Gubernur Ingin Pengiriman TKW Dihentikan

TGH M Zainul Majdi (AZWAR ZAMHURI/RADAR LOMBOK)

MATARAM – Maraknya kasus kekerasan dan penipuan yang sering kali dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) mendapat sorotan serius.

Gubernur  NTB, TGH M Zainul Majdi bahkan menginginkan kran  pengiriman TKW ditutup demi keselamatan warganya. Menurutnya, dunia telah tua dan berbahaya bagi wanita bepergian jauh memantau ke negara lain.  "Kami ingin tidak ada perempuan NTB yang jadi TKI, karena memang bahaya," ucapnya kemarin.

TKW asal NTB cukup banyak. Namun mayoritas bekerja pada sektor non formal. Hal inilah yang tidak diinginkan gubernur. "Dunia sudah ore gade (tidak karuan – red), makanya kami minta agar tidak ada lagi yang jadi TKW," katanya.

Apabila warga NTB ingin menjadi TKW, haruslah bekerja pada sektor-sektor formal yang menggunakan skill seperti menjadi bidan, guru, dokter dan lain-lain. Bekerja menjadi TKW rentan akan mengalami kekerasan di negara-negara tujuan. Mengingat dunia sudah tidak ramah lagi.

Persoalannya, gubernur menemukan sendiri sebuah fakta yang menjadi kendala dalam melindungi TKW. Terutama dalam proses verifikasi di Kantor Klas I Imigrasi Mataram. "Seharusnya di Imigrasi itu dishortir dulu, jangan berikan paspor sembarangan ke orang," pintanya.

Diungkapkan, pernah beberapa waktu lalu gubernur mengikuti inspeksi mendadak (Sidak) bersama Kementerian Hukum dan HAM di Kantor Imigrasi. Ditemukan salah seorang wanita masih usia belasan tahun  mengurus paspor pergi ke Malaysia. Gubernur lansung menanyakan wanita tersebut. Namun dijawab akan pergi ke Malaysia untuk menemui salah satu keluarganya, bukan pergi sebagai TKW. "Saya pernah ke Imigrasi dan menemukan cewek belasan tahun katanya mau ke Malaysia temui keluarga, tapi saya tanya keluarganya dimana, dia malah tidak bisa dijawab. Itu kesulitan kami di Imigrasi, seharusnya jangan diberikan sembarangan," tutur gubernur.

Baca Juga :  Gubernur Diminta Tidak Ceroboh Rombak Pejabat

Berbeda halnya dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Menurut gubernur, apabila laki-laki yang pergi memantau ke luar negeri, sudah bisa menjaga diri. Namun tentunya melalui jalur resmi. Peran pemerintah untuk menjaga dan melindungi TKI juga sangat penting.

Bagi gubernur, banyaknya  masyarakat NTB yang memilih bekerja sebagai TKI  bukanlah aib. Satu hal yang terpenting yaitu bagaimana pemerintah mampu memberikan  perlindungan yang baik terhadap TKI. "TKI itu  bukan aib, tidak perlu kita malu," ujarnya.

Gubernur kurang sepakat jika banyaknya TKI dianggap karena tidak becusnya pemerintah daerah (Pemda) menyediakan lapangan kerja. Hal itu terungkap dalam Rapat Koordinasi (Rakor) beberapa waktu lalu bersama Disnakertrans, BP2TKI dan juga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meskipun lapangan kerja banyak, namun diakuinya gaji di NTB masih kecil. Untuk Upah Minimum Provinsi (UMP) saja tahun 2017 baru sekitar Rp 1,6 juta. "Tidak perlu kita sekolah tinggi-tinggi untuk tahu kenapa banyak TKI asal NTB. Gaji disini kecil sedangkan di Malaysia besar, masyarakat tentu lebih memilih gaji besar, ini manusiawi," jelasnya.

Terpisah, Ketua Asosiasi Perusahaan Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) NTB, H Muhammadun mengaku sangat mendukung keinginan gubernur agar tidak ada lagi pengiriman TKW. "Tapi masalahnya kalau tidak jadi TKW mereka akan kerja apa, mana lowongan kerjanya disini?," tanya Muhammadun.

Baca Juga :  TKW NTB Jadi Korban Human Trafficking

Menurut Muhammadun, tidak perlu ada pelarangan menjadi TKW. Apabila lapangan kerja di NTB banyak, tentunya tidak ada yang rela meninggalkan keluarganya di kampung halaman demi bekerja ke luar negeri.

Lebih lanjut disampaikan, hal yang harus dilakukan pemerintah adalah meminimalisir TKI illegal dengan cara mempermudah dan mempermudah prosedur TKI resmi. "Ini kan masyarakat yang jadi TKI seperti dijadikan aset, terlalu mahal biayanya," ungkap Muhammadun.

Untuk biaya pemberangkatan di luar ongkos saja mencapai Rp 2,5 juta. Ia menilai hal ini sangat merugikan TKI. Apalagi semua itu merupakan kebijakan   Malaysia yang memungut biaya di Indonesia. "Negara seharusnya tidak boleh menarik biaya kepada calon TKI di dalam negeri,” ujarnya.

Selain itu, ada juga perusahaan-perusahaan asal Malaysia datang ke Indonesia dan mendirikan kantor. Salah satunya yang dilakukan oleh PT Omni, perusahaan tersebut bahkan menarik Rp 1 juta per satu orang calon TKI di luar ongkos. Belum lagi untuk pembayaran Bestinet dan program Immigration Security Clearence (ISC) yang harus dibayar Rp 850 ribu per orang. "Ini tolong diselesaikan, masa orang Malaysia yang bawa alatnya kesini. Bikin mahal saja jadi TKI resmi," kesalnya. (zwr)

Komentar Anda