Giliran Warung Maksiat di Labuhan Lombok Dibongkar

Salmun Rahman: Tiga Café Ditutup, Pemda Tidak Rugi

Ilustrasi Warung Mesum
Ilustrasi

SELONG — Pemerintah Kecamatan Pringabaya, Kabupaten Lombok Timur (Lotim), telah menindak lanjuti perintah Bupati Lotim, untuk menertibkan sejumlah lokasi maksiat yang disinyalir sering dijadikan sebagai  tempat penjualan minuman keras (Miras) dan mesum. Diantaranya adalah warung remang-remang yang berada di sekitar rumah susun sederhana sewa (Rusunawa) di Pelabuhayan Kayangan, Labuhan Lombok.

Penertiban dilakukan langsung hari itu juga, setelah ada perintah dari Bupati Lotim. Dimana petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dikerahkan langsung ke lokasi, untuk membongkar semua bangunan warung  setengah permanen yang berjejer di lokasi itu. “Langsung kita bertindak. Semuannya telah dirobohkan,” kata Camat Pringgabaya, Nasihun, Minggu kemarin (27/1).

BACA JUGA: Tiga Kafe Maksiat di Lombok Timur Disegel

Sejumlah warung yang ditertibkan itu, memang telah meresahkan masyarakat. Pasalnya, keberadaanya  tidak betul-betul dijadikan sebagai tempat untuk mencari rezeki yang halal. Malah lokasi itu sering dijadikan sebagi sarang penjualan Miras, bahkan ada indikasi juga sebagai tempat prostitusi terselubung. Terlebih lagi keberadaan Rusunawa kini sudah tidak ditempati lagi setelah banguannya rusak akibat bencana gempa beberapa bulan lalu. “Kita tetap melakukan pengawasan,” lanjut Nasihun.

Tidak hanya di lokasi itu saja, tetapi beberapa tempat hiburan lainnya sejenis cafe yang ada di wilayah Kecamatan Pringgabaya, juga tidak luput dari pengawasan. Bahkan pihaknya juga telah mendatangi sejumlah café dimaksud. Seperti café di wilayah Ketapang, yang disinyalir sering digunakan untuk  tempat menenggak Miras. “Tempat lain juga akan segera kita lakukan penertiban. Termasuk di Ketapang, ada cafe milik warga yang juga menjadi salah satu pantauan kita,” tegas Nasihun.

Disampaikan, apapun jenis usaha, jika telah menyalahi izin operasional, tidak akan bisa ditolerir. Apalagi jika keberadaanya ilegal tanpa ada izin yang sah. Karena itu, pihaknya akan lebih inten mengawasi semua izin usaha, terutama tempat hiburan, penginapan, maupun warung-warung yang keberadaanya mencurigakan. “Sesuai perintah Pak Bupati, kita tentu tidak menginginkan adanya kegiatan yang bisa merusak moral dan citra daerah kita,” tegas Nasihun.

Sebelumnya, Bupati Lotim HM Sukiman Azmy telah meminta dinas terkait, termasuk kecamatan untuk menindak tegas tempat hiburan malam yang menyalahi izin operasional. Terutama lokasi-lokasi yang sering dijadikan sebagai tempat penjualan Miras dan prostitusi terselubung.

Buntut kebijakan tegas yang dikeluarkan Bupati Sukiman ini, menyebabkan tiga tempat hiburan malam di Labuhan Haji ditutup paksa, yaitu Cafe Meliwis, Diamond, dan Lim. Berdasarkan hasil Sidak, tiga tempat hiburan malam tersebut kuat diduga sebagai sarang peredaran Miras dan prostitusi terselubung. “Apa yang kita lakukan ini karena kita pikirkan dampak yang ditimbulkan itu sangat besar. Makanya sekarang kita larang sesuai dengan Perda, akibat dampak yang ditimbulkan,” tandas Sukiman.

Paska ditutupnya tiga café di Labuhan Haji oleh Pemda Lotim, minggu lalu, dukungan terhadap penutupan cafe ini terus mengalir. Meski juga ada sebagian masyarakat mengaku kecewa dengan ditutupnya tiga cafe ini, Meliwis, Lim, dan Diamon, yang dianggap akan mengurangi pendapatan asli daerah (PAD).

“Orang yang mengaku kecewa ini karena tidak mengetahui berapa yang didapatkan oleh daerah dari keberedaan cafe ini. Sewa yang masuk ke daerah tidak sebanding dibandingkan dampaknya,” beber Kepala Badan Pendapatan Daerah Lorim, Salmun Rahman.

Menurutnya, keberadaan tiga kafe ini memang mendapatkan izin dari pemerintah. Hanya saja, pendapatan dari kafe ini hanya sebesar Rp 2 juta saja dalam sebulan. Sehingga kalau ditotalkan pendapatan daerah dari kafe hanya sebesar Rp 24 juta dalam setahun. Tentu jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah uang yang masuk kedalam kafe yang di bawa oleh masyrakat.

“Rincian pajak yang masuk perbulan dari Cafe Diamon sebanyak Rp 700 ribu per bulan, Cafe Meliwis rata-rata per bulan sebanyak Rp 1 juta, dan Cafe Lim sebesar Rp 300 ribu. Sehingga total yang masuk ke daerah dalam sebulan hanya Rp 2 juta saja,” jelas pria yang menjabat sebagai PLT Kasat Pol PP Lotim ini.

Sekalipun pemda Lotim mendapatkan uang lebih besar dari keberdaan café-café ini, namun itu menjadi tidak berarti, karena dampak keberadaan cafe ini bisa merusak moral masyarakat. “Untuk apa kita dapatkan uang, tetapi tidak berkah. Selain itu moral masyarakat kita juga akan tergerus,” tandasnya.

BACA JUGA: Jurnalis NTB Tuntut Remisi Pembunuh Prabangsa Dicabut

Apapun kegiatan yang berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat, apalagi ada perbuatan maksiat, maka akan ditertibkan dari Bumi Patuh Karya ini. Begitu juga dengan café-café yang sudah ditertibkan ini, sepanjang belum mengajukan permohonan izin, tidak bisa melakukan kegiatan seperti biasa lagi. “Berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak perizinan, sampai sekarang belum melakukan permohonan izin,” sebutnya.

Untuk menjaga dan memastikan café-café yang sudah ditutup ini, tim dari Satpol PP Lotim akan terus melakukan pemantauan dengan melakukan patroli. Dimana dari hasil patrol, belum ada cafe yang berani membuka kembali. “Terhadap izin-izin yang ada saat ini, dan yang masih berlaku, tentunya akan di tinjau kembali. Karena café-café ini jelas melanggar izin yang telah dikeluarkan,” pungkas Salmun. (lie/wan)

Komentar Anda