Gubernur Dinilai Hanya Gertak Sambal

Murdani
Murdani

MATARAM – Memasuki akhir Desember 2020, Pemerintah Provinsi NTB belum juga melarang pengiriman kayu NTB ke luar daerah. Padahal, wacana tersebut sudah mencuat sejak bulan Oktober lalu. 

Tak kunjungnya keluar aturan moratorium pengiriman kayu asal NTB ke luar daerah, tidak membuat lembaga Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) heran. Pasalnya, sejak awal tidak ada iktikad baik untuk melindungi hutan NTB. “Itu hanya gertak sambel kok. Karena sebenarnya, Gubernur tidak serius urus masalah hutan,” ujar Direktur Walhi, Murdani kepada Radar Lombok, Minggu (20/12).

Kebijakan pelarangan kayu keluar NTB, juga dinilai sangat aneh. Apalagi jika alasannya untuk menjaga kelestarian hutan dan meminimalisir praktik illegal logging. “Kayu dilarang, tapi pelaku illegal logging dibiarkan berkeliaran. Kan aneh sekali, jadi itu wacana populis saja,” ucapnya. 

Murdani menuding gubernur NTB Zulkieflimansyah dan jajarannya tidak serius ingin menyelamatkan hutan, karena faktanya memang seperti itu. Gubernur justru telah banyak merubah fungsi hutan demi kepentingan sesaat. 

Larangan pengiriman kayu ke luar daerah, hanya akan membuat para pengusaha tertentu kalang kabut. Banyak pengusaha bisa rugi jika aturan tersebut diterbitkan. 

Selain itu, Walhi mencatat sudah ada 228 ribu hektar kawasan hutan yang sudah diberikan izin untuk pertambangan. “Masyarakat yang melakukan perambahan hutan hanya 1 are atau 2 are, ditindak tegas. Alasannya karena merusak hutan. Tapi kenapa pertambangan yang sudah banyak merusak hutan tetap dibiarkan,” kata Murdani. 

Saat ini, sudah ada ratusan izin pada sektor pertambangan yang merusak hutan. Namun, Pemprov NTB pura-pura tutup mata dan telinga. “Ada 241 perizinan yang dilepas di kawasan hutan. Atau gubernur menganggap pertambangan tidak merusak hutan? Tapi kan faktanya jelas merusak,” ucap Murdani.

Pantauan Walhi selama 2 tahun terakhir Provinsi NTB di bawah kepemimpinan Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah (Zul-Rohmi), izin untuk pertambangan di dalam hutan berjalan lancar. “Izin diberikan dengan mudah. Bahkan hutan lindung mau dialihfungsikan juga melalui revisi RTRW demi melancarkan investasi. Ini apa-apaan sih maksudnya,” sindir Murdani. 

Walhi sendiri bukan anti terhadap investasi. Namun, tentu saja investasi tersebut tidak harus menghancurkan hutan dan masa depan NTB. “Kalau begini terus tanpa ada upaya penyelamatan yang serius dilakukan, akan habis hutan NTB 10 tahun lagi,” sebut Murdani. 

Kondisi hutan NTB saat ini, hanya sekitar 20 persen saja yang masih baik. Dampak buruknya sudah terasa, mulai dari bencana kekeringan hingga banjir. “Semua itu karena lingkungan kita rusak, hutan kita sudah dirusak,” ungkapnya. 

Radar Lombok meminta kejelasan terkait moratorium pengiriman kayu NTB ke luar daerah. Namun ternyata, hingga saat ini memang belum juga ada payung hukum yang sudah dikeluarkan. “Sekarang masih di meja pak Gubernur. Beberapa hari yang lalu kita naikkan,” jawab Kepala Biro Hukum Pemprov NTB, H Ruslan Abdul Gani kepada Radar Lombok, Minggu (20/12).

Payung hukum yang akan digunakan untuk moratorium tersebut, bukan Surat Edaran (SE). Tidak pula Surat Keputusan (SK) atau Peraturan Gubernur (Pergub). Namun dalam bentuk Instruksi Gubernur. “Itu bentuknya instruksi Gubernur,” ungkap Ruslan. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB, Madani Mukarom yang juga dihubungi Radar Lombok, mengakui belum adanya payung hukum. Namun, Mukarom justru tidak mengetahui jika draf Instruksi Gubernur tersebut sudah berada di meja Gubernur. “Instruksi Gubernur, sedang berproses di Biro Hukum,” ucap Mukarom. (zwr) 

Komentar Anda