MATARAM—Gubernur NTB Dr H Lalu Muhamad Iqbal menegaskan bahwa penundaan mutasi pejabat eselon II di lingkup Pemprov NTB, bukan disebabkan oleh intervensi atau tekanan dari pihak manapun, melainkan murni karena alasan administratif.
Mutasi yang sedianya digelar pada Jumat, 25 April 2025, pukul 15.30 WITA di Gedung Tambora, Lantai II Kantor Gubernur NTB, ditunda lantaran ada persyaratan administrasi yang belum lengkap. Sementara undangan pelantikan sempat beredar luas, sehingga memunculkan spekulasi adanya ketidakharmonisan di tubuh pemerintahan Iqbal-Dinda.
“Sekali lagi ditegaskan bahwa penundaan itu tidak ada kaitannya dengan ada orang yang menghambat. Tidak ada kaitannya dengan intervensi, dan tidak ada kaitannya dengan Bu Wagub. Kami semua solid untuk segera melakukan rotasi. Ini hanya perputaran dari orang yang tepat ke tempat yang tepat,” tegas Gubernur NTB, saat dikonfirmasi, kemarin.
Gubernur Iqbal menekankan bahwa dirinya memiliki komitmen kuat untuk memastikan seluruh proses rotasi dan mutasi pejabat dilakukan sesuai dengan aturan nasional. Ia mengaku tidak ingin mengulang kesalahan masa lalu, di mana pada periode kepemimpinan sebelumnya, Pemprov NTB kerap mendapat teguran dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KSN) terkait tata cara mutasi dan demosi.
“Kita tidak mau memperbaiki kesalahan dengan kesalahan baru. Jadi komitmen dari awal tidak boleh ada prosedur yang salah,” tegas Gubernur Iqbal.
Menjawab polemik soal undangan pelantikan yang sempat beredar, Gubernur Iqbal menegaskan bahwa undangan resmi sejatinya belum pernah diedarkan. Yang beredar hanyalah draft undangan yang belum mendapat persetujuan final darinya.
Alasan administratif ini baru diketahui menjelang pelaksanaan pelantikan, setelah dilakukan pemeriksaan akhir terhadap semua persyaratan pejabat yang akan dilantik. “Kalau yang tidak resmi mungkin (Sudah beredar,red). Karena itu kita tahan jangan keluarkan dulu sebelum ada kepastian. Begitu sore harinya kita langsung sampaikan bahwa kita tunda,” ucapnya.
Gubernur Iqbal juga membantah tudingan bahwa penundaan ini terjadi karena surat undangan ditandatangani oleh Sekda NTB, bukan oleh dirinya. Ia menjelaskan bahwa semua administrasi tetap mengikuti jalur perintah Gubernur. “Pak Sekda tidak menghambat. Justru beliau paling bersemangat agar ini segera terlaksana supaya mesin birokrasi berjalan lebih baik,” ungkapnya.
Setelah proses administratif yang ditunggu dari pemerintah pusat selesai pada Jumat malam, Gubernur Iqbal memastikan bahwa mutasi pejabat eselon II akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat. “Semua sudah selesai, assesmen juga sudah beres. Tinggal pelaksanaannya saja,” katanya.
Gubernur juga tidak mau ambil pusing maupun terpancing mengenai spekulasi yang menyebut pemerintahan Iqbal-Dinda tidak solid imbas penundaan pelantikan pejabat Pemprov. “Kalau namanya spekulasi ya boleh saja,” timpalnya.
Iqbal menegaskan, keputusan menunda pelantikan pejabat merupakan bentuk kehati-hatian pemerintahannya agar ke depan tidak terjadi persoalan hukum akibat pelanggaran prosedur. “Dampaknya besar kalau kita sampai melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan prosedur. Makanya, kita lebih baik menunda demi kebaikan bersama,” tandasnya.
Senada Wakil Gubernur NTB, Indah Dhamayanti Putri menjelaskan bahwa penundaan tersebut, murni disebabkan oleh belum terbitnya rekomendasi fisik dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurutnya, meskipun rekomendasi telah disetujui secara substansi, proses penandatanganan terganjal keberangkatan Menteri Dalam Negeri ke luar negeri. “Rekom itu sudah disetujui cuma karena ada keberangkatan pak Kemendagri ke Luar Negeri sehingga itu belum sempat ditandatangani,” ungkapnya.
Menanggapi simpang siur undangan pelantikan yang tersebar dengan tanda tangan Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi, bukan Gubernur Iqbal, Wagub menegaskan bahwa hal tersebut adalah hal yang lazim dan tidak perlu ditafsirkan secara berlebihan.
“Memang undangan pelantikan lazimnya Sekda yang menandatangani. Jadi jangan ditafsirkan.Tidak ada kaitan soal Gubernur Ingin tandatangan langsung disurat itu. Jangan dikembangkan. Betul betul murni pak Gibernur tidak mau tidak sesuai aturan,” tegasnya Wagub.
Wagub juga membantah adanya masalah internal atau tarik ulur politik di balik penundaan ini. Ia menekankan bahwa pemerintahan Iqbal-Dinda berkomitmen untuk menata birokrasi secara sistematis dan sesuai aturan hukum yang berlaku. “Saya tekankan tidak ada masalah tanda tangan itu. Memang kalau penyampaian undangan tandatangan Sekda,” tambahnya.
Sementara Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Aria Bima Sugiarto, ketika diminta komentar terkait hal tersebut, mengatakan pihaknya sangat mendorong pemerintah daerah untuk segera melakukan konsolidasi, terutama dalam mengatur formasi OPD-OPD agar bisa mendukung program-program prioritas nasional dan visi misi kepala daerah.
Dia mengakui jika ada permintaan dari kepala daerah untuk mutasi, tentu pihaknya akan mempercepat permintaan itu, agar bisa menyesuaikan dengan formasi baru yang telah ditentukan. Karena bagaimanapun kepala daerah adalah user yang menggunakan aparatur ini untuk digerakkan melakukan program-program. “Jika ada permintaan mutasi, kami selalu percepat,” terang politisi PAN tersebut, Sabtu (26/4).
Disinggung apakah ada keharusan mutasi baru boleh dilakukan setelah enam bulan pasca kepala daerah dilantik. Bima Aria menegaskan bahwa tidak perlu harus menunggu enam bulan baru boleh melakukan mutasi pejabat daerah.
Hal itu menurutnya sangat tergantung dari kebutuhan kepala daerah untuk melakukan mutasi terhadap para pejabat daerah yang membantunya untuk mewujudkan, serta merealisasikan visi misi dan program prioritasnya. “Langsung saja. Tidak perlu menunggu enam bulan. Karena kepala daerah harus cepat bekerja. Mendagri akan cepat proses, jika ada permintaan mutasi,” ucap mantan Wali Kota Bogor tersebut.
Terkait meritokrasi yang digaungkan oleh Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal dalam penempatan posisi para pejabat OPD. Bima Aria mengaku pihaknya memberikan apresiasi terhadap kepala daerah yang menjunjung tinggi meritokrasi dalam memimpin daerahnya. “Kita apresiasi kepala daerah yang menjunjung tinggi meritokrasi dalam menjalankan pemerintahannya,” imbuhnya.
Menurutnya, bahwa otonomi daerah tidak akan berjalan maksimal tanpa meritokrasi. Sebab itu, dalam proses mutasi para kepala OPD-OPD di pemerintah daerah, ia sangat mendukung jika ada kepala daerah yang melihat kemampuan dan prestasi para pejabat pembantunya, dan bukan berdasarkan latar belakang sosial, kekayaan, maupun kedekatan.
“Jangan karena kedekatan dan afiliasi tanpa melihat kapasitas, kompetensi dan rekam jejaknya,” tandas Aria Bima.
Sedangkan Anggota Komisi I Bidang Politik dan Pemerintahan DPRD NTB, Ali Usman Ahim menyayangkan adanya penundaan proses mutasi pejabat dilingkup Pemprov NTB, sebagai akibat ada persyaratan administrasi yang belum terpenuhi. Apalagi mengingat undangan pelantikan mutasi kepada para pejabat OPD sudah beredar luas. “Kita sayangkan ada penundaan mutasi, akibat administrasi belum terpenuhi,” kata politisi Partai Gerindra NTB ini.
Atas kejadian itu, Gubernur NTB diminta melakukan evaluasi terhadap para pembantunya, terutama Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan pihak terkait lainnya yang mempersiapkan proses mutasi tersebut.
Para pembantu Gubernur itu dinilai tidak bekerja secara profesional dalam membantu Gubernur dalam mempersiapkan proses keterpenuhan persyararan administrasi bagi pelaksanaan mutasi.
“OPD terkait harus di evaluasi, terutama kepala BKD. Mereka bekerja tidak profesional dalam membantu Gubernur. Syarat mutasi belum terpenuhi, tapi sudah menyebarkan undangan mutasi,” sesalnya.
Namun demikian, pihak DPRD NTB tidak mempersoalkan keputusan Gubernur NTB yang urung melakukan proses mutasi. Pasalnya, itu sepenuhnya hak prerogatif dari Gubernur NTB dalam melakukan proses mutasi pejabat NTB.
Gubernur NTB juga tidak mungkin melakukan proses mutase, jika memang ada persyaratan administrasi yang belum terpenuhi. “Proses mutasi ini tentu jadi hak prerogatif Gubernur,” tegasnya.
Terkait kemungkinan ada faktor politis dalam proses penundaan proses mutasi tersebut. Pria yang akrab disapa Bung Ale itu mengaku tidak ingin berspekulasi terlalu jauh terkait ada atau tidak faktor politis. “Soal itu saya tidak mau berspekulasi,” imbuhnya.
Gubernur tentu akan memilih para pejabat pembantu dengan mempertimbangkan kompetensi, kapasitas dan rekam jejak. “Saya yakin Gubernur memilih para pembantunya sesuai aturan,” lugasnya. (rat/yan)