![image_editor_output_image741819234-1736225312789.jpg](https://radarlombok.co.id/wp-content/uploads/2025/01/image_editor_output_image741819234-1736225312789.jpg)
MATARAM — PT Lombok Plaza beberapa waktu lalu telah menggugat Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, dugaan wanprestasi terkait pembangunan NTB Convention Center (NCC).
Namun meski di tengah adanya gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Mataram itu, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB memastikan proses penyidikan dugaan korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC), antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT Lombok Plaza tetap berlanjut.
Kasi Penkum Kejati NTB Efrien Saputera mengatakan gugatan perdata yang masuk ke PN Mataram itu urusan PT Lombok Plaza dengan Pemprov NTB. “Itu kan perdata antar mereka berdua (PT Lombok Plaza dan Pemprov NTB). Kita nggak ke situ. Jadi tidak mempengaruhi proses penyidikan yang sedang berjalan,” terang Efrien Saputera, Senin (6/1).
Penyidikan yang masih berjalan ini Kejati NTB belum menetapkan tersangka. Masih menunggu hasil penghitungan kerugian keuangan negara dari akuntan publik, selaku auditor. “Masih penyidikan semua. Masih proses semua,” katanya.
Pencarian di laman resmi sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PN Mataram, perkara gugatan wanprestasi tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 356/Pdt.G/2024/PN Mtr, tertanggal 13 Desember 2024.
Penggugatnya Lalu Zulkifli selaku Direktur PT Lombok Plaza. Sedangkan tergugat nya Pemprov NTB Cq Sekretaris Daerah Pemprov NTB.
Gugatan yang masuk itu dibenarkan Humas PN Mataram Kelik Trimargo. “Iya, benar sudah masuk (gugatan),” timpal Kelik Trimargo.
Dalam petitum gugatannya, Lalu Zulkifli menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi. Poin lain petitum menyebutkan, menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang telah diletakkan atas asset atau tanah seluas 31.963 meter persegi yang berlokasi di Kelurahan Cilinaya, Kecamatan Cakranegara, Kota Mataram dengan Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) nomor 1 tanggal 28 Mei 2014 atas nama tergugat.
Isi petitum lainnya tergugat meminta menghukum tergugat untuk mengganti kerugian materil yang dialami penggugat seketika tanpa syarat sebesar Rp 17,5 miliar.
“Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum verzet, banding maupun kasasi dari tergugat,” bunyi poin petitum lainnya berdasarkan laman resmi SIPP PN Mataram.
Terpisah, Manajer Operasional PT Lombok Plaza Hariyanto mengakui yang membuat gugatan wanprestasi tersebut Direktur Pat Lombok Plaza, Lalu Zulkifli. Padahal, sebelumnya dirinya mengusulkan agar tidak membuat gugatan terlebih dahulu.
“Kemarin saya mengusulkan jangan membuat gugatan dulu. Waktu itu saya rapat dengan Pemprov terkait dengan solusinya,” kata Hariyanto melalui telepon.
Pertemuan dengan Pemprov NTB itu, ia mengakui sudah menemukan titik temu kesepakatan. Bahwa pembayaran royalti tertunggak dan penghitungan kembali gedung pengganti tersebut paling lambat akan dilaksanakan 31 Maret 2025 mendatang.
“Tetapi belum sampai pembahasan itu, direkturnya melakukan gugatan. Saya kurang tau (alasannya). (Sebelumnya) Saya sarankan untuk tidak melakukan itu (gugatan),” katanya.
Namun sarannya itu tidak digubris. Lalu Zulkifli memilih jalan sendiri dengan melakukan gugatan. “Saya tidak tahu pertimbangannya apa, waktu itu saya sempat larang. Karena saya di bawahnya dia, jadi saya kurang paham apa dasar pikirannya melakukan gugatan.
Saya juga belum tahu apa isi gugatannya sampai sekarang,” terangnya.
Adanya gugatan wanprestasi yang dilakukan PT Lombok Plaza terhadap Pemprov NTB ini juga dibenarkan Kepala Biro Setda NTB Lalu Rudy Gunawan. Gugatan wanprestasi itu disebutnya hal yang aneh.
“Seharusnya pemprov yang gugat, kenapa mereka (PT Lombok Plaza) yang gugat kita,” kata Lalu Rudy melalui sambungan telepon.
Seharusnya, sebelum PT Lombok Plaza mengajukan gugatan wanprestasi terlebih dahulu mengajukan somasi ke Pemprov NTB. Hal itu berdasarkan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata). “Jadi jangan menggugat (dulu), harus somasi dulu,” ujarnya.
Justru sebaliknya, Pemprov NTB yang sudah melayangkan somasi ke PT Lombok Plaza sampai tiga kali. Namun tidak ada penyelesaian. Meskipun tidak ada titik temu dari somasi tersebut, Pemprov NTB tidak melayangkan gugatan wanprestasi, dengan alasan masih memberikan peluang bagi investor.
“Kami masih beritikad baik sebagai pemerintah memberikan peluang bagi investor ini. Kami tidak langsung menggugat, kami melakukan dialog. Tapi tiba- tiba dia yang mengajukan gugatan, tidak memanfaatkan peluang yang kita berikan,” katanya.
Dengan adanya gugatan dari PT Lombok Plaza, mau tidak mau harus dihadapi. Semenjak PT Lombok Plaza melayangkan gugatan, Pemprov NTB langsung mengambil langkah rekonvensi (gugatan balik yang diajukan oleh tergugat terhadap gugatan yang diajukan penggugat).
“Kami langsung rekonvensi sekaligus gugat balik. Jadi bukan saling menggugat, kita ajukan rekonvensi. Sidangnya tanggal 14 Januari,” ungkapnya.
Dikatakan, Pemprov NTB mengajukan rekonvensi lantaran PT Lombok Plaza melakukan perbuatan melawan hukum. Antaranya, PT Lombok Plaza tidak melaksanakan kontrak, yaitu adanya uang jaminan pelaksanaan.
“Seharusnya uang jaminan pelaksanaan sesuai dengan kontrak ada. Harusnya itu sudah ada di bank Rp 21 miliar,” katanya.
Ternyata uang jaminan itu tidak pernah ada. Padahal di dalam kontrak kerja, sudah disebutkan investor tersebut harus memasukkan uang jaminan pelaksanaan. “Apabila mereka tidak melakukan itu dalam jangka waktu tertentu, maka pemprov bisa mengambil kapan pun uang itu. Setelah kami cek, tidak ada uang itu. Jadi ada akal-akalan di situ,” tegasnya.
Selain persoalan tidak ada uang jaminan, perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT Lombok Plaza pembangunan balai lab. Proyek itu nilainya sebesar Rp 13 miliar. Tapi pada kenyataannya, hanya dibangun dengan Rp 6 miliar. “Kemudian wanprestasi juga sekaligus, pembangunan hotel (NCC) itu dengan senilai Rp 450 miliar. Tapi tidak pernah dibangun sampai sekarang, jadi wanprestasi,” katanya.
Persoalan lainnya juga PT Lombok Plaza tidak pernah membayar kontribusi sesuai dengan kontrak, sejak tahun 2016 hingga saat ini. “Totalnya Rp 9 miliar. Itu yang kami gugat. Padahal sudah ada kewajiban di kontrak itu, jadi tidak melaksanakan kewajiban sesuai kontrak,” cetusnya.
Setelah dikaji lanjutnya, PT Lombok Plaza menggugat Pemprov NTB ada indikasi upaya menghambat jalannya penyidikan yang sudah dilakukan Kejati NTB. “Mecoba mengalihkan permasalahan itu dalam ranah perdata. (PT Lombok Plaza) menghindari dari tindak pidana korupsi, kemudian menarik persoalan ini menjadi ranah perdata,” tandasnya. (sid)