KUPANG–Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Emanuel Melkiades Laka Lena, kembali menegaskan dukungannya terhadap transisi energi melalui pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di sejumlah wilayah NTT. Pernyataan ini disampaikannya dalam pertemuan bersama manajemen PT PLN (Persero) dan perwakilan Bank Pembangunan Jerman (KfW) pada Senin, 19 Mei 2025.
“Selama prinsip tata kelola yang baik dipatuhi, pembangunan PLTP akan terus didukung pemerintah,” ujar Gubernur Melki. Ia menekankan lima prinsip utama yang harus menjadi pedoman dalam pengembangan energi panas bumi: perlindungan lingkungan, pelaksanaan teknis sesuai standar, dukungan sosial melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), pembagian manfaat sesuai regulasi, serta keselamatan kerja.
Gubernur Melki juga merujuk pada PLTP Ulumbu Unit 1 dan 2 yang telah beroperasi sejak 2012 sebagai contoh proyek geothermal yang telah memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
Terkait sejumlah isu yang masih berkembang di masyarakat, ia menilai hal tersebut dapat diredam dengan komitmen PLN terhadap pemenuhan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan prinsip transparansi.
“Panas bumi adalah peluang, bukan ancaman. Dengan keterlibatan masyarakat adat dan perlindungan berbasis kearifan lokal, kita bisa menjaga Flores tetap lestari sambil menikmati manfaat energi bersih,” tegasnya.
Dukungan terhadap pengembangan PLTP juga datang dari para pemilik lahan di sekitar proyek. Salah satunya adalah Vinsensius Godat, warga Gendang Mesir, Poco Leok, yang telah menerima uang ganti rugi atas lahannya seluas 4.427 m² untuk pembangunan wellpad F PLTP Ulumbu.
“Lahan pengganti yang saya beli dari dana ganti rugi sudah menghasilkan. Tahun 2024, saya panen dua kali dan memperoleh 74 karung padi,” ujarnya.
Sementara itu, Aloisius Nodat, pemilik dua bidang tanah yang digunakan untuk pengembangan proyek panas bumi di Poco Leok, menyampaikan bahwa setelah menerima ganti rugi dari PLN, ia memutuskan untuk membeli lahan di Kota Ruteng dan membangun usaha kos-kosan.
“Sekarang saya sudah punya sepuluh kamar kos di Kecamatan Langke Rembong. Saya senang karena tanah yang dulu saya serahkan untuk proyek, kini bisa saya manfaatkan kembali dalam bentuk usaha yang menghasilkan,” katanya. Aloisius melihat kompensasi yang diterima bukan sekadar pengganti lahan, tetapi juga sebagai peluang untuk membangun masa depan ekonomi keluarga.
PLN, melalui General Manager UIP Nusa Tenggara, Yasir, memastikan seluruh proses pengembangan PLTP di Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Ulumbu berjalan sesuai dengan prosedur dan regulasi yang berlaku. Dari total luas WKP Ulumbu sebesar 18.280 hektare, kebutuhan lahan aktual untuk pembangunan pembangkit hanya sekitar 10,3 hektare.
Hingga saat ini, pembebasan lahan untuk wellpad D, E, F, G, dan J telah rampung. Sementara pembebasan untuk wellpad H, I, dan akses jalan menuju Desa Lungar masih dalam proses, dan seluruhnya dilakukan sesuai ketentuan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19 Tahun 2021. Proses ini mencerminkan komitmen PLN terhadap kepatuhan terhadap SOP, terutama dalam aspek tata kelola lahan dan pelibatan masyarakat.
Pernyataan GM Yasir turut diamini oleh Hendrikus Hadu, pemilik lahan seluas 542 m² yang sebelumnya telah mengikuti kegiatan konsultasi publik bersama KfW dan PLN pada 6 September 2024. Ia menyampaikan bahwa dana ganti rugi yang diterimanya telah digunakan untuk kebutuhan keluarga, termasuk renovasi rumah dan pembelian kendaraan bermotor.
“Intinya, kalau untuk kepentingan umum—apalagi urusan negara—menurut saya tidak masalah, karena demi kemajuan masyarakat juga,” ungkap Hendrikus. (RL)