PRAYA – Massa dari Gerakan Peduli Anti Narkotika (GPAN) Lombok Tengah dan Kota Mataram mendatangi kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bangkesbangpol) Lombok Tengah. Kedatangan mereka untuk menanyakan keberadaan balai rehabilitasi Yayasan 789 Bersinar, yang berada di Desa Aikmual, Kecamatan Praya.
Pasalnya keberadaan yayasan rehabilitasi untuk para pecandu narkoba ini membebankan biaya yang cukup mahal, hingga puluhan juta.
Ketua GPAN Lombok Tengah, Lalu Subdri memaparkan, pihaknya sudah melakukan investigasi di Yayasan 789 Bersinar ini. Dari temuan yang dilakukan, tidak jarang pecandu narkotika diduga kuat diminta dari Rp 20 sampai Rp 25 juta untuk melakukan rehabilitasi di yayasan tersebut. Padahal daftar yang tertera dari hasil investigasi yang mereka lakukan, para penyalahguna narkotika hanya dibebankan biaya Rp 2 juta.
“Namun pada faktanya tidak dua juta, dan ini yang menjadi salah satu korban adalah keluarga dari anggota GPAN yang diminta Rp 20 juta. Setelah ditau dari keluarga penggiat kemanusiaan, akhirnya diberikan Rp 1 juta,” ungkap Lalu Subadri, saat melakukan hearing di Bangkesbangpol Lombok Tengah, Kamis (13/7).
Pihaknya juga mengaku bahwa dari hasil investigasi yang mereka lakukan ternyata pendiri sekaligus pengawas yayasan adalah pejabat kepolisian aktif. Hal inilah yang mereka pertanyakan apakah boleh polisi yang masih aktif membuat sebuah yayasan. “Maaf kami tidak menyerang pribadi. Yang kami pertanyakan apakah boleh institusi Polri yang masih aktif membentuk yayasan dalam bentuk rumah rehabilitasi atau bagaimana,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua GPAN Mataram, Yayat menegaskan korban penyalahgunaan narkoba saat ini banyak yang ekonomi menengah ke bawah. Di satu sisi, para pecandu narkoba ini semua ingin pulih meski tidak bisa dinafikan bahwa pecandu narkoba tidak bisa sembuh 100 persen dengan cepat, namun bisa dimaksimalkan bagaimana mengatur pola kehidupan sehat.
“Para penyalahguna narkoba ini mereka banyak yang ingin pulih, tapi terkendala biaya, dan kami di GPAN niatnya agar bagaimana memanusiakan manusia. Bahkan di GPAN kita sampai iuran untuk bagaimana melayani rehabilitasi,” terang pria yang juga mantan pencandu narkoba ini.
“Padahal di GPAN ini ada rehabilitasi gratis. Mereka (yayasan, red) punya konselor yang punya sertifikat, kami juga punya,” terangnya.
Ia menduga di lapangan selama ini kalau ada tangkapan korban penyalahgunaan narkotika maka akan diserahkan ke Yayasan 789 Bersinar. “Pertanyaannya kenapa tidak memanfaatkan yayasan di GPAN untuk rehabilitasi yang jelas-jelas gratis,” tambahnya.
Sementara itu, Asisten I Setda Lombok Tengah, Lalu Wiraningsum menegaskan sampai saat ini belum dilakukan pendalaman terkait adanya biaya rehabilitasi korban narkotika yang hingga puluhan juta. Di satu sisi Yayasan 789 Bersinar ini menurutnya merupakan yayasan baru.
“Terkait bagaimana yayasan ini kami sudah intruksikan kepada Kesbangpol untuk dilakukan evaluasi. Kita minta untuk meninjau ke lapangan apakah informasi yang berkembang ini benar, bagaimana AD/ART yayasan dan lainnya perlu kita dalami, dan sebenarnya yayasan ini sudah ada izin tapi untuk rehabilitasi ini apakah bayar atau gratis kita lihat nanti,” tegasnya.
Sementara itu, Kapolres Lombok Tengah AKBP Irfan Nurmansyah ketika dikonfirmasi adanya hearing terkait keberadaan Yayasan 789 Bersinar, yang diduga memungut biaya sampai puluhan juta. Pihaknya belum banyak memberikan komentar. “Masa? Dari pihak rehab ada yang datang? Siapa yang menyampaikan itu,” tanyanya. (met)