Golkar Terganggu Sidang Kasus e-KTP

GOLKAR

JAKARTA – Partai Golkar menjadi partai yang kadernya banyak disebut dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Banyaknya penyebutan dalam dakwaan itu dinilai merugikan partai berlogo beringin tersebut. Karena itu, Golkar mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan hukum terkait dengan hal itu.

Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menyatakan, penyebutan nama Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto bersama sejumlah kader Golkar lainnya terlibat menerima uang proyek e-KTP mengganggu strategi pemenangan pemilu yang sudah disusun. Apalagi, masih ada pelaksanaan Pemilu Serentak 2018 dan Pemilu 2019 yang dihadapi Golkar. ’’Itu kan mengganggu, apalagi ke depan ada momen politik cukup banyak dan besar. Sehingga, dari awal kita harus melakukan klarifikasi, tabayun terkait persoalan ini,’’ kata Idrus di gedung parlemen, Jakarta,Senin  kemarin (13/3).

Baca Juga :  Izzul Islam Mengaku Namanya Dicatut

[postingan number=3 tag=”golkar”]

Menurut Idrus, Golkar merasa perlu mengajukan langkah-langkah hukum. Dia menilai, ada pencemaran nama baik atas penyebutan kader, termasuk Golkar, dalam kasus e-KTP. Golkar disebut dalam dakwaan menerima dana Rp 150 miliar dari proyek e-KTP. ’’DPP telah menugaskan Ketua Bidang Hukum dan HAM Rudi Alfonso untuk mengambil langkah-langkah terkait pencemaran nama baik. Saya kira (dakwaan) itu tidak benar,’’ ujarnya.

Mengenai langkah hukum yang akan diambil, Idrus tidak menjelaskan secara terperinci. Yang pasti, lanjut dia, upaya hukum dilakukan demi klarifikasi dan kepastian atas kasus e-KTP itu. ’’Silakan nanti Pak Rudi yang akan menentukan langkah yang harus diambil. Saat ini seluruh keluarga besar Golkar tidak nyaman dengan adanya pencantuman Golkar dalam dakwaan itu,’’ sebutnya.

Baca Juga :  Partai Golkar NTB Peduli Nasib Nelayan

Menurut Idrus, saat ini Golkar memiliki sistem yang sudah tertata. Meski dakwaan kasus e-KTP menerpa beringin, dia meyakini sistem dan komunikasi yang sudah dibangun tidak begitu saja mengubah persepsi masyarakat. ’’Bahwa masyarat sekarang ini akan berpikir dengan dua hal. Pertama adalah tetap konsisten dengan praduga tidak bersalah. Tentu di negara hukum, patut kita hormati prinsip hukum itu,’’ ujarnya. (bay/c19/agm)

Komentar Anda