal ini dilakukan karena menghafal Alqur’an bagian dari syarat untuk lulus ujian. Jika santri belum khatam secara keseluruhan, maka belum bisa dinyatakan lulus dari sekolah. Santri harus datang kembali ke ponpes untuk melanjutkan tahfidznya. '' Ini juga merupakan kesepakatan yang dilakukan oleh semua wali santri dan santri yang belajar di Ponpes Al- Ishlahul Ma’arif,'' tambahnya.
Sebelum memasuki Ponpes Al- Ishlahul Ma’arif, santri sudah membuat pilihan sendiri mau konsentrasi di program yang ada. Ada yang mengambil kitab kuning dan ada pula yang mengambil tahfidz. Jika santri yang mengambil kitab kuning, pembina meyakini dalam tempo 6 bulan sudah bisa menghafal. Dan jika mengambil tahfidz diharapkan dalam 3 tahun santri sudah hatam secara keseluruhan.
Di Ponpes Al- Ishlahul Ma’arif hanya menaungi SMP Islam dan Madrasah Aliyah (MA). Bagi santri yang tidak masuk dalam tahfidz diwajibkan menghafal Alqur'an minimal 1 juz sebagai syarat utama bisa lulus dari Ponpes Al-Ishlahul Ma’arif. “Sejak berdirinya ponpes ini, banyak santri yang sudah berhasil mendapat prestasi dan dapat melanjutkan belajar ke Makkah dan Turki dan ada 6 orang yang mendapat beasiswa ke Jawa untuk melanjutkan program tahfidz,”jelasnya.(*)